KOLEKSI PUSTAKA

KOLEKSI PUSTAKA

MENANTI DIBACA

MENANTI DIBACA

MEMBACA

MEMBACA

BUKU PUN TERSENYUM

BUKU PUN TERSENYUM
Selamat Datang dan Terima Kasih Atas Kunjungan Anda

Ikhlas dalam Puasa

Ikhlas dalam puasa adalah memurnikan niat dan tujuan dalam menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa, hanya untuk mencari keridhoan Allah SWT. Puasa hamba yang ikhlas bukan sekedar menahan hawa nafsu, seperti makan dan  minum. Tetapi ia juga harus menjaga penglihatannya, pendengarannya, penciumannya, pengecapnya dan perasaannya untuk tujuan lain selain kepada Allah SWT. Mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Seorang hamba menjaga ucapan, tindakan, dan perbuatannya hanya untuk Allah semata.

Dalam bahasa puasa (shiam) berarti menahan diri. Dalam syariat Islam, puasa berarti menahan diri dari segala yang membatalkannya (makan, minum, dan bersetubuh), mulai dari sejak terbit fajar sampai terbenam matahari yang dilaksanakan untuk mendapatkan ridho Allah. Sesuai firmannya, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagai mana yang diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah;183)

Puasa adalah bentuk pengorbanan seorang hamba kepada Tuhannya. Hamba yang puasa adalah hamba yang memenjara dan mengendalikan hawa nafsunya, mulai matahari terbit hingga matahari terbenam, di waktu-waktu yang telah ditentukan Allah. Puasa adalah ibadah yang dapat mendisiplin ruhaniah seorang hamba. Rahasia keberhasilannya tergantung pada diri sendiri, karena puasa bukanlah semata-mata amalannya orang banyak. Yang dapat menilai kesempurnaan puasa seorang hamba, hanya dirinya sendiri dan Allah SWT. Karena itu, puasa sesungguhnya adalah amalan batin antara hamba dan Penciptanya.

Hamba Allah yang ikhlas dalam puasanya, akan mencapai derajat ketaqwaan di mata Allah, karena berhasil dan tidaknya ibadah puasa seseorang adalah pengekangan hawa nafsu duniawi, yang mendidik seorang insan untuk berbuat baik dan mulia, lalu menjauhi maksiat dan kemungkaran. Ibadah puasa yang tidak disertai keikhlasan dalam mencari keridhoan Allah, akan menjadi sia-sia dan tak ada nilainya di mata Allah. Sesuai sabda Nabi, “Betapa banyak orang berpuasa, hasilnya hanya lapar dan dahaga.“ (H.R. Bukhari)

Puasa itu untuk Allah, bukan untuk diet, atau sekedar menahan lapar dan dahaga. Tetapi menahan nafsu yang membatalkan dan mengurangi pahala puasa, seperti pandangan mata yang membawa maksiat, pendengaran yang hanya memfitnah orang lain, menyentuh wanita yang bukan mukhrimnya, berbohong, menipu, menghasut, menghujat, melecehkan, memarahi, hingga menghina orang lain. Puasa bukan untuk mencari kesaktian, penguasaan ilmu kebatinan tertentu, hingga ingin disebut sholeh. Apapun tujuan puasa selain Allah, akan sia-sia amalnya di mata Allah.

Puasa dengan ikhlas, adalah ciri-ciri hamba Allah yang bertaqwa. Dan semulia-mulianya manusia di antara manusia lain, adalah manusia-manusia yang bertaqwa.

Sesuai firmannya :

“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian di sisi Allah, adalah orang yang paling bertaqwa di antara kalian.“ (QS. AL-Hujurat : 13)

“Dan Allah menyelamatkan orang-orang yang bertaqwa, karena kemenangan mereka. Mereka tiada disentuh oleh azab neraka dan tidak pula mereka berduka cita.“ (QS. AZ-Zumar : 61)

“Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya dia akan membuat baginya jalan keluar (dari setiap masalah), serta memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertaqwa kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya.“ (QS. Ath-Thalaq : 2-3)

Keikhlasan hamba Allah dalam melaksanakan puasa, akan membuka jalannya mencapai derajat ketaqwaan. Seorang hamba yang bertaqwa kepada Allah, akan Allah angkat derajatnya, dan dijauhinya ia dari azab neraka, mereka juga tidak akan berduka cita. Orang-orang yang bertaqwa, akan selalu dimudahkan Allah dari segala ujian dan kesulitan hidup yang menimpanya. Segala keperluannya akan dicukupi, dan Allah akan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.

Peranan ibadah puasa dalam membentuk pribadi-pribadi yang bertaqwa, amat sangat subtansial. Puasa adalah latihan-latihan untuk meningkatkan rasa syukur atas nikmat dan rahmat yang di karuniakan Allah kepadanya. Penderitaan dan pengorbanan berpuasa, akan menjadi pembersih diri dari dosa-dosa yang pernah dilakukan. Dan yang paling penting dalam kehidupan sosial, berpuasa dapat menumbuhkan rasa simpati dan solidaritas pada kelompok sosial masyarakat yang hidup dalam garis kemiskinan. Ikhlas dalam melaksanakan puasa, akan mencapai tingkatan yang lebih tinggi dalam kedekatan seorang hamba pada Allah SWT. Memperkuat keimanannya, buah dari kesabaran dalam mengendalikan diri dari perbuatan hawa nafsu.

Sesuai sabda Rasulullah SAW :

“Puasa adalah separuh kesabaran, dan sabar itu separuh iman.” (HR. Baihaqi)

Puasa yang ikhlas akan memperkuat kesabaran hamba Allah, dan kesabaran akan memperkuat keimanan sang hamba. Keimanan seorang hamba akan membawanya pada derajat ketaqwaan, yang akan memuliakannya disisi Allah. Merekalah orang-orang yang memperoleh kemenangan, dan sedikitpun mereka tiada disentuh oleh panasnya azab api neraka.

Sumber: Keajaiban Ikhlas - Muhammad Gatot Aryo Al-Huseini

Lucu Ya...

Lucu ya, uang Rp 20.000-an kelihatan begitu besar bila dibawa ke kotak amal masjid, tapi begitu kecil bila kita bawa ke supermarket.

Lucu ya, 45 menit terasa terlalu lama untuk berdzikir, tapi betapa pendeknya waktu itu untuk nonton pertandingan sepakbola.

Lucu ya, betapa lamanya 2 jam berada di Mesjid, tapi betapa cepatnya 2 jam berlalu saat menikmati pemutaran film di bioskop.

Lucu ya, susah merangkai kata untuk dipanjatkan saat berdoa atau sholat, tapi betapa mudahnya mencari bahan obrolan bila ketemu teman.

Lucu ya, betapa serunya perpanjangan waktu di pertandingan bola favorit kita, tapi betapa bosannya bila imam sholat Tarawih bulan Ramadhan kelamaan bacaannya.

Lucu ya, susah banget baca Al-Quran 1 Juz saja, tapi novel "best seller" 100 halamanpun habis dilalap.

Lucu ya, orang-orang pada berebut paling depan untuk nonton bola atau konser, dan berebut cari shaf paling belakang bila Jum'atan agar bisa cepat keluar.

Lucu ya, susahnya orang mengajak berpartisipasi untuk dakwah, tapi mudahnya orang berpartisipasi menyebar gosip.

Lucu ya, kita begitu percaya pada yang dikatakan koran, tapi sering kita mempertanyakan apa yang dikatakan Qur'an.

Lucu ya, semua orang pinginnya masuk surga tanpa harus beriman, berpikir, berbicara atau melakukan apa-apa.

Lucu ya, kita bisa ngirim ribuan "jokes" lewat "E-mail", tapi bila ngirim yang berkaitan dengan ibadah sering mesti berpikir dua kali.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Ustadz Kabuto Sense Kun, <*****> ๐Ÿ™‚๐Ÿ™‚๐Ÿ™‚๐Ÿ™‚

Eufemisme dan Werkudoro


Werkudoro adalah sosok pahlawan dalam dunia wayang kulit yang aneh: ia tidak memiliki postur tubuh seorang ksatria pada umumnya, seperti postur tubuh Harjuna misalnya, tapi berpostur tubuh raksasa: tinggi besar, dengan suara menggelegar.

Yang juga menarik dari watak Werkudoro adalah: dia tidak bisa menggunakan bahasa Jawa yang halus, yang sangat ketat dalam hal tata krama dan unggah-ungguh. Dia hanya bisa menggunakan bahasa Jawa ngoko, yaitu bahasa Jawa kasar, bahasa Jawa dari tingkatannya yang paling rendah.

Tapi Werkudoro inilah, yang tidak pandai menggunakan bahasa dengan halus, yang menjadi pralambang kejujuran dalam dunia wayang kulit. Dia adalah sosok yang jujur dan satu-satunya tokoh wayang yang dikisahkan berani menyelami Samodera Minang Kalbu sampai ke dasarnya, dan bertemu dengan Guru Sucinya yaitu, Sang Hyang Dewa Ruci.

Yang menarik untuk diamati dari sosok Werkudoro ini adalah: nampaknya ada kontradiksi antara penggunaan bahasa yang halus dan lembut di satu sisi, dan kejujuran yang lugas di sisi lain. Dus, bahasa mungkin bisa digunakan sebagai alat untuk berbohong, baik membohongi diri sendiri maupun membohongi publik.

Dalam ilmu bahasa misalnya, dikenal gaya bahasa eufemisme: yaitu gaya bahasa untuk mengungkapkan sesuatu dengan cara yang lebih halus, sehingga tidak terdengar kasar atau jorok. Ketika seseorang mau ke WC misalnya, akan dianggap lebih sopan jika dia berkata, “Saya mau ke kamar kecil.” Bahasa Indonesia,sebagaimana bahasa Jawa, adalah bahasa yang kaya dengan eufemisme semacam ini. Di masa lalu istilah pelacur dianggap terlalu kasar, sehingga disebut wanita tuna susila, gelandangan lebih ‘terhormat’ jika disebut tunawisma, dan orang yang kerjanya cuma luntang-lantung karena tidak punya pekerjaan disebut tunakarya. Begitulah dengan eufemisme, sesuatu yang sebenarnya kurang baik, bisa terdengar lebih sopan. Mungkin ini akan berguna dalam berinteraksi dengan orang lain: agar kita tidak menyinggung perasaannya.

Namun celakanya eufemisme ini bisa juga menjadi alat tipu-diri yang ampuh. Berikut ini adalah contoh yang saya amati dalam pemakaian bahasa Jawa sehari-hari: acara main (judi) di tempat orang punya gawe, misalnya, disebut sebagai tirakatan. Ketika anak-anak muda bergerombol dan mau cari minuman keras,mereka menyebutnya golek anget-anget. Ketika kita mau utang duit, kita malu menyebutnya utang, tapi nyrempet. Ketika seorang anak bodoh di sekolah, dia disebut kendho. Ketika ada seorang pejabat desa yang mabuk dan melakukan hal-hal yang tidak senonoh, dia dikatakan lagi kurang penak awake. Ketika seorang istri yang sudah setengah umur dan mengajak seorang anak muda untuk berselingkuh, dia bilang: kanggo jamu…. Sedangkan di Solo ada juga sate jamu, yaitu rica-rica daging anjing.

Saya juga pernah mendengar seorang guru yang berkata: kalau guru di Indonesia itu telah dibohongi, mereka diberi gelar Pahlawan Tanpa Tanda Jasa. Gelar yang sangat angker dan serem, tapi jika kesejahteraan tidak dipikirkan, apa disuruh makan gelar? Begitulah dia misuh-misuh. Ketika penggunaan bahasa telah menjadi sedemikian manipulatif-nya, mungkin kita perlu ingat sosok Arya Bima Sena atau Werkudoro yang tidak pandai menggunakan bahasa yang lembut dan halus, yang kata-katanya langsung dan lugas, tanpa tedeng aling-aling. Memang kata-kata yang langsung dan lugas bisa jadi menyakitkan, sama menyakitkannya ketika mencabut sebutir peluru yang sudah terlanjur bersarang dalam tubuh… tapi bagaimanapun, itu jauh lebih baik daripada membiarkan peluru itu bersarang di sana.

Sudahkah kita menggunakan bahasa dengan ‘baik’ dan ‘benar’?
Sumber: https://wayang.wordpress.com/2010/07/19/eufemisme-dan-werkudoro/

Tafsir Q.S. Al Baqarah: 114

ูˆَู…َู†ْ ุฃَุธْู„َู…ُ ู…ِู…َّู†ْ ู…َู†َุนَ ู…َุณَุงุฌِุฏَ ุงู„ู„َّู‡ِ ุฃَู†ْ ูŠُุฐْูƒَุฑَ ูِูŠู‡َุง ุงุณْู…ُู‡ُ ูˆَุณَุนَู‰ ูِูŠ ุฎَุฑَุงุจِู‡َุง ุฃُูˆู„َุฆِูƒَ ู…َุง ูƒَุงู†َ ู„َู‡ُู…ْ ุฃَู†ْ ูŠَุฏْุฎُู„ُูˆู‡َุง ุฅِู„ุง ุฎَุงุฆِูِูŠู†َ ู„َู‡ُู…ْ ูِูŠ ุงู„ุฏُّู†ْูŠَุง ุฎِุฒْูŠٌ ูˆَู„َู‡ُู…ْ ูِูŠ ุงู„ุขุฎِุฑَุฉِ ุนَุฐَุงุจٌ ุนَุธِูŠู…ٌ

Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam mesjid-mesjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (mesjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat. (Q.S. Al Baqarah: 114)

Di antara tindakan-tindakan orang-orang Yahudi dan Nasrani yang paling zalim di sisi Allah ialah:

1.Menghalang-halangi manusia menyebut nama Allah di dalam mesjid-mesjid-Nya. Termasuk di dalamnya menghalang-halangi segala perbuatan yang berhubungan dengan urusan agama, seperti mempelajari dan mengamalkan agama, iktikaf, shalat, zikir dan sebagainya.

2.Merobohkan mesjid-mesjid Allah. Termasuk di dalamnya perbuatan-perbuatan, usaha-usaha atau tindakan-tindakan yang bertujuan untuk merusak, merobohkan, menghalang-halangi pendirian mesjid dan sebagainya.

Kedua macam perbuatan itu dinyatakan Allah swt. sebagai perbuatan yang zalim karena perbuatan itu mengakibatkan hilangnya syiar agama Allah di permukaan bumi.

Para ahli tafsir sependapat bahwa ayat di atas mengisyaratkan "tindakan yang umum" dan "tindakan yang khusus".

"Tindakan yang umum" ialah segala macam tindakan atau perbuatan yang berhubungan dengan menghalang-halangi manusia beribadah di dalam mesjid dan tindakan merobohkan mesjid Allah.

"Tindakan yang khusus" ialah bahwa ayat di atas diturunkan atau mengisyaratkan bahwa telah terjadi suatu peristiwa dalam sejarah yang sifatnya sama dengan sifat-sifat tindakan atau perbuatan yang disebut di dalam ayat.

Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang peristiwa yang dimaksud oleh ayat ini.
Pendapat-pendapat itu ialah:

Pendapat pertama: Ayat di atas mengisyaratkan tindakan orang-orang musyrik Mekah yang menghalang-halangi keinginan Rasulullah saw. beserta para sahabatnya yang hendak mengerjakan ibadah umrah pada bulan Zulhijah tahun 6 Hijriyah (bulan Februari 628 M). Timbulnya keinginan itu karena di dalam perjanjian Hudaibiyyah (Sulhul Hudaibiyah) Nabi Muhammad saw. dan para sahahat dibolehkan oleh kaum musyrikin memasuki kota Mekah pada tahun setelah perjanjian itu ditanda-tangani. Di saat Rasulullah saw. dan para sahabat bersiap hendak melaksanakan keinginannya itu, kaum musyrikin Mekah membatalkan secara sepihak perjanjian itu. Tindakan mereka inilah yang dimaksud Allah dengan menghalang-halangi manusia menyebut nama Allah di dalam masjid-Nya dan usaha merobohkan mesjid .
Pendapat golongan pertama ini selanjutnya menegaskan bahwa lanjutan ayat terdapat perkataan:

ุฃُูˆู„َุฆِูƒَ ู…َุง ูƒَุงู†َ ู„َู‡ُู…ْ ุฃَู†ْ ูŠَุฏْุฎُู„ُูˆู‡َุง ุฅِู„َّุง ุฎَุงุฆِูِูŠู†َ

Artinya:
....mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (mesjid Allah) kecuali dengan rasa takut (kepada Allah).... (Q.S Al Baqarah: 114)

Ayat ini membayangkan bahwa akan tiba saatnya nanti kaum muslimin memasuki kota Mekah dengan aman dan tenteram dan orang musyrik Mekah akan memasuki Masjidil Haram dengan penuh rasa takut. Hal ini terbukti di kemudian hari dengan terjadinya penaklukan kota Mekah oleh kaum muslimin dan orang musyrik Mekah meninggalkan agama mereka dan masuk agama Islam.

Pendapat kedua: Ayat di atas mnengisyaratkan tindakan raja Titus (70 M) bangsa Romawi, anak dari kaisar Vespacianus. Titus mengepung dan menyerang orang Yahudi di Yerusalem dengan cara di luar perikemanusiaan dan menghancurkan Haikal Sulaiman. Menurut sebahagian ahli sejarah, terjadinya hal yang demikian ada hubungannya dengan pertentangan dan permusuhan yang terjadi antara orang Yahudi dan orang Nasrani di Yerusalem.

Alasan dari pendapat kedua ini ialah bahwa ayat ini ada hubungannya dengan ayat-ayat sebelum dan ayat-ayat sesudahnya. Ayat-ayat sebelum dan ayat-ayat sesudahnya ini menerangkan tentang tindakan-tindakan orang-orang Yahudi dan orang Nasrani. Tindakan orang Yahudi dan orang Nasrani yang menghalangi manusia beribadat di mesjid Allah dan merobohkan mesjid Allah ialah tindakan yang dilakukan oleh Titus itu. Menurut pendapat ini bahwa kaum musyrik Mekah hanya menghalang-halangi kaum muslimin melakukan umrah dan beribadat di Mesjidil Haram, mereka tidak menghancurkan Mesjidil Haram, karena itu sifat-sifat tindakan mereka tidak seluruhnya seperti tindakan-tindakan yang disifatkan Allah dalam ayat di atas.

Tindakan orang-orang musyrik Mekah menghalang-halangi Rasulullah saw. dan kaum Muslimin memasuki kota Mekah untuk melaksanakan ibadah haji dan tindakan raja Titus menghancurkan Baitul Maqdis termasuk di dalam "tindakan yang umum". Sedang yang dimaksud "tindakan khusus" yang sesuai dengan ayat ini ialah pendapat kedua karena adanya perkataan "merobohkan mesjid" Allah di dalam ayat. Kaum Musyrikin Mekah tidak pernah merobohkan Mesjid Allah dalam arti yang sebenarnya; mereka hanya mengotori Baitullah dan menghalangi kaum Muslimin beribadat. Sedang Titus dan tentaranya benar-benar telah merobohkan mesjid Allah di Yerusalem dan membunuh orang-orang yang beribadat kepada Allah.

Lanjutan ayat menerangkan sifat-sifat yang harus dilakukan oleh manusia memasuki mesjid Allah, dengan tunduk, patuh dan memurnikan ketaatannya hanya kepada Allah semata. Dari ayat ini dipahamkan dilarang manusia memasuki mesjid Allah dengan sikap angkuh dan riya . Dilarang memasuki mesjid orang yang bermaksud menghalangi manusia beribadat di dalamnya, dan orang-orang yang bermaksud merusak atau merobohkannya.

Pada akhir ayat, Allah swt. mengancam orang-orang yang melakukan tindakan-tindakan di atas dengan kehinaan di dunia dan azab yang pedih di akhirat nanti.

Kehinaan di dunia mungkin berupa malapetaka, kehancuran dan segala macam kehinaan baik yang langsung atau yang tidak langsung dirasakan oleh manusia. Bentuk azab di akhirat hanya Allah yang lebih mengetahuinya.

Allah swt. melarang manusia dengan larangan melakukan segala macam tindakan yang berhubungan dengan menghalang-halangi manusia berdoa, shalat, iktikaf, mempelajari agama, beribadat, dan pebuatan-perbuatan yang lain dalam menegakkan syiar agama Allah di dalam mesjid-mesjid-Nya serta usaha merusak dan merobohkannya.

Perbuatan atau tindakan itu adalah perbuatan dan tindakan yang paling zalim di sisi Allah, karena tindakan itu langsung atau tidak langsung berakibat melenyapkan agama Allah di muka bumi. Perbuatan dan tindakan itu demikian zalimnya sehingga Allah mengancam para pembuatnya dengan kehinaan di dunia dan azab yang pedih di akhirat. Yang diperintahkan Allah ialah agar manusia memakmurkan mesjid-mesjid Allah, mendirikan dan memeliharanya dengan baik, masuk ke dalamnya dengan rasa tunduk dan menyerah diri kepada Allah.

Maalikul Mulk (Maha Memiliki Kerajaan)

Kerajaan Allah meliputi dunia (langit dan bumi) serta akhirat. Semua kehendak Allah pasti terlaksana di wilayah kerajaan-Nya. Dia mengatur kerajaan sebagaimana yang Dia kehendaki. Tak seorang pun bisa menolak ketetapan-Nya. Dia menciptakan segala sesuatu, mengakhiri keberadaan sebagian makhluk, tanpa siapa pun bisa melarang. Dia juga tidak membutuhkan bantuan dari siapa pun.

ู‚ُู„ِ ุงู„ู„َّู‡ُู…َّ ู…َุงู„ِูƒَ ุงู„ْู…ُู„ْูƒِ ุชُุคْุชِูŠ ุงู„ْู…ُู„ْูƒَ ู…َู†ْ ุชَุดَุงุกُ ูˆَุชَู†ْุฒِุนُ ุงู„ْู…ُู„ْูƒَ ู…ِู…َّู†ْ ุชَุดَุงุกُ

Katakanlah (Muhammad), "Wahai Tuhan pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa pun yang Engkau kehendaki... [Q.S. Ali Imran: 26]

Akhlak Kita Terhadap Sifat Maalikul Mulk:

1. Tidak boleh merusak atau mengancurkan bumi karena bumi adalah kerajaan Allah.
2. Menjadi pemimpin yang dapat mencegah kemungkaran dengan kekuasaan yang dimilikinya.
3. Menjadi pemimpin yang bisa memerintah rakyat dengan adil.
4. Selalu bersikap mengabdi kepada Allah.

Kesimpulan:

Kerajaan Allah meliputi langit dan bumi (dunia) serta akhirat. Semuanya tunduk di bawah perintah Allah. Begitu juga ketika kiamat karena tidak ada yang akan mampu menolak-Nya.

Tafsir Q.S. Al Baqarah: 113

ูˆَู‚َุงู„َุชِ ุงู„ْูŠَู‡ُูˆุฏُ ู„َูŠْุณَุชِ ุงู„ู†َّุตَุงุฑَู‰ ุนَู„َู‰ ุดَูŠْุกٍ ูˆَู‚َุงู„َุชِ ุงู„ู†َّุตَุงุฑَู‰ ู„َูŠْุณَุชِ ุงู„ْูŠَู‡ُูˆุฏُ ุนَู„َู‰ ุดَูŠْุกٍ ูˆَู‡ُู…ْ ูŠَุชْู„ُูˆู†َ ุงู„ْูƒِุชَุงุจَ ูƒَุฐَู„ِูƒَ ู‚َุงู„َ ุงู„َّุฐِูŠู†َ ู„ุง ูŠَุนْู„َู…ُูˆู†َ ู…ِุซْู„َ ู‚َูˆْู„ِู‡ِู…ْ ูَุงู„ู„َّู‡ُ ูŠَุญْูƒُู…ُ ุจَูŠْู†َู‡ُู…ْ ูŠَูˆْู…َ ุงู„ْู‚ِูŠَุงู…َุฉِ ูِูŠู…َุง ูƒَุงู†ُูˆุง ูِูŠู‡ِ ูŠَุฎْุชَู„ِูُูˆู†َ

Dan orang-orang Yahudi berkata, "Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu pegangan", dan orang-orang Nasrani berkata, "Orang-orang Yahudi tidak mempunyai sesuatu pegangan," padahal mereka (sama-sama) membaca Al Kitab. Demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui, mengatakan seperti ucapan mereka itu. Maka Allah akan mengadili di antara mereka pada hari kiamat, tentang apa-apa yang mereka berselisih padanya. (Q.S. Al Baqarah: 113)

Orang-orang Yahudi menuduh orang-orang Nasrani tidak mempunyai pegangan sedikit pun. Orang-orang Yahudi mengingkari Al-Masih, padahal mereka telah membaca Kitab Taurat yang di dalamnya terdapat berita tentang kedatangan Nabi Isa. Orang-orang Yahudi memberikan sebutan kepada Al-Masih dengan sebutan yang tidak sepantasnya.

Orang-orang Nasrani menuduh orang-orang Yahudi tidak mempunyai pegangan agama yang benar, karena orang-orang Yahudi telah mengingkari kenabian Al-Masih yang bertindak sebagai penyempurna agama mereka. Padahal mereka telah membaca Kitab, yang semestinya tidak akan terjadi tuduh-menuduh itu. Kalau demikian, mereka mengatakan sesuatu yang tidak tercantum dalam Kitab mereka, karena Taurat memuat berita gembira tentang kedatangan Al-Masih itu untuk menyempurnakan peraturan-peraturan agama yang dibawa oleh Musa a.s. bukan untuk membatalkan. Akan tetapi mengapa sampai terjadi orang-orang Nasrani membatalkan sama sekali agama orang-orang Yahudi?

Secara singkat dapat dikatakan bahwa agama mereka sebenarnya satu. Hanya saja karena ada bagian-bagian yang dibuang dari isi Kitab itu, terjadilah tuduh-menuduh itu. Dengan demikian Kitab yang mereka baca itu menjadi bukti kedustaan mereka.

Sesudah itu Allah swt. memberikan penjelasan bahwa kata-kata yang mereka ucapkan itu bukanlah persoalan baru, bahkan bangsa sebelum mereka mengatakan sesuatu tanpa didasari bukti-bukti yang kuat seperti pengikut agama wasaniah juga mengatakan pada agama lain, bahwa agama yang dianut orang itu tidak mempunyai pegangan apa-apa. Kalau manusia dapat mengetahui yang sebenarnya, tentulah tidak akan terjadi pertentangan yang bersifat prinsip. Kalau demikian maka mereka akan mengatakan bahwa orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani bersikap fanatik pada paham yang dikuasai hawa nafsu.

Dalam pada itu Allah swt. memberikan penegasan bahwa Allahlah yang Maha Mengetahui kebenaran dan kebatilan apa yang mereka perselisihkan itu. Allah pula yang membenarkan mana yang benar dan menempatkan orang-orang yang mencintai kebenaran itu dalam surga Naim, juga yang membatalkan mana yang batil, serta mengekalkan pencinta-pencinta dan pendukung-pendukung kebatilan itu dalam neraka Jahim.

Al Jaami' (Maha Mengumpulkan)

Allah Maha Mengumpulkan seluruh makhluk di muka bumi. Allah mengumpulkan ayah dan ibu kita dalam satu keluarga. Allah telah mengumpulkan kita dengan teman-teman kita dalam satu sekolah. Allah telah mempertemukan kita dengan orang lain dalam satu masyarakat, satu pekerjaan, satu kegemaran, satu organisasi, dan perkumpulan lainnya.

Di akhirat kelak, Allah Maha Mengumpulkan kita semua di padang mahsyar yang sangat panas dengan amal masing-masing untuk menerima pembalasan dari Allah. Kemudian Allah akan mengumpulkan kita di tempat yang abadi, yaitu di surga atau neraka. Surga adalah tempat berkumpulnya orang yang gemar beramal shaleh, sementara neraka adalah tempat berkumpulnya para pendosa.

ุฑَุจَّู†َุง ุฅِู†َّูƒَ ุฌَุงู…ِุนُ ุงู„ู†َّุงุณِ ู„ِูŠَูˆْู…ٍ ู„ุง ุฑَูŠْุจَ ูِูŠู‡ِ ุฅِู†َّ ุงู„ู„َّู‡َ ู„ุง ูŠُุฎْู„ِูُ ุงู„ْู…ِูŠุนَุงุฏَ

Ya Tuhan kami, Engkaulah yang mengumpulkan manusia pada hari yang tidak ada keraguan padanya. Sungguh, Allah tidak menyalahi janji. [Q.S. Ali Imran: 9]

Akhlak Kita Terhadap Sifat Al Jaami':

1. Hidup dengan sesama manusia dan makhluk Allah yang lain secara baik.
2. Memilih teman dan sahabat yang bisa membawa pada kebaikan.
3. Memperbanyak silaturrahim.
4. Tidak berbuat sombong terhadap makhluk Allah di dunia ini, tetapi saling bekerja sama untuk menggapai ridha Allah.

Kesimpulan:

Allah Maha Mengumpulkan seluruh makhluk, baik di dunia maupun di akhirat. Kita berkumpul dan bertemu karena Allah. Di akhirat kita juga akan dikumpulkan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan kita.

Taqdir Manusia Telah Ditetapkan

ุนู† ุฃุจูŠ ุนุจุฏุงู„ุฑุญู…ู† ุนุจุฏุงู„ู„ู‡ ุจู† ู…ุณุนูˆุฏ ุฑุถูŠ ุงู„ู„ู‡ ุนู†ู‡ ู‚ุงู„ ุญุฏุซู†ุง ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ูˆู‡ูˆ ุงู„ุตุงุฏู‚ ุงู„ู…ุตุฏูˆู‚ " ุฅู† ุฃุญุฏูƒู… ูŠุฌู…ุน ุฎู„ู‚ู‡ ููŠ ุจุทู† ุฃู…ู‡ ุฃุฑุจุนูŠู† ูŠูˆู…ุง ู†ุทูุฉ ุซู… ุนู„ู‚ู‡ ู…ุซู„ ุฐู„ูƒ ุซู… ูŠูƒูˆู† ู…ุถุบุฉ ู…ุซู„ ุฐู„ูƒ , ุซู… ูŠุฑุณู„ ุฅู„ูŠู‡ ุงู„ู…ู„ูƒ ููŠู†ูุฎ ููŠู‡ ุงู„ุฑูˆุญ , ูˆูŠุคู…ุฑ ุจุฃุฑุจุน ูƒู„ู…ุงุช : ุจูƒุชุจ ุฑุฒู‚ู‡ , ูˆุฃุฌู„ู‡ , ูˆุนู…ู„ู‡ , ูˆุดู‚ูŠ ุฃู… ุณุนูŠุฏ . ููˆุงู„ู„ู‡ ุงู„ุฐูŠ ู„ุง ุฅู„ู‡ ุบูŠุฑู‡ ุฅู† ุฃุญุฏูƒู… ู„ูŠุนู…ู„ ุจุนู…ู„ ุฃู‡ู„ ุงู„ุฌู†ุฉ ุญุชู‰ ู…ุง ูŠูƒูˆู† ุจูŠู†ู‡ ูˆุจูŠู†ู‡ุง ุฅู„ุง ุฐุฑุงุน ููŠุณุจู‚ ุนู„ูŠู‡ ุงู„ูƒุชุงุจ ููŠุนู…ู„ ุจุนู…ู„ ุฃู‡ู„ ุงู„ู†ุงุฑ , ูˆุฅู† ุฃุญุฏูƒู… ู„ูŠุนู…ู„ ุจุนู…ู„ ุฃู‡ู„ ุงู„ู†ุงุฑ ุญุชู‰ ู…ุง ูŠูƒูˆู† ุจูŠู†ู‡ ูˆุจูŠู†ู‡ุง ุฅู„ุง ุฐุฑุงุน ููŠุณุจู‚ ุนู„ูŠู‡ ุงู„ูƒุชุงุจ ููŠุนู…ู„ ุจุนู…ู„ ุฃู‡ู„ ุงู„ุฌู†ุฉ

Dari Abu 'Abdirrahman Abdullah bin Mas'ud radhiallahu 'anh, dia berkata: bahwa Rasulullah telah bersabda, "Sesungguhnya tiap-tiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam rahim ibunya selama 40 hari berupa nutfah, kemudian menjadi 'Alaqoh (segumpal darah) selama itu juga lalu menjadi Mudhghoh (segumpal daging) selama itu juga, kemudian diutuslah Malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya lalu diperintahkan untuk menuliskan 4 kata: Rizki, Ajal, Amal dan Celaka/bahagianya maka demi Alloh yang tiada Tuhan selainnya, ada seseorang diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli surga sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan surga kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh ketetapan Alloh lalu ia melakukan perbuatan ahli neraka dan ia masuk neraka. Ada diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli neraka sehingga tidak ada lagi jarak antara dirinya dan neraka kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh ketetapan Alloh lalu ia melakukan perbuatan ahli surga dan ia masuk surga. [Bukhari no. 3208, Muslim no. 2643]

Kalimat, “Sesungguhnya tiap-tiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam rahim ibunya” maksudnya yaitu Air mani yang memancar kedalam rahim, lalu Allah pertemukan dalam rahim tersebut selama 40 hari. Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa dia menafsirkan kalimat diatas dengan menyatakan, “Nutfah yang memancar kedalam rahim bila Allah menghendaki untuk dijadikan seorang manusia, maka nutfah tersebut mengalir pada seluruh pembuluh darah perempuan sampai kepada kuku dan rambut kepalanya, kemudian tinggal selama 40 hari, lalu berubah menjadi darah yang tinggal didalam rahim. Itulah yang dimaksud dengan Allah mengumpulkannya” Setelah 40 hari Nutfah menjadi ‘Alaqah (segumpal darah)

Kalimat, “kemudian diutuslah Malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya” yaitu Malaikat yang mengurus rahim

Kalimat "Sesungguhnya ada seseorang diantara kamu melakukan amalan ahli surga........" secara tersurat menunjukkan bahwa orang tersebut melakukan amalan yang benar dan amal itu mendekatkan pelakunya ke surga sehingga dia hampir dapat masuk ke surga kurang satu hasta. Ia ternyata terhalang untuk memasukinya karena taqdir yang telah ditetapkan bagi dirinya di akhir masa hayatnya dengan melakukan perbuatan ahli neraka. Dengan demikian, perhitungan semua amal baik itu tergantung pada apa yang telah dilakukannya. Akan tetapi, bila ternyata pada akhirnya tertutup dengan amal buruk, maka seperti yang dikatakan pada sebuah hadits, "Segala amal perbuatan itu perhitungannya tergantung pada amal terakhirnya." Maksudnya, menurut kami hanya menyangkut orang-orang tertentu dan keadaan tertentu. Adapun hadits yang disebut oleh Imam Muslim dalam Kitabul Iman dari kitab shahihnya bahwa Rasulullah berkata, " Seseorang melakukan amalan ahli surga dalam pandangan manusia, tetapi sebenarnya dia adalah ahli neraka." Menunjukkan bahwa perbuatan yang dilakukannya semata-mata untuk mendapatkan pujian/popularitas. Yang perlu diperhatikan adalah niat pelakunya bukan perbuatan lahiriyahnya, orang yang selamat dari riya' semata-mata karena karunia dan rahmat Allah Ta'ala.

Kalimat "maka demi Allah yang tiada Tuhan selain Dia, sesungguhnya ada seseorang diantara kamu melakukan amalan ahli surga sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan surga kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh ketetapan Alloh lalu ia melakukan perbuatan ahli neraka dan ia masuk neraka." Maksudnya bahwa, hal semacam ini bisa saja terjadi namun sangat jarang dan bukan merupakan hal yang umum. Karena kemurahan, keluasan dan rahmat Allah kepada manusia. Yang banyak terjadi manusia yang tidak baik berubah menjadi baik dan jarang orang baik menjadi tidak baik.

Firman Allah, “Rahmat-Ku mendahului kemurkaan-Ku” menunjukkan adanya kepastian taqdir sebagaimana pendirian ahlussunnah bahwa segala kejadian berlangsung dengan ketetapan Allah dan taqdir-Nya, dalam hal keburukan dan kebaikan juga dalam hal bermanfaat dan berbahaya. Firman Allah, QS. Al-Anbiya’: 23, “Dan Dia tidak dimintai tanggung jawab atas segala tindakan-Nya tetapi mereka akan dimintai tanggung jawab” menyatakan bahwa kekuasaan Allah tidak tertandingi dan Dia melakukan apa saja yang dikehendaki dengan kekuasaan-Nya itu.

Imam Sam’ani berkata, “Cara untuk dapat memahami pengertian semacam ini adalah dengan menggabungkan apa yang tersebut dalam Al Qur’an dan Sunnah, bukan semata-mata dengan qiyas dan akal. Barang siapa yang menyimpang dari cara ini dalam memahami pengertian di atas, maka dia akan sesat dan berada dalam kebingungan, dia tidak akan memperoleh kepuasan hati dan ketentraman. Hal ini karena taqdir merupakan salah satu rahasia Allah yang tertutup untuk diketahui oleh manusia dengan akal ataupun pengetahuannya. Kita wajib mengikuti saja apa yang telah dijelaskan kepada kita tanpa boleh mempersoalkannya. Allah telah menutup makhluk dari kemampuan mengetahui taqdir, karena itu para malaikat dan para nabi sekalipun tidak ada yang mengetahuinya”.

Ada pendapat yang mengatakan, “Rahasia taqdir akan diketahui oleh makhluk ketika mereka menjadi penghuni surga, tetapi sebelumnya tidak dapat diketahui”.

Beberapa Hadits telah menetapkan larangan kepada seseorang yang tidak mau melakukan sesuatu amal dengan alasan telah ditetapkan taqdirnya. Bahkan, semua amal dan perintah yang tersebut dalam syari’at harus dikerjakan. Setiap orang akan diberi jalan yang mudah menuju kepada taqdir yang telah ditetapkan untuk dirinya. Orang yang ditaqdirkan masuk golongan yang beruntung maka ia akan mudah melakukan perbuatan-perbuatan golongan yang beruntung sebaliknya orang-orang yang ditaqdirkan masuk golongan yang celaka maka ia akan mudah melakukan perbuatan-perbuatan golongan celaka sebagaimana tersebut dalam Firman Allah:

“Maka Kami akan mudahkan dia untuk memperoleh keberuntungan”. (QS. Al Lail :7)

“Kemudian Kami akan mudahkan dia untuk memperoleh kesusahan”. (QS.Al Lail :10)

Para ulama berkata, “Al Qur’an, lembaran, dan penanya, semuanya wajib diimani begitu saja, tanpa mempersoalkan corak dan sifat dari benda-benda tersebut, karena hanya Allah yang mengetahui”.

Allah berfirman, “Manusia tidak sedikit pun mengetahui ilmu Allah, kecuali yang Allah kehendaki”. (QS. Al Baqarah : 255)

Tafsir Q.S. Al Baqarah: 110

ูˆَุฃَู‚ِูŠู…ُูˆุง ุงู„ุตَّู„ุงุฉَ ูˆَุขุชُูˆุง ุงู„ุฒَّูƒَุงุฉَ ูˆَู…َุง ุชُู‚َุฏِّู…ُูˆุง ู„ุฃู†ْูُุณِูƒُู…ْ ู…ِู†ْ ุฎَูŠْุฑٍ ุชَุฌِุฏُูˆู‡ُ ุนِู†ْุฏَ ุงู„ู„َّู‡ِ ุฅِู†َّ ุงู„ู„َّู‡َ ุจِู…َุง ุชَุนْู…َู„ُูˆู†َ ุจَุตِูŠุฑٌ

Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Al Baqarah: 110)

Allah s.w.t. menyuruh orang-orang Islam supaya terus-menerus menempuh jalan yang sebaik-baiknya, melakukan shalat dan mengeluarkan zakat. Orang-orang Islam diperintahkan agar terus-menerus mendirikan shalat, dan perintah ini dipautkan dengan janji Allah berupa pertolongan mendapatkan kemenangan karena dalam shalat itu terdapat hikmah yang banyak, memperkuat jalinan iman, mempertinggi cita-cita serta mempertinggi daya tahan mental karena di dalam shalat itu terdapat doa kepada Allah yang diucapkan seorang hamba Allah sebagai pernyataan kehendak yang serius, serta memperkuat jalinan hati di antara orang-orang mukmin dengan jalan melakukan shalat jemaah dan pergaulan mereka di dalam mesjid. Dengan jalan inilah iman itu dapat berkembang dan kokoh, dapat juga memelihara kebersihan jiwa yang dapat mencegah diri untuk melakukan perbuatan yang keji, serta dapat mempertinggi daya juang untuk melaksanakan kebenaran. Maka apabila orang-orang Islam menempuh cara-cara yang demikian itu, niscaya mereka akan mendapat pertolongan dari Allah.

Adapun hikmah yang terdapat dalam mengeluarkan zakat ialah mempererat hubungan antara orang-orang Islam yang kaya dengan yang miskin, sehingga dengan kuatnya hubungan itu akan tercipta kesatuan dan persatuan umat yang kokoh merupakan kesatuan yang bulat.

Sesudah itu Allah s.w.t. menegaskan bahwa shalat dan zakat itu sebagai jalan yang harus ditempuh untuk memperoleh kemenangan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Hal ini dapat diketahui dari pernyataan Allah bahwa kebaikan apa saja yang dilakukan oleh orang-orang Islam niscaya akan mendapat balasan dari sisi Allah di hari pembalasan dengan seadil-adilnya. Seterusnya Allah menyuruh orang-orang Islam agar supaya berbuat baik karena Allah benar-benar Maha Mengetahui segenap amalan, baik amal yang banyak maupun amal yang sedikit, tak ada amal yang disia-siakan baik amal yang saleh maupun amal yang jelek, niscaya akan mendapat balasan yang setimpal.

Tafsir Q.S. Al Baqarah: 111-112

ูˆَู‚َุงู„ُูˆุง ู„َู†ْ ูŠَุฏْุฎُู„َ ุงู„ْุฌَู†َّุฉَ ุฅِู„ุง ู…َู†ْ ูƒَุงู†َ ู‡ُูˆุฏًุง ุฃَูˆْ ู†َุตَุงุฑَู‰ ุชِู„ْูƒَ ุฃَู…َุงู†ِูŠُّู‡ُู…ْ ู‚ُู„ْ ู‡َุงุชُูˆุง ุจُุฑْู‡َุงู†َูƒُู…ْ ุฅِู†ْ ูƒُู†ْุชُู…ْ ุตَุงุฏِู‚ِูŠู†َ. ู„َู‰ ู…َู†ْ ุฃَุณْู„َู…َ ูˆَุฌْู‡َู‡ُ ู„ِู„َّู‡ِ ูˆَู‡ُูˆَ ู…ُุญْุณِู†ٌ ูَู„َู‡ُ ุฃَุฌْุฑُู‡ُ ุนِู†ْุฏَ ุฑَุจِّู‡ِ ูˆَู„ุง ุฎَูˆْูٌ ุนَู„َูŠْู‡ِู…ْ ูˆَู„ุง ู‡ُู…ْ ูŠَุญْุฒَู†ُูˆู†َ

Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata, "Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani". Demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah, "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar". (Tidak demikian) bahkan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Q.S. Al Baqarah: 111-112)

Ahli Kitab, baik Yahudi maupun Nasrani, masing-masing mereka menganggap, bahwa tidak akan masuk surga terkecuali golongan mereka sendiri. Orang-orang Yahudi beranggapan, bahwa yang akan masuk surga, hanyalah orang-orang Yahudi, demikian juga orang-orang Nasrani beranggapan bahwa yang akan masuk surga hanyalah orang-orang Nasrani. Untuk menolak dan membatalkan anggapan mereka itu Allah s.w.t. memberikan penegasan, bahwa anggapan mereka itu hanyalah angan-angan yang timbul dari khayalan mereka saja.

Angan-angan mereka, meskipun disebutkan secara global, namun maknanya mencakup arti yang luas, yaitu angan-angan mereka agar terhindar dari siksa serta anggapan bahwa yang bukan golongan mereka akan terjerumus ke dalam siksa, dan tidak memperoleh nikmat sedikitpun. Itulah sebabnya maka dalam ayat itu angan-angan mereka dinyatakan dalam bentuk jamak.

Dalam pada itu Allah s.w.t. seakan-akan meminta bukti kebenaran yang menguatkan anggapan mereka masing-masing kalau mereka masing-masing dapat mengemukakan bukti-bukti yang benar maka dugaan mereka benar. Akan tetapi dari susunan ayat, tidak demikian yang terpaham. Meskipun pada arti lahir ayat terdapat tuntunan mengemukakan bukti, namun menurut maknanya menyatakan ketidakbenaran dakwaan mereka masing-masing, karena mereka masing-masing memang tidak akan dapat mengemukakan bukti.

Dalam ayat ini terdapat isyarat, bahwa sesuatu pendapat yang tidak didasarkan pada bukti-bukti yang benar tidaklah boleh diterima.

Allah s.w.t. tidak membenarkan anggapan masing-masing golongan dari Ahli Kitab serta menolak anggapan mereka yang batal itu, karena rahmat Allah s.w.t. tidak hanya dimonopoli oleh sesuatu bangsa atau sesuatu golongan, akan tetapi akan didapat oleh siapa saja yang berusaha mendapatkannya dengan ketentuan ia harus beriman dan beramal saleh.

Sebagai ketegasan, Allah s.w.t. memberikan pernyataan bahwa barangsiapa yang beriman kepada Allah dan membuktikan imannya itu dengan amal yang ikhlas, maka ia akan memperoleh pahala. Allah tidak akan menyia-nyiakan amal baik seorang hamba.

Ayat ini juga menunjukkan bahwa iman semata tidak cukup untuk menjamin tercapainya kebahagiaan seseorang, akan tetapi hendaknya disertai amal saleh.

Allah s.w.t. telah menetapkan dalam Alquran bahwa apabila disebut kata-kata iman selalu diiringi oleh amal baik, seperti nampak dalam firman-Nya:

ูˆَู…َู†ْ ูŠَุนْู…َู„ْ ู…ِู†َ ุงู„ุตَّุงู„ِุญَุงุชِ ู…ِู†ْ ุฐَูƒَุฑٍ ุฃَูˆْ ุฃُู†ْุซَู‰ ูˆَู‡ُูˆَ ู…ُุคْู…ِู†ٌ ูَุฃُูˆู„َุฆِูƒَ ูŠَุฏْุฎُู„ُูˆู†َ ุงู„ْุฌَู†َّุฉَ ูˆَู„َุง ูŠُุธْู„َู…ُูˆู†َ ู†َู‚ِูŠุฑًุง

Artinya:
Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik ia laki-laki maupun wanita sedangkan ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walaupun hanya sedikit. (Q.S. An Nisa': 124)

Dan firman-Nya lagi:

ูَู…َู†ْ ูŠَุนْู…َู„ْ ู…ِู†َ ุงู„ุตَّุงู„ِุญَุงุชِ ูˆَู‡ُูˆَ ู…ُุคْู…ِู†ٌ ูَู„َุง ูƒُูْุฑَุงู†َ ู„ِุณَุนْูŠِู‡ِ

Artinya:
Maka barangsiapa yang mengerjakan (barang sedikit pun) dari amalan-amalan yang saleh sedang ia beriman, maka tidak ada pengingkaran terhadap amalannya itu. (Q.S. Al Anbiya': 94)

Apabila mereka itu telah berserah diri kepada Allah dan beramal, maka diri mereka itu tidak perlu merasa khawatir dan merasa sedih. Lain halnya orang-orang yang tersesat oleh sesembahan berhala dan tersesat dari petunjuk Allah. Di antara tabiat orang-orang mukmin ialah apabila mereka itu ditimpa oleh sesuatu yang tidak disenangi, mereka akan menyelidiki sebab-sebabnya dan berusaha keras untuk mengatasinya. Kalau masih juga belum teratasi, mereka menyerahkan persoalan itu kepada kekuasaan Allah. Niat mereka sedikit pun tidak kendor dan hati mereka pun menyadari bahwa untuk mengatasi semua kesulitan itu ia menyerahkan diri kepada kekuatan yang hakiki, yaitu Allah s.w.t., sedang tabiat orang-orang yang tidak beriman ialah takut menghadapi masa depan mereka dan selalu rusuh hatinya menghadapi segala sesuatu yang akan menimpa. Maka apabila mereka ditimpa malapetaka, mereka kebingungan tak tahan menghadapi kesusahan itu, dan tak dapat mencari jalan keluar.

Al Muqsith (Maha Adil)

Allah adil terhadap makhluk-Nya dalam memberikan rezeki. Keadilan Allah juga tampak dalam penetapan hukuman bagi orang-orang yang durhaka. Dengan sifat Al Muqsith, Allah memutuskan perkara secara adil sehingga tidak ada yang merasa dirugikan. Allah memperlakukan hamba-hamba-Nya secara adil dalam semua keputusan dan ketetapan-Nya. Orang yang mengerjakan perbuatan jahat sekecil apa pun akan dibalas dengan adil oleh Allah. Orang yang berbuat baik sekecil apa pun juga akan diberi pahala kebaikan oleh Allah.

ูَุฅِู†ْ ูَุงุกَุชْ ูَุฃَุตْู„ِุญُูˆุง ุจَูŠْู†َู‡ُู…َุง ุจِุงู„ْุนَุฏْู„ِ ูˆَุฃَู‚ْุณِุทُูˆุง ุฅِู†َّ ุงู„ู„َّู‡َ ูŠُุญِุจُّ ุงู„ْู…ُู‚ْุณِุทِูŠู†َ

...jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah) maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlakulah adil. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. [Q.S. Al Hujurat: 9]

Akhlak Kita Terhadap Sifat Al Muqsith:

1. Selalu berbuat adil, baik kepada diri sendiri maupun kepada yang lain, termasuk makhluk di sekitar kita.
2. Tidak berlaku zalim, baik kepada diri sendiri maupun kepada yang lain, termasuk makhluk di sekitar kita.
3. Beramal yang banyak supaya Allah memberikan balasan terbaik di dunia dan di akhirat.
4. Berhati-hati dalam bersikap, berkata, dan berbuat karena semua akan ada balasannya.

Kesimpulan:

Allah adil dalam segala keputusan kepada makhluk-Nya. Tidak ada makhluk yang dirugikan dengan keputusan dan ketetapan Allah.

Tafsir Q.S. Al Baqarah: 109

ูˆَุฏَّ ูƒَุซِูŠุฑٌ ู…ِู†ْ ุฃَู‡ْู„ِ ุงู„ْูƒِุชَุงุจِ ู„َูˆْ ูŠَุฑُุฏُّูˆู†َูƒُู…ْ ู…ِู†ْ ุจَุนْุฏِ ุฅِูŠู…َุงู†ِูƒُู…ْ ูƒُูَّุงุฑًุง ุญَุณَุฏًุง ู…ِู†ْ ุนِู†ْุฏِ ุฃَู†ْูُุณِู‡ِู…ْ ู…ِู†ْ ุจَุนْุฏِ ู…َุง ุชَุจَูŠَّู†َ ู„َู‡ُู…ُ ุงู„ْุญَู‚ُّ ูَุงุนْูُูˆุง ูˆَุงุตْูَุญُูˆุง ุญَุชَّู‰ ูŠَุฃْุชِูŠَ ุงู„ู„َّู‡ُ ุจِุฃَู…ْุฑِู‡ِ ุฅِู†َّ ุงู„ู„َّู‡َ ุนَู„َู‰ ูƒُู„ِّ ุดَูŠْุกٍ ู‚َุฏِูŠุฑٌ

Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Q.S. Al Baqarah: 109)

Allah swt. menjelaskan bahwa sebahagian besar Ahli Kitab selalu berangan-angan agar dapat membelokkan orang-orang Islam dari agama tauhid menjadi kafir seperti mereka, setelah mereka mengetahui dengan nyata bahwa apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. itu benar dan sesuai dengan prinsip yang terkandung dalam Kitab Taurat.

Ayat ini mengandung peringatan kepada orang-orang Islam agar supaya mereka waspada terhadap tipu muslihat yang mereka lakukan itu adakalanya dengan jalan mengeruhkan ajaran Islam, dan adakalanya dengan jalan menimbul-nimbulkan keragu-raguan di kalangan umat Islam sendiri. Mereka melakukan tipu muslihat itu disebabkan karena kedengkian semata, tidak timbul dari pandangan yang bersih. Kedengkian mereka bukanlah karena keragu-raguan mereka terhadap kandungan isi Alquran atau bukan karena didorong oleh kebenaran yang terdapat dalam Kitab Taurat, akan tetapi disebabkan karena dorongan hawa nafsu, kemerosotan mental dan kedongkolan hati mereka. Itulah sebabnya maka mereka terjerumus dalam lembah kesesatan dan kebatilan.

Sesudah itu Allah swt. memberikan tuntunan pada umat Islam bagaimana caranya menghadapi tindak-tanduk mereka itu. Allah swt. menyuruh umat Islam menghadapi mereka itu dengan sopan-santun yang baik serta suka memaafkan segala kesalahan mereka, juga melarang agar jangan mencela mereka hingga tiba saatnya Allah memberikan perintah, karena Allahlah yang akan memberikan bantuan kepada umat Islam, hingga umat Islam telah dapat menentukan sikap dalam menghadapi tantangan mereka, apakah mereka itu harus diperangi atau diusir.

Peristiwa ini telah terjadi, umat Islam memerangi Bani Quraizah dan Bani Nadir dari Madinah setelah mereka merobek-robek perjanjian. Mereka memberi bantuan kepada orang-orang musyrikin, setelah mereka diberi maaf berulang kali.

Kemudian Allah swt. memberikan ketegasan atau janjinya bahwa Dia akan memberikan bantuan kepada orang-orang Islam, dengan menyatakan bahwa Dia berkuasa pula untuk memberikan kekuatan lainnya dan Dia berkuasa pula untuk memberikan ketetapan hati agar umat Islam tetap berpegang pada kebenaran sehingga mereka dapat mengalahkan orang-orang yang memusuhi umat Islam secara terang-terangan serta menyombongkan kekuatan.

Berdoa

Dijelaskan dalam sebuah ayat tentang pentingnya ibadah,

"Katakanlah (kepada orang-orang musyrik), 'Tuhanku tidak mengindahkan kamu, melainkan kalau ada ibadahmu....'" (al-Furqaan: 77)

Berdo'a merupakan cara berdialog dengan Allah; juga merupakan ciri utama yang membedakan orang yang beriman dari orang musyrik. Berdo'a bisa dijadikan sebagai alat ukur keimanan seseorang kepada Tuhannya.

Kebanyakan orang berpikir bahwa tidak ada yang mengatur alam semesta ini dan segala sesuatu berinteraksi dengan sendirinya. Akan tetapi, mereka tidak mengetahui bahwa segala sesuatu di langit dan di bumi tunduk kepada-Nya, tidak ada makhluk yang takdirnya tidak diatur oleh Allah dan tidak patuh kepada-Nya. Bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) mengatakan kepadanya, "… Jadilah…," lalu jadilah ia. (al-Baqarah: 117)

Orang musyrik tidak memahami kenyataan penting ini dan mereka menghabiskan seluruh hidupnya untuk menggunakan alam ini dalam mengejar impian semu. Orang beriman, dengan cara yang lain, mempelajari keagungan misteri ini dari Al-Qur`an. Mereka menyadari bahwa satu-satunya jalan untuk mencapai yang mereka inginkan adalah dengan memohon kepada Yang mengawasi mereka. Mereka mengetahui bahwa Allahlah Sang Pencipta dan Pengatur segala sesuatu,

"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo`a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran." (al-Baqarah: 186)

Akan tetapi, haruslah dipahami bahwa Allah tidak harus mengabulkan semua yang diinginkan dari-Nya. Bagi orang-orang yang jahil, "Dan manusia mendo`a untuk kejahatan sebagaimana ia mendo`a untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa." (al-Israa`: 11) Dengan demikian, Allah menjawab semua do'a kita, namun terkadang mengabulkan, terkadang tidak bila ternyata akan menimbulkan "keburukan" yang nyata.

Cara berdo'a juga dijelaskan dalam Al-Qur`an: dengan kerendahan hati dan suara yang lembut, keihlasan, dalam hati kita berharap, namun takut pada Allah, serta dengan kesungguhan,

"Berdo'alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut... berdo'alah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya, rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik." (al-A'raaf: 55-56)

Dalam ayat lain dikatakan, "Hanya milik Allah asma`ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma`ul husna itu...." (al-A'raaf: 180)

Sebenarnya, do'a-do'a kita merupakan pengakuan atas kelemahan kita dengan menunjukkan rasa terima kasih kepada Allah. Tanpa berdo'a berarti menunjukkan kesombongan dan pembangkangan kepada Allah. Allah menyatakan,

"Dan Tuhanmu berfirman, 'Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya, orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.'" (al-Mu'min: 60)

Berdo'a pada Allah adalah ibadah dan juga rahmat yang besar. Tindak permohonan yang mudah ini merupakan kunci untuk mencapai tujuan, baik dunia maupun akhirat.

Tafsir Q.S. Al Baqarah: 108

ุฃَู…ْ ุชُุฑِูŠุฏُูˆู†َ ุฃَู†ْ ุชَุณْุฃَู„ُูˆุง ุฑَุณُูˆู„َูƒُู…ْ ูƒَู…َุง ุณُุฆِู„َ ู…ُูˆุณَู‰ ู…ِู†ْ ู‚َุจْู„ُ ูˆَู…َู†ْ ูŠَุชَุจَุฏَّู„ِ ุงู„ْูƒُูْุฑَ ุจِุงู„ุฅูŠู…َุงู†ِ ูَู‚َุฏْ ุถَู„َّ ุณَูˆَุงุกَ ุงู„ุณَّุจِูŠู„ِ

Apakah kamu menghendaki untuk meminta kepada Rasul kamu seperti Bani Israel meminta kepada Musa pada zaman dahulu? Dan barangsiapa yang menukar iman dengan kekafiran, maka sungguh orang itu telah sesat dari jalan yang lurus. (Q.S. Al Baqarah: 108)

Allah swt. mencela sikap orang-orang Yahudi yang menghina orang-orang Islam, karena adanya penasakhan hukum karena perintah Allah. Dalam hal ini Allah s.w.t. menyindir mereka, apakah mereka ingin mengulang perbuatan nenek moyang mereka, yaitu mengemukakan persoalan kepada Rasul sebagaimana nenek moyang mereka menanyakan sesuatu kepada Nabi Musa a.s. ataukah mereka itu ingin meminta kepada Nabi Muhammad s.a.w. agar supaya beliau mendatangkan hukum yang lain dari hukum yang telah ditetapkan seperti halnya nenek moyang mereka itu mengajukan yang tidak semestinya kepada Nabi Musa a.s.

Firman Allah swt.:

ูŠَุณْุฃَู„ُูƒَ ุฃَู‡ْู„ُ ุงู„ْูƒِุชَุงุจِ ุฃَู†ْ ุชُู†َุฒِّู„َ ุนَู„َูŠْู‡ِู…ْ ูƒِุชَุงุจًุง ู…ِู†َ ุงู„ุณَّู…َุงุกِ ูَู‚َุฏْ ุณَุฃَู„ُูˆุง ู…ُูˆุณَู‰ ุฃَูƒْุจَุฑَ ู…ِู†ْ ุฐَู„ِูƒَ ูَู‚َุงู„ُูˆุง ุฃَุฑِู†َุง ุงู„ู„َّู‡َ

Artinya:
Ahli Kitab meminta kepadamu agar kamu menurunkan kepada mereka sebuah kitab dari langit. Maka sesunguhnya mereka telah meminta kepada Musa yang lebih besar dari itu. Mereka berkata, "Perlihatkanlah Allah kepada kami dengan nyata." (Q.S. An Nisa': 153)

Kemudian Allah s.w.t. memberikan ancaman kepada orang-orang Yahudi, bahwa orang-orang yang tidak memegangi ayat-ayat Allah dengan alasan ingin mencari hukum yang lain yang menurut pertimbangannya lebih baik berarti ia telah mengganti imannya dengan kekafiran, lebih mencintai kesesatan daripada hidayah, serta ia telah jauh dari kebenaran. Dan barangsiapa yang melampaui hukum-hukum Allah, berarti ia telah jatuh ke dalam lembah kesesatan.

Dalam ayat ini terdapat petunjuk bagi orang-orang Islam, yaitu agar mereka mengerjakan apa yang diperintahkan Rasulullah s.a.w. dan menjauhi segala larangannya. Juga terdapat larangan meminta sesuatu yang di luar ketentuan hukum yang sudah ada.

Tafsir Q.S. Al Baqarah: 107

ุฃَู„َู…ْ ุชَุนْู„َู…ْ ุฃَู†َّ ุงู„ู„َّู‡َ ู„َู‡ُ ู…ُู„ْูƒُ ุงู„ุณَّู…َุงูˆَุงุชِ ูˆَุงู„ุฃุฑْุถِ ูˆَู…َุง ู„َูƒُู…ْ ู…ِู†ْ ุฏُูˆู†ِ ุงู„ู„َّู‡ِ ู…ِู†ْ ูˆَู„ِูŠٍّ ูˆَู„ุง ู†َุตِูŠุฑٍ

Tiadakah kamu mengetahui bahwa kerajaan langit dan bumi adalah kepunyaan Allah? Dan tiada bagimu selain Allah seorang pelindung maupun seorang penolong. (Q.S. Al Baqarah: 107)

Allah swt. menjelaskan bahwa Dia mempunyai kerajaan langit dan bumi, dengan kata lain bahwa langit dan bumi serta seluruh isinya tunduk di bawah kekuasaan-Nya, di bawah perintah dan larangan-Nya. Oleh sebab itu Allah swt. berkuasa pula untuk menasakhkan hukum dan menetapkan hukum yang lain menurut kehendak-Nya, apabila menurut pertimbangan-Nya ada manfaat bagi seluruh manusia karena hukum yang lama sudah dipandang tidak sesuai lagi. Maka Allah swt. memberikan penegasan kepada orang-orang Islam bahwa Allahlah yang memberikan pertolongan dan bantuan kepada mereka. Oleh sebab itu orang-orang mukmin dilarang memperdulikan orang-orang Yahudi yang mengingkari perubahan hukum itu, bahkan menghina karena sikap orang-orang Yahudi yang demikian itu sedikit pun tidak akan memberikan mudarat kepada orang-orang mukmin.

Tafsir Q.S. Al Baqarah: 107

ุง ู†َู†ْุณَุฎْ ู…ِู†ْ ุขูŠَุฉٍ ุฃَูˆْ ู†ُู†ْุณِู‡َุง ู†َุฃْุชِ ุจِุฎَูŠْุฑٍ ู…ِู†ْู‡َุง ุฃَูˆْ ู…ِุซْู„ِู‡َุง ุฃَู„َู…ْ ุชَุนْู„َู…ْ ุฃَู†َّ ุงู„ู„َّู‡َ ุนَู„َู‰ ูƒُู„ِّ ุดَูŠْุกٍ ู‚َุฏِูŠุฑٌ

Tiadakah kamu mengetahui bahwa kerajaan langit dan bumi adalah kepunyaan Allah? Dan tiada bagimu selain Allah seorang pelindung maupun seorang penolong. (Q.S. Al Baqarah: 107)

Allah swt. menjelaskan bahwa Dia mempunyai kerajaan langit dan bumi, dengan kata lain bahwa langit dan bumi serta seluruh isinya tunduk di bawah kekuasaan-Nya, di bawah perintah dan larangan-Nya. Oleh sebab itu Allah swt. berkuasa pula untuk menasakhkan hukum dan menetapkan hukum yang lain menurut kehendak-Nya, apabila menurut pertimbangan-Nya ada manfaat bagi seluruh manusia karena hukum yang lama sudah dipandang tidak sesuai lagi. Maka Allah swt. memberikan penegasan kepada orang-orang Islam bahwa Allahlah yang memberikan pertolongan dan bantuan kepada mereka. Oleh sebab itu orang-orang mukmin dilarang memperdulikan orang-orang Yahudi yang mengingkari perubahan hukum itu, bahkan menghina karena sikap orang-orang Yahudi yang demikian itu sedikit pun tidak akan memberikan mudarat kepada orang-orang mukmin.

Tafsir Q.S. Al Baqarah: 106

ู…َุง ู†َู†ْุณَุฎْ ู…ِู†ْ ุขูŠَุฉٍ ุฃَูˆْ ู†ُู†ْุณِู‡َุง ู†َุฃْุชِ ุจِุฎَูŠْุฑٍ ู…ِู†ْู‡َุง ุฃَูˆْ ู…ِุซْู„ِู‡َุง ุฃَู„َู…ْ ุชَุนْู„َู…ْ ุฃَู†َّ ุงู„ู„َّู‡َ ุนَู„َู‰ ูƒُู„ِّ ุดَูŠْุกٍ ู‚َุฏِูŠุฑٌ

Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tiadakah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu? (Q.S. Al Baqarah: 106)

Allah swt. menjelaskan bahwa ayat manapun juga yang dinasakhkan hukumnya, atau diganti dengan ayat yang lain atau ayat yang ditinggalkan, akan menggantinya dengan ayat yang lebih baik yang lebih sesuai dengan kemaslahatan hamba-hamba-Nya, atau menggantinya dengan ayat yang sama nilainya dengan hukum yang lalu.

Adapun hikmah diadakannya pergantian atau perubahan ayat ialah karena nilai kemanfaatannya berbeda-beda menurut waktu dan tempat, kemudian dihapuskan, atau diganti dengan hukum yang lebih baik, atau dengan ayat yang sama nilainya adalah karena ayat diubah atau diganti itu tidak sesuai lagi dengan kepentingan masyarakat sehingga apabila diadakan perubahan atau pergantian termasuk suatu tindakan yang bijaksana.

Bagi yang berpendapat bahwa ayat ini ialah tanda kenabian (mukjizat) yang dijadikan penguat kenabian, maka ayat ini diartikan bahwa Allah swt. tidak akan menghapuskan sesuatu tanpa kenabian salah seorang nabi, yang digunakan untuk penguat kenabiannya, atau tidak akan mengubah tanda kenabian yang terdahulu dengan tanda kenabian yang datang kemudian atau meninggalkan tanda-tanda kenabian itu, karena telah berselang beberapa abad lamanya, terkecuali Allah yang mempunyai kekuasaan yang tidak terbatas memberikan tanda kenabian itu yang lebih baik, baik ditinjau dari segi kemantapannya maupun dari tetapnya kenabian itu, dan karena kekuasaannya yang tidak terbatas, maka hak untuk memberikan tanda kenabian kepada para nabi-Nya tidak dapat dihalang-halangi.

Penasakhan ayat adakalanya terjadi dengan ayat yang lebih ringan hukumnya seperti dihapusnya idah wanita yang ditinggal mati suaminya dari setahun menjadi 4 bulan 10 hari, atau dengan ayat yang sama hukumnya seperti perintah untuk menghadapkan muka ke Baitul Makdis pada waktu mendirikan salat diubah menjadi menghadapkan muka ke Kakbah. Atau dengan hukum yang lebih berat, seperti perang yang tadinya tidak diwajibkan pada orang Islam menjadi diwajibkan.

Ayat ini tidak hanya ditujukan kepada Nabi Muhammad saw. akan tetapi juga ditujukan kepada orang-orang Islam, yang merasa sakit hatinya mendengar cemoohan orang-orang Yahudi kepada Nabi Muhammad saw. Orang-orang yang tipis imannya, tentu mudah dipengaruhi sehingga hatinya mudah menjadi ragu-ragu. Itulah sebabnya maka Allah swt. menegaskan bahwa Allah swt. Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan apabila berkehendak untuk menasakhkan hukum tidak dapat dicegah karena masalah hukum itu termasuk dalam kekuasaan-Nya.

Tafsir Q.S. Al Baqarah: 105

ู…َุง ูŠَูˆَุฏُّ ุงู„َّุฐِูŠู†َ ูƒَูَุฑُูˆุง ู…ِู†ْ ุฃَู‡ْู„ِ ุงู„ْูƒِุชَุงุจِ ูˆَู„ุง ุงู„ْู…ُุดْุฑِูƒِูŠู†َ ุฃَู†ْ ูŠُู†َุฒَّู„َ ุนَู„َูŠْูƒُู…ْ ู…ِู†ْ ุฎَูŠْุฑٍ ู…ِู†ْ ุฑَุจِّูƒُู…ْ ูˆَุงู„ู„َّู‡ُ ูŠَุฎْุชَุตُّ ุจِุฑَุญْู…َุชِู‡ِ ู…َู†ْ ูŠَุดَุงุกُ ูˆَุงู„ู„َّู‡ُ ุฐُูˆ ุงู„ْูَุถْู„ِ ุงู„ْุนَุธِูŠู…ِ

Orang-orang kafir dari Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tiada menginginkan diturunkannya sesuatu kebaikan kepadamu dari Tuhanmu. Dan Allah menentukan siapa yang dikehendaki-Nya (untuk diberi) rahmat-Nya (kenabian); dan Allah mempunyai karunia yang besar. (Q.S. Al Baqarah: 105)

Allah swt. menerangkan bahwa para Ahli Kitab yang terdiri dari orang-orang Yahudi, Nasrani begitu pula orang-orang musyrik, tidak mau percaya kepada Nabi Muhammad karena mereka itu iri hati karena ia diberi Kitab oleh Allah swt. yang lebih baik. Mereka sedikitpun tidak mau mengakui bahwa Alqur'anul Karim itu kitab yang paling banyak mengandung kebaikan dan penuh hidayah. Dengan Alquran itulah Allah swt. menghimpun dan menyatukan umat serta melenyapkan penyakit syirik yang bersarang di hati mereka juga memberikan beberapa prinsip peraturan hidup dan penghidupan mereka.

Demikian juga halnya orang-orang musyrik, setelah mereka melihat kenyataan bahwa makin lama Alquran makin nampak kebenarannya, dan menjadi pendorong yang kuat bagi perjuangan orang-orang Islam, mereka pun berusaha sekuat tenaga untuk menguasai keadaan, dan menghancurkan perjuangan umat Islam hingga lenyap sama sekali.

Meskipun demikian mereka tidak akan dapat merealisir angan-angan mereka karena Allah swt. telah menentukan kehendaknya, memilih orang yang dikehendaki semata-mata karena rahmat-Nya belaka. Dia pulalah yang melimpahkan keutamaan bagi orang yang dipilih untuk diberi kenabian. Dia pula yang melimpahkan kebaikan dan keutamaan, sehingga seluruh hamba-Nya bersenang-senang dalam lautan kebahagiaan. Maka tidak seharusnyalah apabila ada seorang hamba Allah yang merasa dengki kepada seseorang yang telah diberi kebaikan dan keutamaan, karena saluran kebaikan dan keutamaan itu datangnya dari Allah swt. semata.

Menundukkan Hawa Nafsu

ุนู† ุฃุจูŠ ู…ุญู…ุฏ ุนุจุฏุงู„ู„ู‡ ุจู† ุนู…ุฑูˆ ุจู† ุงู„ุนุงุต ุฑุถูŠ ุงู„ู„ู‡ ุนู†ู‡ู…ุง ู…ุง ู‚ุงู„ ู‚ุงู„ ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… - ู„ุง ูŠุคู…ู† ุฃุญุฏูƒู… ุญุชู‰ ูŠูƒูˆู† ู‡ูˆุงู‡ ุชุจุนุงُ ู„ู…ุง ุฌุฆุช ุจู‡ - ุญุฏูŠุซ ุตุญูŠุญ ุฑูˆูŠู†ุงู‡ ููŠ ูƒุชุงุจ ุงู„ุญุฌุฉ ุจุฅุณู†ุงุฏ ุตุญูŠุญ
Dari Abu Muhammad, Abdullah bin Amr bin Al ‘Ash radhiallahu 'anhuma, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam telah bersabda, “Tidak sempurna iman seseorang di antara kamu sehingga hawa nafsunya tunduk kepada apa yang telah aku sampaikan”. (Hadits hasan shahih dalam kitab Al Hujjah)

Hadits ini semakna dengan firman Allah, “Demi Tuhanmu, mereka tidak dikatakan beriman sebelum mereka berhukum kepada kamu mengenai perselisihan sesama mereka dan mereka tidak merasa berat hati atas keputusan kamu serta menerima dengan pasrah sepenuhnya”. (QS. 4 : 65)

Sebab turunnya ayat ini ialah karena Zubair bersengketa dengan seorang sahabat dari golongan Anshar dalam perkara air. Kedua orang ini datang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam untuk mendapatkan keputusan. Lalu Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda, “Wahai Zubair, alirkanlah dan tuangkanlah air kepada tetanggamu itu”.

Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam menganjurkan kepada Zubair untuk bersikap memudahkan dan toleransi. Akan tetapi, sahabat Anshar itu berkata, “Apakah karena dia anak bibimu?” Maka merahlah wajah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam kemudian sabda beliau, “Wahai Zubair, tutuplah alirannya sampai airnya naik ke atas pagar kemudian biarkanlah hingga tumpah”.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam melakukan hal semacam itu untuk memberi isyarat kepada Zubair bahwa apa yang diputuskan beliau mengandung mashlahat bagi golongan Anshar. Tatkala orang Ashar memahami sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam itu, maka Zubair menyadari apa yang menjadi hak dan kewajibannya. Karena kejadian itulah ayat ini turun.

Hadits yang shahih dari Nabi, beliau bersabda, “Demi diriku yang ada di dalam kekuasaan-Nya, seseorang di antara kamu tidak dikatakan beriman sebelum ia mencintai aku lebih dari cintanya kepada bapaknya, anaknya, dan semua manusia”.

Abu Zinad berkata, “Hadits ini termasuk kalimat pendek yang padat berisi, karena di dalam kalimat ini digunakan kalimat yang singkat tetapi maknanya luas. Cinta itu ada tiga macam, yaitu cinta yang didorong oleh rasa menghormati dan memuliakan seperti cinta kepada orang tua, cinta didorong oleh kasih sayang seperti mencintai anak dan cinta karena saling mengharapkan kebaikan seperti mencintai orang lain”.

Ibnu Bathal berkata, “Hadits di atas maksudnya ---Wallaahu a’lam--- adalah barang siapa yang ingin imannya menjadi sempurna, maka ia harus mengetahui bahwa hak dan keutamaan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam lebih besar daripada hak bapaknya, anaknya dan semua manusia, karena melalui Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam inilah Allah menyelamatkan dirinya dari neraka dan memberinya petunjuk sehingga terjauh dari kesesatan. Jadi, maksud Hadits di atas adalah mengorbankan diri dan jiwa untuk membela Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam berperang melawan bapak mereka atau anak mereka atau saudara mereka (yang melawan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam). Abu Ubaidah telah membunuh bapaknya karena menyakiti Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Abu Bakar menghadapi anaknya, Abdurrahman, dalam perang Badar dan hampir saja anak itu dibunuhnya. Barang siapa melakukan hal semacam ini, sungguh ia dapat dikatakan kemauan-kemauannya tunduk kepada apa yang diajarkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam kepadanya.

Tafsir Q.S. Al Baqarah: 104

ูŠَุง ุฃَูŠُّู‡َุง ุงู„َّุฐِูŠู†َ ุขู…َู†ُูˆุง ู„ุง ุชَู‚ُูˆู„ُูˆุง ุฑَุงุนِู†َุง ูˆَู‚ُูˆู„ُูˆุง ุงู†ْุธُุฑْู†َุง ูˆَุงุณْู…َุนُูˆุง ูˆَู„ِู„ْูƒَุงูِุฑِูŠู†َ ุนَุฐَุงุจٌ ุฃَู„ِูŠู…ٌ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad), "Raa`ina", tetapi katakanlah, "Unzhurna", dan "dengarlah". Dan bagi orang-orang kafir siksaan yang pedih. (Q.S. Al Baqarah: 104)

Allah swt. melarang para sahabat Nabi mengucapkan kata-kata "Raa'inaa" yang biasa mereka ucapkan kepada Nabi yang kemudian ditiru oleh orang Yahudi dengan merobah bunyinya sehingga menimbulkan pengertian yang buruk guna mengejek Nabi.

Akan tetapi Allah swt. mengajarkan kepada orang mukmin untuk mengatakan "Unzurnaa" yang mengandung maksud harapan kepada Rasulullah saw. agar dapat memperhatikan keadaan para sahabat.

Allah swt. juga memperhatikan orang-orang mukmin untuk mendengarkan sebaiknya pelajaran-pelajaran agama yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw. yang mengandung pula perintah untuk tunduk dan melaksanakan apa saja yang diperintahkan Nabi, serta menjauhi larangannya.

Kemudian Allah swt. dalam ayat ini memberikan ancaman bahwa orang-orang kafir yang tidak mau memperhatikan ajaran yang disampaikan Nabi Muhammad saw. akan mendapatkan siksaan yang pedih.

Tafsir Q.S. Al Baqarah: 103

ูˆَู„َูˆْ ุฃَู†َّู‡ُู…ْ ุขู…َู†ُูˆุง ูˆَุงุชَّู‚َูˆْุง ู„َู…َุซُูˆุจَุฉٌ ู…ِู†ْ ุนِู†ْุฏِ ุงู„ู„َّู‡ِ ุฎَูŠْุฑٌ ู„َูˆْ ูƒَุงู†ُูˆุง ูŠَุนْู„َู…ُูˆู†َ

Sesungguhnya kalau mereka beriman dan bertakwa, (niscaya mereka akan mendapat pahala), dan sesungguhnya pahala dari sisi Allah adalah lebih baik, kalau mereka mengetahui. (Q.S. Al Baqarah: 103)

Allah swt. menerangkan bahwa jika orang-orang Yahudi percaya kepada Kitab mereka dan bertakwa, tentulah mereka akan mendapat pahala yang besar.

Selanjutnya Allah menerangkan bahwa mereka itu dalam setiap perbuatan dan kepercayaan tidak didasarkan pada ilmu pengetahuan yang benar, karena kalau mereka mendasarkan kepercayaan dan perbuatannya itu pada ilmu pengetahuan, tentulah mereka percaya pada Nabi Muhammad saw., dan mengikutinya, dan tentulah mereka tergolong pada orang-orang yang berbabagia. Akan tetapi kenyataannya mereka itu hanya mengikuti dugaan dan bertaklid semata. Sebenarnya di antara perbuatan mereka yang keterlaluan ialah mereka menyalahi isi kitab Taurat itu, dan mereka bergerak di bawah kekuasaan hawa nafsu dan kemauan mereka, sehingga mereka jatuh dalam kesesatan.

Tafsir Q.S. Al Baqarah: 102

ูˆَุงุชَّุจَุนُูˆุง ู…َุง ุชَุชْู„ُูˆ ุงู„ุดَّูŠَุงุทِูŠู†ُ ุนَู„َู‰ ู…ُู„ْูƒِ ุณُู„َูŠْู…َุงู†َ ูˆَู…َุง ูƒَูَุฑَ ุณُู„َูŠْู…َุงู†ُ ูˆَู„َูƒِู†َّ ุงู„ุดَّูŠَุงุทِูŠู†َ ูƒَูَุฑُูˆุง ูŠُุนَู„ِّู…ُูˆู†َ ุงู„ู†َّุงุณَ ุงู„ุณِّุญْุฑَ ูˆَู…َุง ุฃُู†ْุฒِู„َ ุนَู„َู‰ ุงู„ْู…َู„َูƒَูŠْู†ِ ุจِุจَุงุจِู„َ ู‡َุงุฑُูˆุชَ ูˆَู…َุงุฑُูˆุชَ ูˆَู…َุง ูŠُุนَู„ِّู…َุงู†ِ ู…ِู†ْ ุฃَุญَุฏٍ ุญَุชَّู‰ ูŠَู‚ُูˆู„ุง ุฅِู†َّู…َุง ู†َุญْู†ُ ูِุชْู†َุฉٌ ูَู„ุง ุชَูƒْูُุฑْ ูَูŠَุชَุนَู„َّู…ُูˆู†َ ู…ِู†ْู‡ُู…َุง ู…َุง ูŠُูَุฑِّู‚ُูˆู†َ ุจِู‡ِ ุจَูŠْู†َ ุงู„ْู…َุฑْุกِ ูˆَุฒَูˆْุฌِู‡ِ ูˆَู…َุง ู‡ُู…ْ ุจِุถَุงุฑِّูŠู†َ ุจِู‡ِ ู…ِู†ْ ุฃَุญَุฏٍ ุฅِู„ุง ุจِุฅِุฐْู†ِ ุงู„ู„َّู‡ِ ูˆَูŠَุชَุนَู„َّู…ُูˆู†َ ู…َุง ูŠَุถُุฑُّู‡ُู…ْ ูˆَู„ุง ูŠَู†ْูَุนُู‡ُู…ْ ูˆَู„َู‚َุฏْ ุนَู„ِู…ُูˆุง ู„َู…َู†ِ ุงุดْุชَุฑَุงู‡ُ ู…َุง ู„َู‡ُ ูِูŠ ุงู„ุขุฎِุฑَุฉِ ู…ِู†ْ ุฎَู„ุงู‚ٍ ูˆَู„َุจِุฆْุณَ ู…َุง ุดَุฑَูˆْุง ุจِู‡ِ ุฃَู†ْูُุณَู‡ُู…ْ ู„َูˆْ ูƒَุงู†ُูˆุง ูŠَุนْู„َู…ُูˆู†َ

Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan, "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudarat dengan sihirnya kepada seorang pun kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudarat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barang siapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui. (Q.S. Al Baqarah: 102)

Orang-orang Yahudi mengikuti sihir yang dibacakan oleh setan di masa Sulaiman putra Daud meskipun mereka tahu, bahwa yang demikian itu sebenarnya salah. Mereka menuduh bahwa Nabi Sulaiman yang menghimpun kitab yang mengandung sihir dan menyimpan di bawah tahtanya, kemudian dikeluarkan dan disiarkan.

Dugaan serupa itu adalah suatu pemalsuan dan perbuatan yang dipengaruhi oleh hawa nafsu. Sebenarnya mereka hanya menghubung-hubungkan sihir itu pada Nabi Sulaiman. Nabi Sulaiman tidak mengajarkan atau mempraktekkan sihir karena beliau mengetahui bahwa perbuatan yang demikian itu termasuk mengingkari Tuhan, apalagi kalau ditinjau dari kedudukannya sebagai nabi mustahillah kalau beliau itu mempraktekkan sihir.

Sihir itu sebenarnya adalah tipuan dan sulapan yang hanya dilakukan oleh setan, baik yang berbentuk manusia ataupun yang berbentuk jin.

Kisah tentang sihir banyak dituturkan dalam Alquran terutama dalam kisah Musa dan Fir'aun. Dalam kitab itu diterangkan sifat-sifat sihir, bahwa sihir itu adalah sulapan yang menipu pandangan mata, sehingga orang yang melihat mengira, bahwa yang terlihat seolah-olah keadaan yang sebenarnya. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah swt.

ูˆَุนِุตِูŠُّู‡ُู…ْ ูŠُุฎَูŠَّู„ُ ุฅِู„َูŠْู‡ِ ู…ِู†ْ ุณِุญْุฑِู‡ِู…ْ ุฃَู†َّู‡َุง ุชَุณْุนَู‰

Artinya:
Terbayang kepada Musa seakan-akan tongkat itu merayap cepat lantaran sihir mereka. (Q.S. Taha: 66)

Dan sesuai dengan firman Allah swt.:

ุณَุญَุฑُูˆุง ุฃَุนْูŠُู†َ ุงู„ู†َّุงุณِ ูˆَุงุณْุชَุฑْู‡َุจُูˆู‡ُู…ْ

Artinya:
Mereka menyulap mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut. (Q.S. Al A'raf: 116)

Sihir itu termasuk sesuatu yang tersembunyi yang hanya diketahui oleh sebahagian manusia saja.

Akan tetapi apa yang telah terjadi menunjukkan bahwa kedua malaikat itu, tidak mampu memberikan pengaruh gaib yang melebihi kemampuan manusia bahkan yang disebut kekuatan gaib oleh mereka itu hanyalah kemahiran dalam menguasai sebab-sebab yang mempunyai perpautan dengan akibat yang dilakukan. Hal ini hanyalah terjadi karena izin Allah semata-mata sesuai dengan hukum yang telah ditetapkan Allah.

Dalam praktek, tukang-tukang sihir itu membaca mantera dengan menyebut nama-nama setan dan raja-raja jin agar timbul kesan seolah-olah manteranya itu dikabulkan oleh raja jin. Atas dasar praktek mereka inilah timbul anggapan yang merata dalam lapisan masyarakat, bahwa sihir itu dibantu oleh setan. Kemudian orang-orang Yahudi yang sezaman dengan Nabi Muhammad saw. menyebarluaskan sihir itu di kalangan orang-orang Islam dengan tujuan untuk menyesatkan. Mereka dapati sihir itu dari nenek moyang mereka yang mengatakan sihir itu dari Sulaiman a.s. Padahal kedua malaikat tidak mengajarkan sihir kepada seorang pun, sebelum memberikan nasihat agar orang jangan mengamalkan sihir itu, sebab orang-orang yang mempraktekkah sihir itu adalah kafir.

Ayat ini sebenarnya tidak menunjukkan hakikat sihir. Apakah sihir itu berpengaruh secara tabi'i ataukah pengaruh itu disebabkan oleh sesuatu yang sangat misteri, juga tidak diterangkan apakah sihir itu dapat memberi pengaruh kepada manusia dengan cara yang tidak biasa, ataukah sihir itu sama sekali tidak memberikan pengaruh apa-apa.

Ringkasnya, Allah swt. tidak memberikan keterangan-keterangan secara terperinci. Andaikan Allah memandang baik menerangkan hakikat sihir itu dan bermanfaat bagi manusia, tentulah Allah akan menerangkannya secara terperinci.

Seterusnya Allah swt. menjelaskan bahwa sihir itu tidak memberikan manfaat sedikit pun kepada manusia, bahkan memberikan mudarat. Oleh sebab itulah Allah mengancam orang-orang yang mempraktekkannya dengan siksaan. Sebetulnya orang-orang Yahudi pun telah mengetahui bahwa sihir itu memudaratkan manusia yang seharusnya mereka membencinya. Akan tetapi karena adanya maksud jahat yang terkandung dalam hati mereka untuk menyesatkan orang Islam, mereka pun mau mengerjakannya juga. Oleh sebab itulah Allah mencela perbuatan sihir dan memasukkan orang yang mengerjakan perbuatan sihir itu ke dalam golongan yang memilih perbuatan sesat. Selanjutnya Allah menegaskan bahwa di akhirat mereka tidak akan mendapat kebahagiaan sedikit pun. Karena mereka yang telah memilih perbuatan sihir, berarti mereka telah menyalahi hukum yang termuat dalam Kitab Taurat, padahal dalam kitab mereka sendiri terdapat juga ketentuan bahwa orang yang mengikuti bisikan jin, setan dan dukun itu sama hukumnya dengan orang yang menyembah berhala dan patung.

Lebih jauh Allah swt. menjelaskan bahwa sihir yang mereka kerjakan itu sangat jelek. Allah menggambarkan orang yang memilih perbuatan sihir sebagai kesenangannya itu seperti orang yang menjual iman dengan kesesatan. Gambaran serupa ini gunanya untuk menyingkap selubung mereka, agar supaya kesadarannya dapat terbuka dan mengetahui bahwa manusia itu diciptakan Allah untuk berbakti kepada Allah. Dengan kata lain, andaikata mereka mengetahui kesesatan orang yang mempelajari dan mempraktekkan sihir, tentulah mereka tidak akan melakukannya. Akan tetapi mereka telah jauh tertipu, sehingga mereka beranggapan bahwa sihir itu termasuk ilmu pengetahuan, dan mereka merasa puas dengan ilmu yang tak terbukti kebenarannya dan tidak memberikan pengaruh apa pun kepada jiwa seseorang kecuali dengan izin Allah.

Ikhlas Mensehatkan Ruhani Manusia

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (QS. AL-Anfal : 2)

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (Q.S. AR-R’ad : 28)

Ikhlas dapat menyehatkan ruhani manusia, karena ikhlas merupakan suatu bentuk perasaan positif yang sangat tinggi, suatu betuk perasaan yang sullit di gambarkan, karena menandakan kepercayaan yang sangat tinggi bahwa segala sesuatu yang di jalani manusia mulai ucapan, tindakan, dan perbuatan dalam hidupnya pasti memiliki nilai positif. Ikhlas adalah sebuah energi perasaan hati yang sangat kuat, yang mampu merubah semua perasaan negative, menjadi perasaan positif di segala situasi dan keadaan hidup manusia.

Seseorang yang ikhlas baru akan tentram hatinya, setelah ia mengingat Allah SWT di dalam hatinya. Hati adalah kekuatan yang Maha Dahsyat, yang akan di anugerahkan Allah pada diri manusia. Transformasi pengembangan diri manusia saat ini, akan menuntut pemberdayaaan potensi ruhiah manusia yang lebih besar lagi, banyak temuan baru di bidang genetika prilaku dan neurobilologi. Seperti yang di ungkapkan Dean Hamer dalam buku “Gen Tuhan” menjelaskan bahwa setiap manusia sudah di warisi dalam dirinya, kecenderungan yang membuat otaknya haus sekaligus siap menerima tuntunan “kekuatan yang lebih tinggi” yaitu kekuatan Tuhan yang maha kuasa (Allah).

Karena itu sudah saatnya lah kita fokus pada pengembangan diri yang berbasis pada ruhani manusia. Sebuah proses pengambangan diri yang memfokuskan kepasrahan total manusia pada kekuatan dan motivasi ketuhanan. Kita sudah sering mendengar proses transformasi diri yang malah melambungkan ego dan kesombongan manusia. Mungkin telah berhasil menciptakan kemudahan dan kenyamanan hidup, tetapi sedikit berhasil dalam memberi sumbangsih untuk kebahagiaan hidup.

Kita sering menyaksikan kesuksesan duniawi seseorang, malah semakin menjauhinya dari rasa kebahagiaan yang dia cari. Seperti menggali sumur tanpa dasar untuk menyegarkan dahaga yang tak terpuaskan. Sebab sejengkal kesuksesan yang berhasil di raih manusia, harus di bayar oleh jurang penderitaan yang menganga di antara pengorbanan hasil yang di peroleh.

Manusia perlu proses pengembangan diri yang bisa merubah manusia sampai ke tingkat sel DNA-nya. Suatu proses yang mampu menggabungkan kekuatan IQ (Inteleqtual Quotien), EQ (Emotional Quotien), dan SQ (Spiritual Quotien) yang cerdas, Ilmiah dan Efektif. Perasaan positif (positive Feeling) dan terkabulnya doa (Goal Praying) justru secara komprehensip dan integratif mengandalkan kekuatan diri dan Tuhan akan menghasilkan power (ikhlas), untuk menciptakan kebahagiaan hidup saat ini juga.

Manusia sering mengalami stres di karenakan masalah-masalah yang di hadapinya, juga kecewa karena hasil dari yang ia kerjakan tidak sesuai dengan apa yang ia harapkan. Terkadang seseorang merasa berhak untuk menentukan masalah yang datang, juga keberhasilan pekerjaan yang sesuai dengan keinginan pribadi dia. akibatnya ketika masalah datang, juga hasil pekerjaan tidak sesuai dari apa yang ia harapkan, dirinya menjadi stres, marah, kecewa, hingga putus asa.

Manusia terkadang sering lupa bahwa sebenarnya masalah yang datang menguji dirinya, juga keberhasilan pekerjaan dari sesuatu yang kita usahakan adalah mutlak kewenangan Allah SWT. Manusia hanya di perintahkan untuk “Berikhtiar” Sekuat tenaga dengan langkah-langkah terbaiknya, tetapi setelah itu ia di perintahkan juga “Berserah Diri” dalam Ibadah, pengharapan, dan do’a-doanya untuk menerima segala hasil, juga keputusan yang telah di tetapkan Allah SWT kepadanya.

“Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya.” (Q.S. AN-Nisaa : 125)

Seperti yang tadi di jelaskan ikhlas adalah sebuah kepercayaan yang tinggi bahwa apa yang ada di hadapi manusia dalam hidupnya (baik masalah maupun hasil akhir usaha), memiliki nilai-nilai positif yang pasti akan membawa kebaikan. Karena dengan ikhlas, manusia dapat melihat sesuatu yang baik di balik semua yang ia hadapi, walaupun sesuatu yang ia hadapi itu buruk dan mengecewakan menurut dirinya. Kalau seperti itu, dengan ikhlas atomatis semua pikiran dan perasaan negative akan berubah menjadi pikiran dan perasaan yang positif.

Dengan ikhlas seseorang akan hidup dengan hati dan pikiran positif. Energi positif dalam diri seorang ikhlas akan memancar ke Alam Semesta, dan getarannya akan memantul ke setiap jiwa-jiwa yang bersentuhan dengannya, mendamaikan jiwa di antara manusia, menyejukkan lingkungan di sekitarnya, membahagiakan setiap insan yang memandang, dan menebarkan cinta di hati jiwa-jiwa yang cemas, gelisah, takut, khawatir, marah, kecewa, dan kesepian. Karena ikhlas akan menetramkan hati manusia-manusia yang berada dalam “Kehampaan Spiritual”.

Karena itu, mulai lah saat ini jadilah manusia-manusia yang ikhlas. Sebab keikhlasan akan menyehatkan ruhani manusia, dengan keikhlasan sukses dan kebahagiaan hidup tidak akan menjadi angan-angan. Mengikhlaskan ruhani ternyata memiliki kekuatan yang amaat sangat luar biasa. Ilmu pengetahuan modern berhasil menemukan kekuatan ruhani manusia, para ahli saraf (neurolog) menemukan bahwa jantung manusia memiliki 40.000 sel saraf, hal tersebut membuktikan bahwa hati manusia ibarat otak yang berada dalam tubuh. Selain itu, para ilmuwan membuktikan bahwa hati manusia ibarat otak yang berada dalam tubuh. Selain itu, para ilmuwan juga menemukan bahwa kualitas elektromagnetik jantung, 5000 kali lebih kuat dari pada otak.

Dengan kata lain, apabila seseorang mengeluarkan enargi ikhlas dengan kekuatan pikirannya sebesar 1 watt (positif thingking), maka kemampuan energi ikhlas dengan kekuatan ruhani bisa di maksimalkan hingga 5000 watt. Coba bayangkan, seberapa besar kekuatan ruhani, untuk menyembuhkan penyakit dalam diri manusia, baik yang bersifat fisik maupun psikis.

Hasil penelitian lain menyebutkan bahwa kekuatan sadar manusia itu hanya 12% dari total kekuatan, sebab 88% kekuatan manusia di kelola oleh kekuatan alam bawah sadar. Dan alam bawah sadar sesungguhnya memiliki hubungan yang erat dengan ruhani manusia, di sinilah pentingnya mengikhlaskan ruhani. Untuk memaksimalkan kualitas kehidupan, agar seseorang segera mencapai kesuksesan, kebahagiaan, dan ketentraman hidup.

Kekuatan ikhlas merupakan kekuatan besar bagi manusia dalam memenuhi harapannya. Hal tersebut di sebabkan karena perasaan merupakan wilayah “tak tampak” sebagaimana teori kuantum yang memiliki mekanisme kerja sendiri (mekanisme kerja Tuhan). Erbe Sentanu seorang pakar positive feeling mengemukakan, bahwa perasaan merupakan bagian paling mendasar pada diri manusia. Perasaan mempunyai gelombang yang pengaruhnya lebih besar di bandingkan pikiran. Orang yang berusaha berfikir positif, tetapi perasaannya belum positif maka keinginannya akan sulit tercapai. Berbeda ketika perasaannya belum positif, maka pikirannya akan ikut menjadi positif secara otomatis. Erbe pula menjelaskan bahwa perasaan yang positif (positive feeling), merupakan zona ikhlas yang jika senantiasa di jaga akan menarik hal-hal positif dari Alam Semesta.

Sabda Rosulullah SAW, diriwayatkan Imam Ja’far dalam kitab Al-Bihar:

“Apabila seorang hamba berkata, “Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah”. Maka Allah SWT akan menjawab,” Hai para malaikat-ku, hamba-ku telah ikhlas berpasrah diri, maka bantulah dia, tolonglah dia, dan sampaikan (penuhi) hajat keinginannya.”

Syaikh Abdul Qodir Al-Jaelani, Ulama Sufi yang juga Guru Mursyid Tarekat Qodiriyah. Menyebutkan bahwa “Seorang Mukmin Itu Ibarat Cermin”, cermin yang memantulkan nur (cahaya) dari Allah SWT. Kalau kita mempelajari Ilmu Bahan, sebenarnya peristiwa pemantulan bukanlah peristiwa pembelokan gelombang, akan tetapi energi gelombang datang di serap atom-atom yang dekat kepermukaan sehingga tambah bervibrasi, kemudian di pakai untuk memancarkan gelombang balik (Law Of Attraction).

Jadi apabila seorang hamba Allah yang ikhlas mendapat siraman nur dari Allah SWT, karena permukaan cermin ruhani bersih. Maka cahaya Ilahi tersebut masuk secara maksimal kemudian menggetarkan qolbunya sehingga hidup, lalu getaran tersebut akan memancarkan kembali kepada khalayak. Nah apabila cermin ruhani buram oleh debu-debu kealfaan, cahaya Illahi tersebut masih dapat memantul dan masuk. Sehingga qolbu manusia yang telah keras, kotor dan busuk oleh penyakit hati maupun psikis dapat merasakan sentuhan Illahi, denyut kembali pada pancaran ruhani, seolah-olah menerima sesuatu yang mencerahkan dan menyadarkan hakikat dirinya.

Sensasi ini, bisa kita rasakan apabila kita bertemu seseorang mukmin yang ikhlas, hamba Allah yang hatinya benar-benar murni sehingga pancaran ruhaninya kuat. Pernah ada kisah pada sebuah makjlis pengajian, saat majelis tersebut sedang seru membahas persoalan-persoalan agama, tiba-tiba ada orang yang masuk masjid tersebut untuk shalat. Sang Ustadz mendadak berhenti, padahal orang yang baru shalat itu tidak dikenal dan penampilannya biasa-biasa saja. Tapi sang Ustadz terpana sekali ketika orang itu sholat, kemudian setelah orang tersebut keluar, sang ustadz penasaran ingin mengetahui siapa orang itu. Setelah di cari tau, ternyata orang tersebut adalah Ketua DKM sebuah masjid yang prilakunya rendah hati, dan suka menolong orang lain. Kisah tersebut menyimpulkan bahwa resonansi gelombang ruhani mukmin yang ikhlas, dapat memukau Sang Ustadz yang barang kali tidak kalah kuat pancaran gelombang ruhaninya.

Dalam Al-Quran surat Yunus ayat 57, Allah SWT berfirman:

“Hai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhan mu dan jadi penyembuh bagi penyekit-penyakit (yang berada) dalam dada, dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang beriman.” (Q.S. Yunus : 57)

Rusullullah SAW bersabda, “Sesungguhnya untuk segala perkara itu ada obat pencucinya, sedangkan pencuci hati itu adalah dzikir (mengingat) kepada Allah.”

Dalam hadist lain Rosullullah SAW juga bersabda :

“Ingat kepada Allah itu menjadi obat yang mustajap, guna menyembuhkan segala penyakit hati.” (H.R. Bukhari Musllim)

Sesungguhnya kondisi marah, sedih, takut, panik, cemas, kecewa, khawatir, putus asa, merupakan kondisi ruhani negative yang menjadi faktor penyebab stress dan depresi, yang merupakan sumber awal penyakit- penyakit yang berbahaya bagi fisik maupun psikis.

Untuk mempositifkan ruhani yang negatif, seorang manusia harus melakukan sebuah aktivitas ruhani “Mengingat Allah”, agar kondisi spiritual ruhaninya kembali dalam keadaan positif, yang di sebut ikhlas. Keikhlasan akan membuat spiritual ruhani seseorang menjadi positif, dan membawa ia pada perasaan damai, pasrah, tenang, tentaram, berani, fokus, bijaksana, ridha, tawakal, hus’nudzon, sabar, syukur, jujur, qonaah dan bahagia.

Keikhlasan akan senantiasa membawa seorang hamba selalu mengingati Allah SWT, dan ingat kepada Allah adalah obat mustajab yang mampu menyembuhkan segala penyakit hati. Itu artinya ikhlas dapat menyehatkan spiritual ruhani manusia, karena hanya dengan mengingat Allah lah hati manusia menjadi ikhlas.

Jika seorang manusia berada dalam kondisi ruhani marah (negative), maka hendaklah ia mangingat Allah dengan mengucapkan “Astagfirullah” (Ya Allah ampuni aku) maka kondisi ruhaninya akan berubah damai (positif), dengan kondisi spiritual “memaafkan”. Begitu pun apabila seseorang berada dalam kondisi ruhani sedih (negative), maka hendaklah ia mengingat Allah dengan mengucapkan “Inalilahi wainnailaihi rojiun” (Segalanya berasal dari Allah, dan segalanya pun akan kembali pada Allah), maka kondisi ruhaninya akan berubah pasrah/berserah diri (positif), dengan kondisi spiritual “Sabar”.

Begitu pun apabila seseorang berada dalam kondisi ruhani “Takut” (negative), maka hendaklah ia mengingat Allah dengan mengucapkan “Allah hu Akbar”(Allah Maha Besar) maka kondisi ruhaninya akan berubah “Berani”, dengan kondisi spiritual “Tawakal”. Juga apabila seseorang berada dalam kondisi ruhani “Panik/Khawatir” (negative), maka hendaklah ia mengingat Allah dengan mengucapkan “La Haula Walaa Quwwata Illa Billah.”(tiada daya dan kekuatan kecuali dengan kehendak Allah) maka kondisi ruhaninya akan berubah “Stabil/Normal”, dengan kondisi spiritual “Tawadhu”. Lalu apabila seseorang berada dalam kondisi ruhani “Cemas” (negative), maka hendak lah ia mengingat Allah. Dengan mengucapkan “La Ilaaha Illallah” (Tiada Tuhan yang Layak di Sembah Kecuali Allah) maka kondisi ruhaninya akan berubah “Tenang/tentaram”, dengan kondisi spiritual “Qona’ah”.

Selain kondisi negative karena hal-hal yang menyakitkan, kesenangan yang berlebihan juga akan menggiring pada kondisi ruhani yang negative, karena kondisi itu akan mengarah pada sikap “sombong” dan “lupa diri”. Tetapi kondisi ruhani tersebut dapat di atasi dengan mengucapkan “Alhamdulilah dan Subhanallah” (Segala Puji bagi Allah dan Maha suci Allah), maka kondisi ruhaninya akan berubah “terkendali”, dengan kondisi spiritual “Syukur”. Untuk lebih jelasnya akan di gambarkan, melalui kolom aplikasi penngendalian ruhani keikhlasan:

Aplikasi Pengendalian Ruhani Keikhlasan


“...Allah Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri...” (Q.S. Ar-Ra’d :11)

Dalam memahami aplikasi keikhlasan, ada hukum daya tarik menarik (law of attraction) yang penting di pahami. Hukum Ketertarikan adalah hukum yang menjelaskan bahwa “Sesuatu akan menarik pada dirinya, segala hal yang satu sifat dengannya.” Pengertian sederhananya, diri kita itu merupakan suatu getaran yang terhubung di Alam Semesta ini, apabila seseorang memberikan sebuah getaran ke Alam Semesta (baik positif maupun negative), maka Alam Semesta akan memberikan getaran balik, dan mewujudkan kepada dirinya sesuai dengan getaran yang di berikan (baik positif maupun negative). Jadi keikhlasan bukanlah takdir, tetapi sebuah pilihan menurut teori ini.

Jika seorang manusia dalam perasaan dan pikirannya memancarkan gelombang ketakutan, maka hal-hal yang menakutkan lah yang akan tertarik olehnya. Begitu pula jika yang di pancarkan adalah kegembiraan, maka yang tertarik pada dirinya adalah kegembiraan. Teori ini lah yang menjelaskan mengapa orang yang selalu mengeluh, menuntut, mengumpat, menghujat saat di uji justru semakin sering mengalami kesialan, karena saat ia di uji lalu memancarkan energi negative tanpa sadar, sesungguhnya ia telah menarik, dan meminta kesialan tersebut. Sebaliknya orang yang selalu merasa beruntung dan menikmatinya (bersyukur), justru ia akan selalu mengalami keberuntungan, karena saat ia di uji lalu tetap memancarkan energi positif (bersyukur), dengan sadar atau  tanpa sadar sesungguhnya ia telah menarik dan meminta keberuntungan pada dirinya. Kesimpulannya, perasaan dan pikiran yang positif (ikhlas), untuk mencapai kualitas hidup yang paling baik.

Allah berfirman dalam hadist Qudsy “Sesungguhnya aku sesuai dengan prasangka hamba ku” (Hadist).

Jadi pikiran dan perasaan yang  terpancar ke Alam Semesta adalah doa, dan setiap doa itu pasti akan di kabulkan, oleh Dia (Allah ) yang Maha Mengabulkan doa.

Sesuai firman-Nya :

“Dan Tuhanmu berfirman, "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Ku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina".” (QS. AL-Mu’min : 60)

Pikirannya dan perasaan, baik dalam bentuk positif maupun negative adalah do’a. Dan Allah mengabulkan do’a hambanya sesuai apa yang ia pinta dan ia sangkakan (baik positif maupun negatif). Ingat, karena setiap do’a pasti di kabulkan, manusia harus berhati-hati dalam berdoa. Sebab ucapan, tindakan, dan perbuatan negatif yang terpancar dari dalam diri manusia, akan menjadi doa negative (keburukan) bagi dirinya, dan berdampak negative (buruk) pula bagi hidupnya. Sebaliknya ucapan, tindakan, dan perbuatan yang positif, akan menjadi doa yang positif dan pasti akan berdampak positif pula bagi kehidupannya.

Hukum daya tarik menarik (Law Of Attraction) energi ikhlas, sejalan dengan ilmu fisika quantum. Yang menjelaskan bahwa “Getaran yang kita keluarkan, akan di respon oleh lingkungannya, dan akan memberikan getaran balik yang sama atau lebih besar daripada getaran yang di berikan...”

Karena itu, ikhlaskan selalu hati agar ruhani manusia sehat dengan nilai-nilai positif, yang akan senantiasa memancar di setiap ucapan, tindakan, dan perbuatan dalam hidupnya. Pancaran cahaya yang bersumber dari kekuatan Tuhan yang Maha Kuasa, dengan motivasi Spiritual Illahiah, yang merupakan sumber segala sumber kekuatan segala kekuatan, penolong segala penolong, penyembuh segala penyembuh setiap ujian dan musibah yang menimpa manusia.