عن ابي هريرة – رضي الله عنه قال- عن النبي صلى الله عليه و سلم قال - من نفس عن مؤمن كربة من كرب الدنيا نفس الله عنه كربة من مرب يوم القيامة ، ومن يسر على معسر يسر الله عليه في الدنيا و الآخرة ، ومن ستر مسلما ستره الله فى الدنيا و الآخرة ، و الله في عون العبد ما كان العبد في عون أخيه . و من سلط طريقا يلتمس فيه علما سهل الله به طريقا الى الجنة ، وما اجتمع قوم في بيت من بيوت الله يتلون كتاب الله و يتدارسونه بينهم إلا نزلت عليهم السكينة و غشيتهم الرحمة و حفتهم الملائكة و ذكرهم الله في من عنده ، و من بطأ به عمله لم يسرع به نسبه - رواه مسلم بهذا اللفظ | |
Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu
'alaihi wa Sallam, beliau bersabda : “Barang siapa yang melepaskan satu
kesusahan seorang mukmin, pasti Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan
pada hari kiamat. Barang siapa yang menjadikan mudah urusan orang lain, pasti
Allah akan memudahkannya di dunia dan di akhirat. Barang siapa yang menutup aib
seorang muslim, pasti Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat. Allah
senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba-Nya itu suka menolong saudaranya.
Barang siapa menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, pasti Allah memudahkan
baginya jalan ke surga. Apabila berkumpul suatu kaum di salah satu masjid untuk
membaca Al Qur’an secara bergantian dan mempelajarinya, niscaya mereka akan
diliputi sakinah (ketenangan), diliputi rahmat, dan dinaungi malaikat, dan Allah
menyebut nama-nama mereka di hadapan makhluk-makhluk lain di sisi-Nya.
Barangsiapa yang lambat amalannya, maka tidak akan dipercepat kenaikan
derajatnya”. (Lafazh riwayat Muslim)
[Muslim no. 2699] | |
|
Tampilkan postingan dengan label Sosial. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sosial. Tampilkan semua postingan
Sesama Muslim Wajib Saling Bantu
In Sosial, In Tafsir HaditsIkhlas dalam Amal Muamalah
In Ekonomi, In Ikhlas, In Kesenian, In Muamalah, In Pendidikan, In Politik, In Sosial
“Dan kami telah turunkan kepadamu AL-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu. Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka, dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja). Tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali, kamu semuanya. Lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.“ (QS. AL-Maaidah : 48)
Muamalah adalah ibadah sosial yang mencakup aspek aktivitas manusia dalam kehidupan. Ikhlas seorang hamba dalam bermuamalah adalah memurnikan niat dan tujuan aktivitas manusia dengan manusia lain, dalam sebuah masyarakat dan Bangsa, semata-mata untuk mencari keridhoan Allah SWT. Dan juga menyerahkan segala urusan kehidupan sesuai aturan-aturan yang telah dikehendakinya, sehingga menghasilkan prilaku masyarakat yang berdasarkan sistem nilai budaya tertentu yang bersumber pada kaidah hukum Allah, sampai terbentuknya masyarakat beragama yang berserah diri atas segala ketentuan Allah SWT.
Risalah Islam adalah risalah yang sesuai fitrah manusia. Ajaran agama yang sesuai dengan alam dan nurani manusia, manusia sendiri terdiri dari jasmani, ruhani, dan akal. Artinya muamalah dalam aktivitas hamba Allah akan memenuhi kebutuhan potensi dasar manusia. Mulai aspek ideologi, ekonomi, pendidikan, sosial, politik hingga seni budaya. Masyarakat Islam akan menumbuh kembangkan kebudayaan, melalui perubahan positif yang membawa kemajuan. Hal tersebut dapat membawa masyarakat. Pada kehidupan yang berkualitas, mencapai kesejahteraan, keadilan, kedamaian dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Masyarakat muslim akan selalu memperjuangkan nilai-nilai yang diperintahkan Allah SWT memperkuat persaudaraan dan persatuan, saling tolong menolong, berlaku adil, dan dapat hidup berdampingan umat lain yang tidak mengadakan peperangan. Masyarakat muslim akan selalu berpegang teguh dan istiqomah pada nilai-nilai yang telah diperintahkan Allah dan Rosulnya, dalam kitab sucinya yang menjadi pedoman beragama seluruh umat islam.
Seperti Sabda Rosullullah SAW :
“Aku tinggalkan padamu dua perkara, yang merupakan pedoman agar kamu tidak tersesat selama kamu berpegang teguh padanya. Hal itu ialah kitabullah (AL-Qur’an) dan sunnahku (AL-Hadist).“ (HR. Bukhari Muslim)
AL-Qur’an dan Hadist adalah pedoman beramal Hamba Allah yang ikhlas dalam bermuamalah. Muamalah sendiri terbagi menjadi beberapa aktivitas, diantaranya aktivitas ekonomi, pendidikan, sosial, politik, dan kesenian. Keikhlasan bermuamalah akan tercermin dalam aktivitas kehidupan hamba-hambanya dalam wujud perilaku menjaga persaudaraan, saling tolong menolong, saling memaafkan, saling menyebarkan kasih sayang, berkata-kata yang baik dan lemah lembut, dermawan, adil, dan menjunjung nilai-nilai perdamaian. Ikhlas memiliki peranan penting dalam bermuamalah, karena tanpa keikhlasan, muamalah apapun yang dilakukan seorang hamba tak akan memiliki nilai ibadah di sisi Allah.
Sesuai Sabda Nabi :
“Sesungguhnya Allah tidak menerima amal perbutan, kecuali amal perbuatan yang diniatkan dengan ikhlas demi meraih Ridha-Nya.“ (HR. Nasai)
1.1. Muamalah Ekonomi
Aktivitas seorang hamba Allah dalam muamalah ekonomi adalah usaha seorang hamba mencari karunia Allah di muka bumi. Banyak cara yang dilakukan manusia untuk untuk memperoleh rezeki, mulai aktivitas pertanian, perikanan, peternakan, perniagaan, jasa, pertambangan dan profesi pengkayaan lainnya. Mulai proses produksi, distribusi, pemasaran, hingga konsumsi sumber-sumber ekonomi tersebut. Tetapi tujuan muamalah ekonomi hamba Allah yang ikhlas, bukan sekedar mencari keuntungan ekonomi sebesar-sebesarnya dengan modal sekecil-kecilnya, dengan segala cara walaupun harus menipu, berbohong, dan bermain curang. Tujuan muamalah ekonomi hamba Allah yang ikhlas adalah mengusahakan rezeki, untuk mensyukuri nikmat karunia Allah, sebagai sarana beribadah, untuk mencapai kesejahteraan hidup di Dunia dan di Akhirat.
“Siapa yang berpegang teguh kepada Allah SWT, niscaya ia di cukupkan oleh Allah setiap kebutuhannya. Dan diberikannya rezeki dimana tidak disangkakannya. Dan siapa yang berpegang teguh kepada dunia, niscaya ia diserahkan oleh Allah kepada Dunia.“ (HR. Ath-Thabrani)
Walaupun manusia membutuhkan rezeki, tapi bukan berarti hamba Allah harus terbudaki, terexploitasi, hingga meng-Tuhan-kan Duniawi. Rezeki hanyalah sarana hamba Allah untuk beribadah, dan mensyukuri segala nikmat Allah yang ia karuniakan di muka Bumi ini. Apapun yang manusia usahakan untuk memperoleh rezeki, tak mungkin berhasil dengan baik, kecuali Allah mengizinkannya. Karena itu, sudah sepantasnyalah hamba Allah, mengembalikan segala sesuatu yang ia usahakan hanya kepada Allah saja. Karena hamba yang yang istiqomah, dan berserah diri secara utuh kepada Allah. Niscaya dia akan mencukupkan segala kebutuhannya, juga mendatangkan rezekinya dari tempat-tempat yang tidak disangka-sangkanya.
Rosullullah mencontohkan seekor burung, bagi hamba-hamba Allah yang ikhlas dalam bermuamalah mencari rezeki untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. Seluruh makhluk di muka bumi ini telah Allah tetapkan rezekiya, dan dia tak mungkin salah membagi-bagikan karunia-Nya. Manusia hanya perlu berikhtiar dengan ikhlas, selebihnya biar Allah yang menentukan.
“Jikalau kamu berserah diri kepada Allah ta’ala dengan berserah diri yang sebenar-benarnya, niscaya dia akan memberikan rezeki kepada kamu, sebagaimana Dia memberikan rezeki kepada burung yang keluar pagi-pagi dengan perut kempis, dan kembali sore dengan perut kenyang.“ (HR. AT-Tirmidzi)
Allah SWT menilai rezeki dari dua sisi. Pertama, cara mendapatkan rezeki. Kedua, kemana akan di belanjakan rezeki tersebut. Dua sisi tersebut harus dijalankan dengan baik sesuai kehendak Allah, apabila salah satu sisinya diperoleh dengan cara yang salah, maka muamalahnya akan sia-sia, dan tidak bernilai ibadah di mata Allah. Muamalah ekonomi hamba yang ikhlas, adalah ikhtiar yang diperoleh dengan cara yang baik, dan digunakan pada hal-hal yang telah dihalalkan oleh Allah. Tapi juga jangan lupa mengeluarkan zakat dan shodaqah, karena dalam rezeki yang Allah karuniakan pada hamba-hambanya, ada hak kaum fakir miskin.
Karena itu, mengeluarkan zakat dan shodaqah adalah untuk mensucikan harta, agar amal muamalah kita bernilai ibadah disisi Allah. Muamalah ekonomi dalam Islam, sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, keadilan, kedermawanan, dan keikhlasan. Muamalah ekonomi yang diridhoi Allah, dengan tegas menolak keserakahan, kerakusan, ketidakpastian, ketidakadilan, penipuan, pemerasan, penimbunan, monopoli, dan riba.
Seperti firmannya :
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.“ (QS. AL-Baqarah : 278)
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.“ (QS. AL-Baqarah : 276)
Riba adalah pembayaran lebih yang di syaratkan oleh orang yang meminjamkan. Allah telah mengharamkan riba (dan menghalalkan jual beli). Hamba Allah yang ikhlas dalam bermuamalah ekonomi, ia akan memusnahkan ekonomi riba, dan lebih meyuburkan sedekah dan zakat. Karena itu, muamalah ekonomi yang diridhai Allah adalah ikhtiar yang akan membawa keberkahan, keadilan, dan keselamatan hamba Allah di dunia dan di akhirat. Selain cara mendapatkannya, hamba Allah yang ikhlas juga perintahkan tidak membelanjakan hartanya berlebih-lebihan, mubazir, boros, dan bermewah-mewahan. Sebaliknya, tidak juga pelit, kikir, menumpuk hartanya, hingga enggan mengeluarkan zakat dan shodaqah.
1.2. Muamalah Pendidikan
“(1) Bacalah dengan (Menyebut) nama Tuhan Yang Menciptakan. (2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah (3) Bacalah, dan Tuhan Yang Maha Pemurah (4) Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan Islam (5) Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”(QS.Al ’Alaq : 1 - 5)
Bermuamalah dalam bidang pendidikan yang dilakukan hamba Allah yang ikhlas adalah memurniakan niat dan tujuan dalam proses belajar menuntut ilmu, hanya untuk mencari keridhoan Allah SWT, sesuai firman Allah dalam surat Al-Alaq, “Hamba Allah yang menuntut ilmu, harus memastikan bahwa ilmu yang dituntut benar-benar memperkuat keimanannya pada Allah, penghambaannya pada Allah, rasa syukurnya pada Allah, dan ketaqwaannya pada “Sang Maha Pencipta Alam Semesta”. Bukan sebaliknya, malah membuat seorang hamba semakin sombong, menafikan keberadaan Tuhan, mengangungkan materialisme, anti agama, anti risalah, menghamba dunia, hingga menolak keberadaan Allah SWT.
Secara bahasa ilmu adalah pengetahuan manusia mengenai segala sesuatu yang dapat dipelajari oleh indera manusia seperti penglihatan, pendengaran, perasaan, penciuman dan pengecap. Melalui akal dan proses berfikir, memahami, menganalisis, hingga menyimpulkan sampai menjadi pengetahuan yang dirumuskan secara sistematis yang disebut ilmu pengetahuan.
Sedangkan bagi umat muslim ilmu itu tidak sebatas ilmu pengetahuan saja, sebab mereka memiliki sumber dari segala sumber pengetahuan, yaitu AL-Qur’an dan AS-Sunnah. Hamba yang ikhlas meyakini ilmu Allah itu meliputi segala ilmu tentang alam semesta dan manusia sendiri. Mulai galaksi-galaksi, planet-planet, keseimbangan-keseimbangan di dalamnya, daya tarik-menarik dalam struktur alam, spesies-spesies yang jumlahnya tak terhitung, cara spesies itu hidup, bakat-bakat yang mengagumkan di dalamnya, sebuah tatanan sempurna yang tak mungkin terwujud dengan sendirinya, tetapi pasti memiliki seorang pencipta. Siapa lagi yang Maha Pencipta alam semesta ini selain “Allah SWT“. Jadi muamalah pendidikan hamba Allah yang ikhlas, akan semakin memperkuat keimanan dan penghambaannya kepada penciptanya (Allah).
“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak di sembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus(makhluk-Nya). Tidak mengantuk, dan tidak tidur, kepunyaannya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang dihadapan mereka dan dibelakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendakinya. Kursi (kekuasaan) Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.“ (QS. AL-Baqarah : 255)
1.3. Muamalah Sosial Politik
“(8) Hai orang-orang yang beriman,hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (9) Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh, (bahwa) untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.“ (QS. AL-Maaidah : 8-9)
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.“ (QS. Ali-Imran : 104)
Muamalah sosial politik hamba Allah yang ikhlas adalah memurnikan niat dan tujuan dalam melakukan aktivitas bermasyarakat, berpolitik, berdemokrasi, mengelola kekuasaan, hingga memimpin rakyat, semata-mata hanya untuk mencari keridhoan Allah SWT. Hamba Allah yang ikhlas akan selalu menegakkan nilai-nilai kebenaran Ilahi, bersikap adil, beramal saleh, menyerukan pada kebaikan, perdamaian, mencegah perbuatan jahat, keji dan merusak.
Karena Islam adalah agama yang diridhoi Allah, dan nilai-nilainya akan membawa umat manusia pada kemaslahatan mereka di Dunia dan di Akhirat. Karena itu nilai-nilai yang di perintahkan Allah yang Ikhlas dalam muamalah sosial politiknya. Jika ia seorang pemimpin rakyat, maka ia harus memimpin dengan jujur, adil, peduli, memperhatikan rakyat miskin, memperkuat persatuan umat, menjalankan amanah rakyat dengan baik, dan tidak menghianati kepercayaan yang telah diberikan.
Kekuasaan politik bagi hamba Allah yang ikhlas adalah amanah Tuhan dan masyarakat yang dipimpinnya, memperoleh kursi jabatan kekuasaan tidak dipergunakan untuk menyombongkan diri, sewenang-wenang, tidak adil, berkhianat, melanggar hukum, menyalahgunakan sarana yang ada karena jabatannya, merugikan kekayaan Negara untuk memperkaya diri sendiri, dan korupsi.
Pemimpin yang ikhlas adalah pemimpin yang bersih dari korupsi. Visioner dan konsisten menghayati dan melaksanakan perintah Allah, penuh kasih sayang dan membela kaum yang termarginalkan, juga mampu menjadi oase penyejuk ditengah padang tandus kegersangan Bangsa. Membangun sebuah Negara menjadi Bangsa yang makmur, sejahtera, adil dan damai. Hingga Bangsa yang diridhoi Allah akan di isi oleh pemimpin-pemimpin yang bertanggungjawab, bijaksana, jujur, bermoral baik, dan amanah.
Dunia muamalah sosial politik zaman sekarang, tidak terlepas dari sistem politik demokrasi, hampir sebagian besar negara-negara di Dunia menggunakan konsep ini. Demokrasi di adopsi dari Negara adidaya non-muslim, dan mulai di jadikan sistem tandingan untuk memastikan sistem politik masyarakat muslim. Sejauh mana AL-Qur’an bicara tentang sistem politik, karena Allah SWT tidak pernah bicara model sistem politik dalam firmannya, tapi yang ia bicarakan dalam firmannya adalah tujuan sistem politik tersebut. Sesuai yang di jelaskan dalam QS. AL-Maidah ayat 8-9, dan QS. Ali-Imran ayat 104, tujuan sistem sosial politik yang diridhoi Allah adalah sistem politik yang arah tujuannya menegakkan hukum-hukum Allah, menegakkan keadilan, menyerukan kebajikan, mengajukan yang ma’ruf, dan mencegah kemungkaran. Sedangkan persoalan kemasyarakatan, dia perintahkan hambanya untuk mengembalikan pada aturan-aturan Allah dan Rosulnya, juga bermusyawarah.
Sesuai firmannya :
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonlah ampun bagi mereka. Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu, kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.” (Ali-Imran : 159)
Allah memerintahkan hamba-hambanya yang ikhlas untuk berlaku lemah lembut, tidak bersikap kasar, dan bermusyawarah untuk menyelesaikan persoalan-persoalan muamalah sistem politik. Dan apabila telah mencapai kesepakatan bersama dan membulatkan tekad keputusan yang terbaik, Allah memerintahkan untuk bertawakal kepada-Nya. Karena Allah menyukai orang-orang yang berserah diri dengan tulus ikhlas kepada-Nya. Musyawarah adalah sarana yang paling efektif untuk menyelesaikan segala masalah sosial politik, mulai rekrutmen politik, pemilihan pemimpin, pengelolaan kebijakan-kebijakan yang menyangkut kepentingan masyarakat, hingga hal-hal yang menyangkut ritual keagamaan.
Ikhlas dalam muamalah sosial politik adalah proses penyerahan diri seorang hamba secara utuh hanya untuk mencari keridhoan Allah dalam setiap aktivitas muamalahnya. Bukan untuk kepentingan pribadi, memuaskan ambisi hawa nafsu, menyombongkan diri dimata Allah, berbuat kerusakan di muka bumi, mendzolimi rakyat kecil dengan kebijakan yang sewenang-wenang, berkhianat pada amanah dengan mengkorupsi uang rakyat hingga penindasan dan kekerasan pemerintah pada rakyatnya. Karena itu hamba Allah yang ikhlas tidak menghamba dan terbudaki oleh kekuasaan, sebab baginya kekuasaan adalah alat, amanah, dan ujian yang harus ia pertanggung jawabkan dihadapan Allah.
Sesuai firmannya :
“Dan dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di Bumi dan dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.“ (QS. AL-An’aam : 165)
1.4. Muamalah Berkesenian
Allah SWT mempunyai 99 nama, yang biasa disebut Asma ul husna. Dari nama-nama yang agung tersebut, ada nama-nama yang berhubungan dengan pengkaryaan yaitu AL-Kooliqu (Yang Maha Menciptakan), AL-Barriu (Yang Maha Mengadakan), dan AL-Musowwiru (Yang Maha Membentuk Rupa). Sebelum karya cipta manusia dan aktivitasnya, tak ada bandingnya dengan karya cipta Allah. Dialah Allah Yang Maha Pencipta langit dan bumi dengan segala keindahan dan kesempurnaannya membentuk pegunungan, pepohonan, pantai, lautan, hingga langit yang membentang luas. Dia juga yang mengadakan matahari, bulan, bintang, planet-planet, galaksi-galaksi yang begitu menakjubkan. Dan dia juga yang membentuk sosok manusia yang begitu cantik, tampan, dengan kemampuan dan bakat-bakatnya yang luar biasa.
Sesuai firmannya dalam AL-Qur’an :
“Dialah Allah yang menciptakan, yang mengadakan, yang membentuk rupa, yang mempunyai nama-nama paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan bumi. Dan dialah Yang Maha Perkasa Lagi Maha Bijaksana. “(QS. AL-HASYR : 24)
Muamalah dalam berkesenian adalah memurnikan niat dan tujuan dalam beraktivitas berkarya mulai musik, syair, lukisan, sketsa, tarian, film, dan macam-macam hanya untuk mencari keridhoan Allah SWT. Berkesenian adalah proses kreatif manusia untuk menciptakan karya-karya yang mempunyai nilai estetika (keindahan) tinggi, yang mampu menghibur dan menginspirasi umat manusia.
Allah tidak melarang manusia berkesenian, selama karya-karya yang dibuat difokuskan pada karya-karya positif, yang bermakna bagi kehidupan umat manusia. Bukan karya-karya yang liar, membabi buta, rendahan, amoral, porno, merusak, hingga menghina keberadaan Allah dan Rosulnya. Karya-karya yang dibuat hamba Allah yang ikhlas akan selalu membuat penikmatnya tercerahkan untuk lebih mendekatkan diri pada Allah, memperkuat keimanannya, memotivasi berbuat kebaikan dan amal soleh, menambah kecintaannya pada Allah dan Rosulnya, membangun energi positif dan perdamaian untuk kemaslahatan umat manusia. Semua karya seni manusia itu hakikatnya adalah karunia Allah, agar umat manusia semakin bersyukur kepada-Nya, seperti karya seni yang diciptakan para jin untuk Nabi Sulaiman, cerita Allah dalam AL-Qur’an :
“Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya, dari gedung-gedung yang tinggi, dan patung-patung, dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba Ku yang berterima kasih.“ (QS. Saba ’ : 13)
Muamalah berkesenian bisa menjadi media yang efektif, untuk menyebarkan risalah Allah, dan Rosulnya. Menyadarkan dan mencerahkan umat manusia untuk kembali ke jalan Allah, menyadarkan nilai-nilai kebaikan, cinta kasih, dan perdamaian. Semuanya dilakukan semata-mata untuk mencari ridho, cinta, dan ma’rifatnya Allah SWT.
Muamalah adalah ibadah sosial yang mencakup aspek aktivitas manusia dalam kehidupan. Ikhlas seorang hamba dalam bermuamalah adalah memurnikan niat dan tujuan aktivitas manusia dengan manusia lain, dalam sebuah masyarakat dan Bangsa, semata-mata untuk mencari keridhoan Allah SWT. Dan juga menyerahkan segala urusan kehidupan sesuai aturan-aturan yang telah dikehendakinya, sehingga menghasilkan prilaku masyarakat yang berdasarkan sistem nilai budaya tertentu yang bersumber pada kaidah hukum Allah, sampai terbentuknya masyarakat beragama yang berserah diri atas segala ketentuan Allah SWT.
Risalah Islam adalah risalah yang sesuai fitrah manusia. Ajaran agama yang sesuai dengan alam dan nurani manusia, manusia sendiri terdiri dari jasmani, ruhani, dan akal. Artinya muamalah dalam aktivitas hamba Allah akan memenuhi kebutuhan potensi dasar manusia. Mulai aspek ideologi, ekonomi, pendidikan, sosial, politik hingga seni budaya. Masyarakat Islam akan menumbuh kembangkan kebudayaan, melalui perubahan positif yang membawa kemajuan. Hal tersebut dapat membawa masyarakat. Pada kehidupan yang berkualitas, mencapai kesejahteraan, keadilan, kedamaian dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Masyarakat muslim akan selalu memperjuangkan nilai-nilai yang diperintahkan Allah SWT memperkuat persaudaraan dan persatuan, saling tolong menolong, berlaku adil, dan dapat hidup berdampingan umat lain yang tidak mengadakan peperangan. Masyarakat muslim akan selalu berpegang teguh dan istiqomah pada nilai-nilai yang telah diperintahkan Allah dan Rosulnya, dalam kitab sucinya yang menjadi pedoman beragama seluruh umat islam.
Seperti Sabda Rosullullah SAW :
“Aku tinggalkan padamu dua perkara, yang merupakan pedoman agar kamu tidak tersesat selama kamu berpegang teguh padanya. Hal itu ialah kitabullah (AL-Qur’an) dan sunnahku (AL-Hadist).“ (HR. Bukhari Muslim)
AL-Qur’an dan Hadist adalah pedoman beramal Hamba Allah yang ikhlas dalam bermuamalah. Muamalah sendiri terbagi menjadi beberapa aktivitas, diantaranya aktivitas ekonomi, pendidikan, sosial, politik, dan kesenian. Keikhlasan bermuamalah akan tercermin dalam aktivitas kehidupan hamba-hambanya dalam wujud perilaku menjaga persaudaraan, saling tolong menolong, saling memaafkan, saling menyebarkan kasih sayang, berkata-kata yang baik dan lemah lembut, dermawan, adil, dan menjunjung nilai-nilai perdamaian. Ikhlas memiliki peranan penting dalam bermuamalah, karena tanpa keikhlasan, muamalah apapun yang dilakukan seorang hamba tak akan memiliki nilai ibadah di sisi Allah.
Sesuai Sabda Nabi :
“Sesungguhnya Allah tidak menerima amal perbutan, kecuali amal perbuatan yang diniatkan dengan ikhlas demi meraih Ridha-Nya.“ (HR. Nasai)
1.1. Muamalah Ekonomi
Aktivitas seorang hamba Allah dalam muamalah ekonomi adalah usaha seorang hamba mencari karunia Allah di muka bumi. Banyak cara yang dilakukan manusia untuk untuk memperoleh rezeki, mulai aktivitas pertanian, perikanan, peternakan, perniagaan, jasa, pertambangan dan profesi pengkayaan lainnya. Mulai proses produksi, distribusi, pemasaran, hingga konsumsi sumber-sumber ekonomi tersebut. Tetapi tujuan muamalah ekonomi hamba Allah yang ikhlas, bukan sekedar mencari keuntungan ekonomi sebesar-sebesarnya dengan modal sekecil-kecilnya, dengan segala cara walaupun harus menipu, berbohong, dan bermain curang. Tujuan muamalah ekonomi hamba Allah yang ikhlas adalah mengusahakan rezeki, untuk mensyukuri nikmat karunia Allah, sebagai sarana beribadah, untuk mencapai kesejahteraan hidup di Dunia dan di Akhirat.
“Siapa yang berpegang teguh kepada Allah SWT, niscaya ia di cukupkan oleh Allah setiap kebutuhannya. Dan diberikannya rezeki dimana tidak disangkakannya. Dan siapa yang berpegang teguh kepada dunia, niscaya ia diserahkan oleh Allah kepada Dunia.“ (HR. Ath-Thabrani)
Walaupun manusia membutuhkan rezeki, tapi bukan berarti hamba Allah harus terbudaki, terexploitasi, hingga meng-Tuhan-kan Duniawi. Rezeki hanyalah sarana hamba Allah untuk beribadah, dan mensyukuri segala nikmat Allah yang ia karuniakan di muka Bumi ini. Apapun yang manusia usahakan untuk memperoleh rezeki, tak mungkin berhasil dengan baik, kecuali Allah mengizinkannya. Karena itu, sudah sepantasnyalah hamba Allah, mengembalikan segala sesuatu yang ia usahakan hanya kepada Allah saja. Karena hamba yang yang istiqomah, dan berserah diri secara utuh kepada Allah. Niscaya dia akan mencukupkan segala kebutuhannya, juga mendatangkan rezekinya dari tempat-tempat yang tidak disangka-sangkanya.
Rosullullah mencontohkan seekor burung, bagi hamba-hamba Allah yang ikhlas dalam bermuamalah mencari rezeki untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. Seluruh makhluk di muka bumi ini telah Allah tetapkan rezekiya, dan dia tak mungkin salah membagi-bagikan karunia-Nya. Manusia hanya perlu berikhtiar dengan ikhlas, selebihnya biar Allah yang menentukan.
“Jikalau kamu berserah diri kepada Allah ta’ala dengan berserah diri yang sebenar-benarnya, niscaya dia akan memberikan rezeki kepada kamu, sebagaimana Dia memberikan rezeki kepada burung yang keluar pagi-pagi dengan perut kempis, dan kembali sore dengan perut kenyang.“ (HR. AT-Tirmidzi)
Allah SWT menilai rezeki dari dua sisi. Pertama, cara mendapatkan rezeki. Kedua, kemana akan di belanjakan rezeki tersebut. Dua sisi tersebut harus dijalankan dengan baik sesuai kehendak Allah, apabila salah satu sisinya diperoleh dengan cara yang salah, maka muamalahnya akan sia-sia, dan tidak bernilai ibadah di mata Allah. Muamalah ekonomi hamba yang ikhlas, adalah ikhtiar yang diperoleh dengan cara yang baik, dan digunakan pada hal-hal yang telah dihalalkan oleh Allah. Tapi juga jangan lupa mengeluarkan zakat dan shodaqah, karena dalam rezeki yang Allah karuniakan pada hamba-hambanya, ada hak kaum fakir miskin.
Karena itu, mengeluarkan zakat dan shodaqah adalah untuk mensucikan harta, agar amal muamalah kita bernilai ibadah disisi Allah. Muamalah ekonomi dalam Islam, sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, keadilan, kedermawanan, dan keikhlasan. Muamalah ekonomi yang diridhoi Allah, dengan tegas menolak keserakahan, kerakusan, ketidakpastian, ketidakadilan, penipuan, pemerasan, penimbunan, monopoli, dan riba.
Seperti firmannya :
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.“ (QS. AL-Baqarah : 278)
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.“ (QS. AL-Baqarah : 276)
Riba adalah pembayaran lebih yang di syaratkan oleh orang yang meminjamkan. Allah telah mengharamkan riba (dan menghalalkan jual beli). Hamba Allah yang ikhlas dalam bermuamalah ekonomi, ia akan memusnahkan ekonomi riba, dan lebih meyuburkan sedekah dan zakat. Karena itu, muamalah ekonomi yang diridhai Allah adalah ikhtiar yang akan membawa keberkahan, keadilan, dan keselamatan hamba Allah di dunia dan di akhirat. Selain cara mendapatkannya, hamba Allah yang ikhlas juga perintahkan tidak membelanjakan hartanya berlebih-lebihan, mubazir, boros, dan bermewah-mewahan. Sebaliknya, tidak juga pelit, kikir, menumpuk hartanya, hingga enggan mengeluarkan zakat dan shodaqah.
1.2. Muamalah Pendidikan
“(1) Bacalah dengan (Menyebut) nama Tuhan Yang Menciptakan. (2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah (3) Bacalah, dan Tuhan Yang Maha Pemurah (4) Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan Islam (5) Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”(QS.Al ’Alaq : 1 - 5)
Bermuamalah dalam bidang pendidikan yang dilakukan hamba Allah yang ikhlas adalah memurniakan niat dan tujuan dalam proses belajar menuntut ilmu, hanya untuk mencari keridhoan Allah SWT, sesuai firman Allah dalam surat Al-Alaq, “Hamba Allah yang menuntut ilmu, harus memastikan bahwa ilmu yang dituntut benar-benar memperkuat keimanannya pada Allah, penghambaannya pada Allah, rasa syukurnya pada Allah, dan ketaqwaannya pada “Sang Maha Pencipta Alam Semesta”. Bukan sebaliknya, malah membuat seorang hamba semakin sombong, menafikan keberadaan Tuhan, mengangungkan materialisme, anti agama, anti risalah, menghamba dunia, hingga menolak keberadaan Allah SWT.
Secara bahasa ilmu adalah pengetahuan manusia mengenai segala sesuatu yang dapat dipelajari oleh indera manusia seperti penglihatan, pendengaran, perasaan, penciuman dan pengecap. Melalui akal dan proses berfikir, memahami, menganalisis, hingga menyimpulkan sampai menjadi pengetahuan yang dirumuskan secara sistematis yang disebut ilmu pengetahuan.
Sedangkan bagi umat muslim ilmu itu tidak sebatas ilmu pengetahuan saja, sebab mereka memiliki sumber dari segala sumber pengetahuan, yaitu AL-Qur’an dan AS-Sunnah. Hamba yang ikhlas meyakini ilmu Allah itu meliputi segala ilmu tentang alam semesta dan manusia sendiri. Mulai galaksi-galaksi, planet-planet, keseimbangan-keseimbangan di dalamnya, daya tarik-menarik dalam struktur alam, spesies-spesies yang jumlahnya tak terhitung, cara spesies itu hidup, bakat-bakat yang mengagumkan di dalamnya, sebuah tatanan sempurna yang tak mungkin terwujud dengan sendirinya, tetapi pasti memiliki seorang pencipta. Siapa lagi yang Maha Pencipta alam semesta ini selain “Allah SWT“. Jadi muamalah pendidikan hamba Allah yang ikhlas, akan semakin memperkuat keimanan dan penghambaannya kepada penciptanya (Allah).
“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak di sembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus(makhluk-Nya). Tidak mengantuk, dan tidak tidur, kepunyaannya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang dihadapan mereka dan dibelakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendakinya. Kursi (kekuasaan) Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.“ (QS. AL-Baqarah : 255)
1.3. Muamalah Sosial Politik
“(8) Hai orang-orang yang beriman,hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (9) Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh, (bahwa) untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.“ (QS. AL-Maaidah : 8-9)
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.“ (QS. Ali-Imran : 104)
Muamalah sosial politik hamba Allah yang ikhlas adalah memurnikan niat dan tujuan dalam melakukan aktivitas bermasyarakat, berpolitik, berdemokrasi, mengelola kekuasaan, hingga memimpin rakyat, semata-mata hanya untuk mencari keridhoan Allah SWT. Hamba Allah yang ikhlas akan selalu menegakkan nilai-nilai kebenaran Ilahi, bersikap adil, beramal saleh, menyerukan pada kebaikan, perdamaian, mencegah perbuatan jahat, keji dan merusak.
Karena Islam adalah agama yang diridhoi Allah, dan nilai-nilainya akan membawa umat manusia pada kemaslahatan mereka di Dunia dan di Akhirat. Karena itu nilai-nilai yang di perintahkan Allah yang Ikhlas dalam muamalah sosial politiknya. Jika ia seorang pemimpin rakyat, maka ia harus memimpin dengan jujur, adil, peduli, memperhatikan rakyat miskin, memperkuat persatuan umat, menjalankan amanah rakyat dengan baik, dan tidak menghianati kepercayaan yang telah diberikan.
Kekuasaan politik bagi hamba Allah yang ikhlas adalah amanah Tuhan dan masyarakat yang dipimpinnya, memperoleh kursi jabatan kekuasaan tidak dipergunakan untuk menyombongkan diri, sewenang-wenang, tidak adil, berkhianat, melanggar hukum, menyalahgunakan sarana yang ada karena jabatannya, merugikan kekayaan Negara untuk memperkaya diri sendiri, dan korupsi.
Pemimpin yang ikhlas adalah pemimpin yang bersih dari korupsi. Visioner dan konsisten menghayati dan melaksanakan perintah Allah, penuh kasih sayang dan membela kaum yang termarginalkan, juga mampu menjadi oase penyejuk ditengah padang tandus kegersangan Bangsa. Membangun sebuah Negara menjadi Bangsa yang makmur, sejahtera, adil dan damai. Hingga Bangsa yang diridhoi Allah akan di isi oleh pemimpin-pemimpin yang bertanggungjawab, bijaksana, jujur, bermoral baik, dan amanah.
Dunia muamalah sosial politik zaman sekarang, tidak terlepas dari sistem politik demokrasi, hampir sebagian besar negara-negara di Dunia menggunakan konsep ini. Demokrasi di adopsi dari Negara adidaya non-muslim, dan mulai di jadikan sistem tandingan untuk memastikan sistem politik masyarakat muslim. Sejauh mana AL-Qur’an bicara tentang sistem politik, karena Allah SWT tidak pernah bicara model sistem politik dalam firmannya, tapi yang ia bicarakan dalam firmannya adalah tujuan sistem politik tersebut. Sesuai yang di jelaskan dalam QS. AL-Maidah ayat 8-9, dan QS. Ali-Imran ayat 104, tujuan sistem sosial politik yang diridhoi Allah adalah sistem politik yang arah tujuannya menegakkan hukum-hukum Allah, menegakkan keadilan, menyerukan kebajikan, mengajukan yang ma’ruf, dan mencegah kemungkaran. Sedangkan persoalan kemasyarakatan, dia perintahkan hambanya untuk mengembalikan pada aturan-aturan Allah dan Rosulnya, juga bermusyawarah.
Sesuai firmannya :
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonlah ampun bagi mereka. Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu, kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.” (Ali-Imran : 159)
Allah memerintahkan hamba-hambanya yang ikhlas untuk berlaku lemah lembut, tidak bersikap kasar, dan bermusyawarah untuk menyelesaikan persoalan-persoalan muamalah sistem politik. Dan apabila telah mencapai kesepakatan bersama dan membulatkan tekad keputusan yang terbaik, Allah memerintahkan untuk bertawakal kepada-Nya. Karena Allah menyukai orang-orang yang berserah diri dengan tulus ikhlas kepada-Nya. Musyawarah adalah sarana yang paling efektif untuk menyelesaikan segala masalah sosial politik, mulai rekrutmen politik, pemilihan pemimpin, pengelolaan kebijakan-kebijakan yang menyangkut kepentingan masyarakat, hingga hal-hal yang menyangkut ritual keagamaan.
Ikhlas dalam muamalah sosial politik adalah proses penyerahan diri seorang hamba secara utuh hanya untuk mencari keridhoan Allah dalam setiap aktivitas muamalahnya. Bukan untuk kepentingan pribadi, memuaskan ambisi hawa nafsu, menyombongkan diri dimata Allah, berbuat kerusakan di muka bumi, mendzolimi rakyat kecil dengan kebijakan yang sewenang-wenang, berkhianat pada amanah dengan mengkorupsi uang rakyat hingga penindasan dan kekerasan pemerintah pada rakyatnya. Karena itu hamba Allah yang ikhlas tidak menghamba dan terbudaki oleh kekuasaan, sebab baginya kekuasaan adalah alat, amanah, dan ujian yang harus ia pertanggung jawabkan dihadapan Allah.
Sesuai firmannya :
“Dan dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di Bumi dan dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.“ (QS. AL-An’aam : 165)
1.4. Muamalah Berkesenian
Allah SWT mempunyai 99 nama, yang biasa disebut Asma ul husna. Dari nama-nama yang agung tersebut, ada nama-nama yang berhubungan dengan pengkaryaan yaitu AL-Kooliqu (Yang Maha Menciptakan), AL-Barriu (Yang Maha Mengadakan), dan AL-Musowwiru (Yang Maha Membentuk Rupa). Sebelum karya cipta manusia dan aktivitasnya, tak ada bandingnya dengan karya cipta Allah. Dialah Allah Yang Maha Pencipta langit dan bumi dengan segala keindahan dan kesempurnaannya membentuk pegunungan, pepohonan, pantai, lautan, hingga langit yang membentang luas. Dia juga yang mengadakan matahari, bulan, bintang, planet-planet, galaksi-galaksi yang begitu menakjubkan. Dan dia juga yang membentuk sosok manusia yang begitu cantik, tampan, dengan kemampuan dan bakat-bakatnya yang luar biasa.
Sesuai firmannya dalam AL-Qur’an :
“Dialah Allah yang menciptakan, yang mengadakan, yang membentuk rupa, yang mempunyai nama-nama paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan bumi. Dan dialah Yang Maha Perkasa Lagi Maha Bijaksana. “(QS. AL-HASYR : 24)
Muamalah dalam berkesenian adalah memurnikan niat dan tujuan dalam beraktivitas berkarya mulai musik, syair, lukisan, sketsa, tarian, film, dan macam-macam hanya untuk mencari keridhoan Allah SWT. Berkesenian adalah proses kreatif manusia untuk menciptakan karya-karya yang mempunyai nilai estetika (keindahan) tinggi, yang mampu menghibur dan menginspirasi umat manusia.
Allah tidak melarang manusia berkesenian, selama karya-karya yang dibuat difokuskan pada karya-karya positif, yang bermakna bagi kehidupan umat manusia. Bukan karya-karya yang liar, membabi buta, rendahan, amoral, porno, merusak, hingga menghina keberadaan Allah dan Rosulnya. Karya-karya yang dibuat hamba Allah yang ikhlas akan selalu membuat penikmatnya tercerahkan untuk lebih mendekatkan diri pada Allah, memperkuat keimanannya, memotivasi berbuat kebaikan dan amal soleh, menambah kecintaannya pada Allah dan Rosulnya, membangun energi positif dan perdamaian untuk kemaslahatan umat manusia. Semua karya seni manusia itu hakikatnya adalah karunia Allah, agar umat manusia semakin bersyukur kepada-Nya, seperti karya seni yang diciptakan para jin untuk Nabi Sulaiman, cerita Allah dalam AL-Qur’an :
“Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya, dari gedung-gedung yang tinggi, dan patung-patung, dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba Ku yang berterima kasih.“ (QS. Saba ’ : 13)
Muamalah berkesenian bisa menjadi media yang efektif, untuk menyebarkan risalah Allah, dan Rosulnya. Menyadarkan dan mencerahkan umat manusia untuk kembali ke jalan Allah, menyadarkan nilai-nilai kebaikan, cinta kasih, dan perdamaian. Semuanya dilakukan semata-mata untuk mencari ridho, cinta, dan ma’rifatnya Allah SWT.
Tidak Berselisih di Antara Orang-Orang Beriman
In Iman, In Sosial
Salah satu rahasia keberhasilan orang-orang beriman adalah eratnya tali ukhuwah dan solidaritas. Al-Qur`an menekankan pentingnya persatuan, "Sesungguhnya, Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh." (ash-Shaff: 4)
Perkataan atau perbuatan yang merusak eratnya ukhuwah akan menjadi musuh dan melawan agamanya sendiri. Dalam Al-Qur`an, Allah memperingatkan kaum muslimin agar waspada terhadap ancaman ini,
"Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya, Allah beserta orang-orang yang sabar." (al-Anfaal: 46)
Selanjutnya, orang yang beriman dengan tulus harus berhati-hati agar tidak bertengkar, menjauhi kata-kata atau sikap yang dapat melukai perasaan saudaranya. Selanjutnya, ia harus berlaku sedemikian rupa untuk menghindari pertengkaran serta menambah kepercayaan di antara mereka. Di dalam Al-Qur`an, kita dapatkan perintah yang jelas,
"Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya, setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya, setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia." (al-Israa`: 53)
Jika orang yang beriman berbeda pendapat dengan saudaranya pada suatu masalah, ia harus bertingkah laku dan berkata dengan sopan dan lembut. Dalam mengeluarkan pendapat, ia harus memperlihatkan asas "musyawarah" dan tidak "berdebat". Jika ada pertikaian di antara dua orang beriman, yang harus dilakukan adalah mengacu pada ayat,
"Sesungguhnya, orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat." (al-Hujuraat: 10)
Harus dicatat bahwa perdebatan kecil akan berpengaruh negatif pada jalan dakwah.
Perkataan atau perbuatan yang merusak eratnya ukhuwah akan menjadi musuh dan melawan agamanya sendiri. Dalam Al-Qur`an, Allah memperingatkan kaum muslimin agar waspada terhadap ancaman ini,
"Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya, Allah beserta orang-orang yang sabar." (al-Anfaal: 46)
Selanjutnya, orang yang beriman dengan tulus harus berhati-hati agar tidak bertengkar, menjauhi kata-kata atau sikap yang dapat melukai perasaan saudaranya. Selanjutnya, ia harus berlaku sedemikian rupa untuk menghindari pertengkaran serta menambah kepercayaan di antara mereka. Di dalam Al-Qur`an, kita dapatkan perintah yang jelas,
"Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya, setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya, setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia." (al-Israa`: 53)
Jika orang yang beriman berbeda pendapat dengan saudaranya pada suatu masalah, ia harus bertingkah laku dan berkata dengan sopan dan lembut. Dalam mengeluarkan pendapat, ia harus memperlihatkan asas "musyawarah" dan tidak "berdebat". Jika ada pertikaian di antara dua orang beriman, yang harus dilakukan adalah mengacu pada ayat,
"Sesungguhnya, orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat." (al-Hujuraat: 10)
Harus dicatat bahwa perdebatan kecil akan berpengaruh negatif pada jalan dakwah.
Cinta dan Persahabatan
In Kehidupan, In SosialKebanyakan orang mengeluh karena tidak dapat menemukan cinta dan persahabatan sejati di sepanjang hidup mereka dan benar-benar merasa yakin bahwa adalah hal yang mustahil untuk mendapatkannya. Hal ini memang benar bagi mereka yang hidup di tengah-tengah masyarakat jahiliah, yang tidak pernah meraih cinta dan persahabatan sejati, oleh karena rasa kasih sayang yang mereka berikan satu sama lain sering kali adalah karena dorongan kepentingan. Begitu mereka tidak lagi mendapatkan keuntungan-keuntungan yang dapat diraih, keakraban yang selama ini mereka anggap sebagai cinta atau persahabatan pun berakhir.
Orang-orang yang mengalami cinta dan persahabatan sejati serta menjalaninya dengan makna yang sesungguhnya adalah orang-orang beriman. Alasan utamanya adalah karena mereka mencintai satu sama lain, bukan karena mencari keuntungan, namun hanyalah semata-mata karena orang-orang yang mereka cintai itu adalah orang-orang yang memiliki iman yang tulus dan taat. Apa yang membuat seseorang dicintai dan memiliki daya tarik untuk dijadikan teman adalah karena ketakwaannya kepada Allah, dan kesalehannya yang telah membuat seseorang hidup dengan nilai-nilai al-Qur'an secara cermat. Seseorang yang hidup dengan nilai-nilai al-Qur'an juga mengetahui karakteristik-karakteristik apa saja yang mesti dimilikinya agar dapat dijadikan sebagai seorang teman yang berharga, dan dia pun mengambil karakteristik-karakteristik ini sesempurna mungkin. Dan demikian pula, ia pun dapat mengapresiasi karakteristik-karakteristik yang dapat dikagumi pada orang lain dan dapat mencintai dengan sesungguhnya.
Selama pemahaman mengenai hal ini senantiasa ada dan nilai-nilai Qur'ani meliputi diri mereka, kebahagiaan yang diperoleh dari cinta dan persahabatan tidak pernah hilang. Lebih jauh lagi, semakin orang itu memperlihatkan akhlak yang baik, kesenangan dan kebahagiaan yang mereka dapati dari cinta dan persahabatan pun senantiasa meningkat. Tatkala mereka saling memperhatikan satu sama lain sifat-sifat khas yang ada pada diri orang-orang beriman, tanda-tanda adanya iman dan nurani, ketulusan, ketakwaan kepada Allah dan kesalehan, maka gairah mereka pun semakin tumbuh subur. Gairah mereka terasa terbangkitkan karena berada di tengah-tengah lingkungan orang-orang yang mendapat keridhaan dan kasih sayang dari Allah serta senantiasa cenderung untuk berusaha meraih kedudukan yang tinggi di akhirat kelak. Begitulah, mereka merasa bahagia bersahabat dengan orang-orang yang oleh Allah sendiri telah dijadikan sebagai para kekasih-Nya.
Oleh karena kecintaan di antara mereka dilandasi oleh sebuah pemahaman tentang persahabatan yang kekal selamanya, maka kecintaan itu tidak akan berkurang atau berakhir dengan adanya kematian. Sebaliknya, justru makin kekal secara sempurna. Dari aspek inilah pemahaman tentang cinta bagi orang-orang beriman berbeda dengan pemahaman masyarakat jahiliah. Cinta dan persahabatan pada masyarakat jahiliah tidak dilandasi niat untuk senantiasa bersama selama-lamanya, maka mereka pun tidak dapat mempraktikkan konsep-konsep kesetiaan, kepercayaan, dan amanah yang sejati. Jika dua orang yang mengaku sebagai kawan membuat suatu syarat khusus yang melandasi persahabatan mereka, maka itu berarti mereka dapat mengakhiri pertemanan mereka kapan saja. Kedua belah pihak yang menyadari adanya kemungkinan ini pun lalu bersikap saling hati-hati satu sama lain dan merasa tidak nyaman. Kehatian-hatian merusak ketulusan, dimana hal ini merupakan prasyarat dalam menjalin cinta dan persahabatan. Dalam hubungan-hubungan yang sifatnya duniawi orang-orang senantiasa memperhitungkan adanya kemungkinan berakhirnya persahabatan mereka dan, dengan demikian, mereka pun menghindari untuk menunjukkan sifat ketulusan dimana nantinya dapat membuat mereka merasa malu bila kelak keramah-tamahan ini telah berakhir.
Di lain pihak, bagi orang-orang beriman, mereka memiliki ketulusan dan tidak pernah bersikap pura-pura. Seseorang yang berniat untuk bersama-sama dengan orang lain untuk selama-lamanya adalah seseorang yang telah memiliki komitmen untuk menunjukkan kesetiaan, cinta, dan persahabatan yang tiada putus-putusnya. Karakteristik istimewa mengenai cinta dan persahabatan dari orang-orang beriman ini, yaitu kesediaan untuk bersama-sama selama-lamanya, membuat mereka dapat memperoleh kebahagiaan yang besar dari kasih sayang yang mereka alami serta kegembiraan karena punya harapan untuk berada bersama-sama dengan orang-orang yang mereka cintai di surga nanti. Ini juga merupakan kesenangan, karena adanya kepastian, sehingga mereka akan bersikap setia kepada orang-orang yang mereka cintai selama-lamanya.
Orang-orang yang mengalami cinta dan persahabatan sejati serta menjalaninya dengan makna yang sesungguhnya adalah orang-orang beriman. Alasan utamanya adalah karena mereka mencintai satu sama lain, bukan karena mencari keuntungan, namun hanyalah semata-mata karena orang-orang yang mereka cintai itu adalah orang-orang yang memiliki iman yang tulus dan taat. Apa yang membuat seseorang dicintai dan memiliki daya tarik untuk dijadikan teman adalah karena ketakwaannya kepada Allah, dan kesalehannya yang telah membuat seseorang hidup dengan nilai-nilai al-Qur'an secara cermat. Seseorang yang hidup dengan nilai-nilai al-Qur'an juga mengetahui karakteristik-karakteristik apa saja yang mesti dimilikinya agar dapat dijadikan sebagai seorang teman yang berharga, dan dia pun mengambil karakteristik-karakteristik ini sesempurna mungkin. Dan demikian pula, ia pun dapat mengapresiasi karakteristik-karakteristik yang dapat dikagumi pada orang lain dan dapat mencintai dengan sesungguhnya.
Selama pemahaman mengenai hal ini senantiasa ada dan nilai-nilai Qur'ani meliputi diri mereka, kebahagiaan yang diperoleh dari cinta dan persahabatan tidak pernah hilang. Lebih jauh lagi, semakin orang itu memperlihatkan akhlak yang baik, kesenangan dan kebahagiaan yang mereka dapati dari cinta dan persahabatan pun senantiasa meningkat. Tatkala mereka saling memperhatikan satu sama lain sifat-sifat khas yang ada pada diri orang-orang beriman, tanda-tanda adanya iman dan nurani, ketulusan, ketakwaan kepada Allah dan kesalehan, maka gairah mereka pun semakin tumbuh subur. Gairah mereka terasa terbangkitkan karena berada di tengah-tengah lingkungan orang-orang yang mendapat keridhaan dan kasih sayang dari Allah serta senantiasa cenderung untuk berusaha meraih kedudukan yang tinggi di akhirat kelak. Begitulah, mereka merasa bahagia bersahabat dengan orang-orang yang oleh Allah sendiri telah dijadikan sebagai para kekasih-Nya.
Oleh karena kecintaan di antara mereka dilandasi oleh sebuah pemahaman tentang persahabatan yang kekal selamanya, maka kecintaan itu tidak akan berkurang atau berakhir dengan adanya kematian. Sebaliknya, justru makin kekal secara sempurna. Dari aspek inilah pemahaman tentang cinta bagi orang-orang beriman berbeda dengan pemahaman masyarakat jahiliah. Cinta dan persahabatan pada masyarakat jahiliah tidak dilandasi niat untuk senantiasa bersama selama-lamanya, maka mereka pun tidak dapat mempraktikkan konsep-konsep kesetiaan, kepercayaan, dan amanah yang sejati. Jika dua orang yang mengaku sebagai kawan membuat suatu syarat khusus yang melandasi persahabatan mereka, maka itu berarti mereka dapat mengakhiri pertemanan mereka kapan saja. Kedua belah pihak yang menyadari adanya kemungkinan ini pun lalu bersikap saling hati-hati satu sama lain dan merasa tidak nyaman. Kehatian-hatian merusak ketulusan, dimana hal ini merupakan prasyarat dalam menjalin cinta dan persahabatan. Dalam hubungan-hubungan yang sifatnya duniawi orang-orang senantiasa memperhitungkan adanya kemungkinan berakhirnya persahabatan mereka dan, dengan demikian, mereka pun menghindari untuk menunjukkan sifat ketulusan dimana nantinya dapat membuat mereka merasa malu bila kelak keramah-tamahan ini telah berakhir.
Di lain pihak, bagi orang-orang beriman, mereka memiliki ketulusan dan tidak pernah bersikap pura-pura. Seseorang yang berniat untuk bersama-sama dengan orang lain untuk selama-lamanya adalah seseorang yang telah memiliki komitmen untuk menunjukkan kesetiaan, cinta, dan persahabatan yang tiada putus-putusnya. Karakteristik istimewa mengenai cinta dan persahabatan dari orang-orang beriman ini, yaitu kesediaan untuk bersama-sama selama-lamanya, membuat mereka dapat memperoleh kebahagiaan yang besar dari kasih sayang yang mereka alami serta kegembiraan karena punya harapan untuk berada bersama-sama dengan orang-orang yang mereka cintai di surga nanti. Ini juga merupakan kesenangan, karena adanya kepastian, sehingga mereka akan bersikap setia kepada orang-orang yang mereka cintai selama-lamanya.
Ukhuwah Atas Nama Allah
In SosialMuslim satu dengan Muslim yang lain itu ibarat satu tubuh. Jika satu disakiti, maka yang lain juga akan menderita. Tapi ukhuwah yang benar hanya atas nama Allah SWT
Muslim satu dengan Muslim yang lain itu ibarat satu tubuh, kata Nabi. Itulah ukhuwah atau persaudaraan. Ukhuwah islamiyah atau persaudaran Islam adalah sendi pokok untuk membangun tatanan masyarakat Muslim yang kokoh. Tatanan masyarakat Islam yang kokoh merupakan cita-cita kita semua dimana Islam sebagai Rahmatan lil 'alamin akan benar- benar terwujud.
Memperkokoh pilar-pilar ukhuwah islamiyah adalah kewajiban setiap Muslim. Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan kaum Muslimin untuk menegakkan ukhuwah. Hal itu termaktub dalam beberapa ayat di Al-Quranul Karim.
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam dalam berbagai hadits juga memerintahkan ummatnya untuk melakukan hal yang sama. Di bawah ini adalah beberapa hadits yang menjelaskan kedudukan ukhuwah dalam Islam. Di bawah ini adalah anjuran ukhuwah menurut Islam.
Lillahi Ta'ala
Semangat ukhuwah di antara sesama Muslim hendaknya didasari karena Allah semata, karena ia akan menjadi barometer yang baik untuk mengukur baik-buruknya suatu hubungan. Rasulullah bersabda, "Pada hari kiamat Allah berfirman: Dimanakah orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku? Pada hari yang tiada naungan selain naungan-Ku ini, aku menaungi mereka dengan naungan-Ku." (HR Muslim)
Dalam hadits lain Rasulullah bersabda, "Barangsiapa yang bersaudara dengan seseorang karena Allah, niscaya Allah akan mengangkatnya ke suatu derajat di surga yang tidak bisa diperolehnya dengan sesuatu dari amalnya." (HR Muslim)
Dalam keterangan yang lain Nabi Muhammad menjelaskan, "Di sekeliling Arsy terdapat mimbar-mimbar dari cahaya yang ditempati oleh suatu kaum yang berpakaian dan berwajah (cemerlang) pula. Mereka bukanlah para nabi atau syuhada, tetapi nabi dan syuhada merasa iri terhadap mereka." Para sahabat berkata, "Wahai Rasulullah, beritahukanlah kepada kami tentang mereka." Beliau menjawab, "Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai, bersahabat, dan saling mengunjungi karena Allah." (HR Nasa'i dari Abu Hurairah Radiallahu 'anhu)
Tidak Saling Menzhalimi
"Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya, tidak menzhalimi atau mencelakakannya. Barangsiapa membantu kebutuhan saudaranya sesama Muslim dengan menghilangkan satu kesusahan darinya, niscaya Allah akan menghilangkan darinya satu kesusahan di antara kesusahan-kesusahan di hari kiamat. Dan barangsiapa menutupi aib seorang Muslim, niscaya Allah akan menutup aibnya pada hari kiamat." (HR Bukhari dari Abdullah bin Umar ra)
Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah bersabda, "Janganlah kalian saling mendengki, melakukan najasy, saling membenci, memusuhi, atau menjual barang yang sudah dijual ke orang lain. Tetapi jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim yang lain, tidak menzhalimi, dan tidak membiarkan atau menghinakannya. Takwa itu di sini (beliau menunjuk ke dadanya tiga kali)."
Ibarat Satu Tubuh
Ukhuwah dalam Islam memperkuat ikatan antara orang-orang Muslim dan menjadikan mereka satu bangunan yang kokoh. "Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mencintai dan berkasih sayang adalah ibarat satu tubuh; apabila satu organnya merasa sakit, maka seluruh tubuh akan sulit tidur dan merasa demam." (HR Muslim)
"Orang-orang Muslim itu ibarat satu tubuh; apabila matanya marasa sakit, seluruh tubuh ikut merasa sakit; jika kepalanya merasa sakit, seluruh tubuh ikut pula merasakan sakit." (HR Muslim)
Merasakan Lezatnya Iman
"Barangsiapa ingin (suka) memperoleh kelezatan iman, hendaklah ia mencintai seseorang hanya karena Allah." (HR Ahmad)
Mengenal Baik Sahabatnya
"Jika seseorang menjalin ukhuwah dengan orang lain, hendaklah ia bertanya tentang namanya, nama ayahnya, dan dari suku manakah ia berasal, karena hal itu lebih mempererat jalinan rasa cinta." (HR Tirmidzi). [www.hidayatullah.com]
Keajaiban Silaturahmi
In SosialSelain karena jarak yang mungkin jauh membentang, kesibukan pun menjadi salah satu sebab tidak terbangunnya hubungan silaturrahim dengan baik. Ada setumpuk arsip dan kertas-kertas kerja yang perlu segera diselesaikan.
Biasanya, orang seperti ini akan segera menelpon, “Aduh, maaf, saya tidak bisa hadir.....” Dan segera menutup pembicaraan dengan sebuah permintaan yang dikiranya cukup melegakan, “Salam saja buat semuanya!”
Yah, pekerjaan dan kesibukan adalah senjata utama yang dapat menghalangi Anda dari keinginan untuk bersilaturrahmi.
Padahal, dengan selalu menjalin tali silaturrahim, Anda telah berinvestasi untuk kebahagiaan Anda dunia dan akhirat.
Wasiat Penutup Para Rasul
Menyambung tali silaturrahim adalah wasiat penutup para rasul. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,
اِتَّقُوْا اللهَ وَصِلُوْا أَرْحَامَكُمْ
“Takutlah kepada Allah dan sambunglah tali silaturrahim.” (HR. Baihaqi. Dinyatakan shahih oleh Syaikh Al Albani).
Juga sabda beliau, “Sebarkan salam, sambunglah tali silaturrahim, shalatlah di malam hari di saat manusia terlelap tidur, niscaya kamu akan masuk surga dengan selamat.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Sabda beliau, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia menyambung tali silaturrahim.” (HR. Bukhari).
KEUTAMAAN MENYAMBUNG TALI SILATURRAHIM
A. Pahala di Dunia
Pahala yang akan dipetik oleh seseorang yang menyambung tali silaturrahim di dunia adalah:
1. Dilapangkan rezekinya
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ رِزْقُهُ أَوْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Barangsiapa yang senang agar dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung tali silaturrahim.” (HR. Bukhari).
Ternyata, melupakan silaturrahim dengan alasan sibuk mencari rezki, malah menjadikan rezki kita sempit.
2. Orang yang menyambung tali silaturrahim biasanya tidak akan menemui masa sulit
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Tidaklah sebuah keluarga yang gemar menyambung tali silaturrahim kemudian mereka akan meminta-minta.” (HR. Ibnu Hibban, dinyatakan shahih oleh Al Albani).
Perbanyaklah silaturrahim, maka Allah akan mencukupi Anda.
3. Dipanjangkan umurnya
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
صِلَةُ الرَّحِمِ تَزِيْدُ فِيْ الْعُمْرِ ، وَصَدَقَةُ السِّرَّ تُطْفِئُ غَضَبَ الرَّبِّ
“Silaturrahim dapat menambah umur, sedangkan sedekah dengan sembunyi-semunyi dapat meredam murka Allah.” (HR. Ath-Thabrani, dinyatakan hasan oleh Al Albani).
4. Akan diperbanyak anak keturunannya
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Sesungguhnya ketaatan yang akan disegerakan pahalanya adalah menyambung tali silaturrahim, bahkan sekiranya sebuah keluarga saling menyambung tali silaturrahim, meskipun mereka durhaka, akan dilimpahkan harta benda mereka dan diperbanyak anak keturunan mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud, dinyatakan shahih oleh Al Albani).
Silaturrahim, rupanya bisa jadi tips bagi Anda yang ingin segera mendapatkan keturunan. Selamat mencoba.
5. Dimakmurkan negerinya
Dalam sebuah sabdanya, baginda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengingatkan kita tentang salah satu keutamaan menyambung tali silaturrahim, “Menyambung tali silaturrahim adalah akhlak yang baik, dan berbuat baik kepada tetangga dapat memakmurkan negeri dan menambah umur.” (HR. Ahmad, dinyatakan shahih oleh Al Albani).
Barangkali, di antara penyebab mengapa negeri ini sering dilanda bencana adalah karena penduduknya tak lagi menjalin tali silaturrahim. Sibuk dengan urusan pribadi, menjadikan kita lupa saling sapa dan saling mengunjungi.
6. Allah akan menyambungnya
Barangsiapa yang disambungkan oleh Allah Subhaanahu Wata'ala, maka tidak akan terputus sama sekali. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,“Allah berfirman kepada tali silaturrahim, “Tidakkah engkau ridha bila Aku sambung seseorang yang menyambungmu?” (HR. Bukhari dan Muslim).
7. Ketaatan yang akan disegerakan pahalanya
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Sambunglah tali silaturrahim kalian. Sesungguhnya tiada sebuah pahala pun yang akan disegerakan (pemberiannya) dibanding dengan pahala menyambung tali silaturrahim.” (Shahih at-Targhib no. 2516).
8. Menghindarkan sebab-sebab su’ul khatimah
Rasulullah ? bersabda, “Barangsiapa yang ingin dipanjangkan umurnya, dilapangkan rezekinya dan dihindarkan dari su’ul khatimah, maka hendaklah ia bertakwa kepada Allah dan menyambung tali silaturrahim.” (HR. Ahmad dan Al Hakim, dishahihkan al Albani).
B. Pahala di Akhirat
1. Menjadi benteng baginya di dalam kubur
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya jenazah akan mendengar suara terompah kalian ketika kalian pergi meninggalkannya. Apabila ia seorang mukmin, maka (pahala) shalat berada di kepalanya, (pahala) zakat berada di sebelah kanannya, (pahala) puasa berada di sebelah kirinya. Sedangkan (pahala) amalan-amalan kebaikan berupa sedekah, silaturrahim, kemakrufan, dan berbuat baik kepada manusia akan berada di kakinya. Ia akan didatangi (malaikat) melalui kepalanya, maka shalat berkata, “Tiada pintu masuk dari arahku.” Lalu ia didatangi melalui sebelah kanannya, maka zakat berkata, “Tiada pintu masuk dari arahku.” Lalu ia didatangi dari sebelah kiri, maka puasa berkata, “Tiada pintu masuk dari arahku.” Lalu ia didatangi oleh kedua kakinya, maka amalan-amalan kebaikan berkata, “Tiada pintu masuk dari arahku.” Kemudian dikatakan kepada si mayit, “Duduklah!” (HR. Ibnu Hibban, dihasankan oleh Al Albani).
2. Sebab seseorang masuk surga
Menyambung silaturrahim adalah salah satu sebab dimasukkannya seseorang ke dalam surga.
Dari Abu Ayyub al Anshari ? bahwasanya ada seorang lelaki yang bertanya (kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam), “Beritahukanlah kepada tentang suatu amalan yang dapat memasukkan seseorang ke dalam surga. Maka Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Hendaklah engkau menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, mendirikan shalat, membayar zakat dan menyambung tali silaturrahim.” (HR. Al Bukhari).
3. Amalan yang paling dicintai Allah
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
أحَبُّ الْأَعْمَالِ إِلىَ اللهِ إِيْمَانٌ بِاللهِ ثُمَّ صِلَةُ الرَّحِمِ ثُمَّ الْأَمْرُ بِالْمَعْرُوْفِ وَالنَّهْىُ عَنِ الْمُنْكَرِ
“Amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah beriman kepada Allah, lalu menyambung tali silaturrahim, lalu beramal makruf nahi munkar.” (HR. Abu Ya’la, dinyatakan shahih oleh Al Albani).
Sambunglah Orang yang Memutus Silaturrahim Anda
Ini merupakan wasiat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, beliau bersabda,
صِلْ مَنْ قَطَعَكَ وَأَحْسِنْ إِلَى مَنْ أَسَاءَ إِلَيْكَ
“Sambunglah orang yang memutus tali silaturrahmimu, dan berbuat baiklah kepada orang yang berbuat buruk kepadamu.” (HR. Ibnu An-Najjar, dinyatakan shahih oleh Al Albani).
Barangkali, aksi pertama yang kita lakukan ketika menerima perlakuan buruk dari orang lain adalah memberi balasan setimpal, bahkan pembalasan yang lebih kejam. Namun ternyata, Nabi kita mewasiatkan sebaliknya, “Berbuat baiklah kepada orang yang berbuat buruk kepadamu.” Apa sebab? Agar kita tetap mendapatkan keutamaan-keutamaan dari bersilaturrahmi.
Wallahu Waliyyut Taufiq
Bahan bacaan: ‘Ilajul Qathi’ah bi Shilatil Arham, karya Abdul Qadir Abu Thalib.
Sumber: Buletin Al Fikrah No. 13 Tahun X/22 Rabiul Akhir 1430 H
Biasanya, orang seperti ini akan segera menelpon, “Aduh, maaf, saya tidak bisa hadir.....” Dan segera menutup pembicaraan dengan sebuah permintaan yang dikiranya cukup melegakan, “Salam saja buat semuanya!”
Yah, pekerjaan dan kesibukan adalah senjata utama yang dapat menghalangi Anda dari keinginan untuk bersilaturrahmi.
Padahal, dengan selalu menjalin tali silaturrahim, Anda telah berinvestasi untuk kebahagiaan Anda dunia dan akhirat.
Wasiat Penutup Para Rasul
Menyambung tali silaturrahim adalah wasiat penutup para rasul. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,
اِتَّقُوْا اللهَ وَصِلُوْا أَرْحَامَكُمْ
“Takutlah kepada Allah dan sambunglah tali silaturrahim.” (HR. Baihaqi. Dinyatakan shahih oleh Syaikh Al Albani).
Juga sabda beliau, “Sebarkan salam, sambunglah tali silaturrahim, shalatlah di malam hari di saat manusia terlelap tidur, niscaya kamu akan masuk surga dengan selamat.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Sabda beliau, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia menyambung tali silaturrahim.” (HR. Bukhari).
KEUTAMAAN MENYAMBUNG TALI SILATURRAHIM
A. Pahala di Dunia
Pahala yang akan dipetik oleh seseorang yang menyambung tali silaturrahim di dunia adalah:
1. Dilapangkan rezekinya
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ رِزْقُهُ أَوْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Barangsiapa yang senang agar dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung tali silaturrahim.” (HR. Bukhari).
Ternyata, melupakan silaturrahim dengan alasan sibuk mencari rezki, malah menjadikan rezki kita sempit.
2. Orang yang menyambung tali silaturrahim biasanya tidak akan menemui masa sulit
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Tidaklah sebuah keluarga yang gemar menyambung tali silaturrahim kemudian mereka akan meminta-minta.” (HR. Ibnu Hibban, dinyatakan shahih oleh Al Albani).
Perbanyaklah silaturrahim, maka Allah akan mencukupi Anda.
3. Dipanjangkan umurnya
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
صِلَةُ الرَّحِمِ تَزِيْدُ فِيْ الْعُمْرِ ، وَصَدَقَةُ السِّرَّ تُطْفِئُ غَضَبَ الرَّبِّ
“Silaturrahim dapat menambah umur, sedangkan sedekah dengan sembunyi-semunyi dapat meredam murka Allah.” (HR. Ath-Thabrani, dinyatakan hasan oleh Al Albani).
4. Akan diperbanyak anak keturunannya
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Sesungguhnya ketaatan yang akan disegerakan pahalanya adalah menyambung tali silaturrahim, bahkan sekiranya sebuah keluarga saling menyambung tali silaturrahim, meskipun mereka durhaka, akan dilimpahkan harta benda mereka dan diperbanyak anak keturunan mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud, dinyatakan shahih oleh Al Albani).
Silaturrahim, rupanya bisa jadi tips bagi Anda yang ingin segera mendapatkan keturunan. Selamat mencoba.
5. Dimakmurkan negerinya
Dalam sebuah sabdanya, baginda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengingatkan kita tentang salah satu keutamaan menyambung tali silaturrahim, “Menyambung tali silaturrahim adalah akhlak yang baik, dan berbuat baik kepada tetangga dapat memakmurkan negeri dan menambah umur.” (HR. Ahmad, dinyatakan shahih oleh Al Albani).
Barangkali, di antara penyebab mengapa negeri ini sering dilanda bencana adalah karena penduduknya tak lagi menjalin tali silaturrahim. Sibuk dengan urusan pribadi, menjadikan kita lupa saling sapa dan saling mengunjungi.
6. Allah akan menyambungnya
Barangsiapa yang disambungkan oleh Allah Subhaanahu Wata'ala, maka tidak akan terputus sama sekali. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,“Allah berfirman kepada tali silaturrahim, “Tidakkah engkau ridha bila Aku sambung seseorang yang menyambungmu?” (HR. Bukhari dan Muslim).
7. Ketaatan yang akan disegerakan pahalanya
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Sambunglah tali silaturrahim kalian. Sesungguhnya tiada sebuah pahala pun yang akan disegerakan (pemberiannya) dibanding dengan pahala menyambung tali silaturrahim.” (Shahih at-Targhib no. 2516).
8. Menghindarkan sebab-sebab su’ul khatimah
Rasulullah ? bersabda, “Barangsiapa yang ingin dipanjangkan umurnya, dilapangkan rezekinya dan dihindarkan dari su’ul khatimah, maka hendaklah ia bertakwa kepada Allah dan menyambung tali silaturrahim.” (HR. Ahmad dan Al Hakim, dishahihkan al Albani).
B. Pahala di Akhirat
1. Menjadi benteng baginya di dalam kubur
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya jenazah akan mendengar suara terompah kalian ketika kalian pergi meninggalkannya. Apabila ia seorang mukmin, maka (pahala) shalat berada di kepalanya, (pahala) zakat berada di sebelah kanannya, (pahala) puasa berada di sebelah kirinya. Sedangkan (pahala) amalan-amalan kebaikan berupa sedekah, silaturrahim, kemakrufan, dan berbuat baik kepada manusia akan berada di kakinya. Ia akan didatangi (malaikat) melalui kepalanya, maka shalat berkata, “Tiada pintu masuk dari arahku.” Lalu ia didatangi melalui sebelah kanannya, maka zakat berkata, “Tiada pintu masuk dari arahku.” Lalu ia didatangi dari sebelah kiri, maka puasa berkata, “Tiada pintu masuk dari arahku.” Lalu ia didatangi oleh kedua kakinya, maka amalan-amalan kebaikan berkata, “Tiada pintu masuk dari arahku.” Kemudian dikatakan kepada si mayit, “Duduklah!” (HR. Ibnu Hibban, dihasankan oleh Al Albani).
2. Sebab seseorang masuk surga
Menyambung silaturrahim adalah salah satu sebab dimasukkannya seseorang ke dalam surga.
Dari Abu Ayyub al Anshari ? bahwasanya ada seorang lelaki yang bertanya (kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam), “Beritahukanlah kepada tentang suatu amalan yang dapat memasukkan seseorang ke dalam surga. Maka Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Hendaklah engkau menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, mendirikan shalat, membayar zakat dan menyambung tali silaturrahim.” (HR. Al Bukhari).
3. Amalan yang paling dicintai Allah
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
أحَبُّ الْأَعْمَالِ إِلىَ اللهِ إِيْمَانٌ بِاللهِ ثُمَّ صِلَةُ الرَّحِمِ ثُمَّ الْأَمْرُ بِالْمَعْرُوْفِ وَالنَّهْىُ عَنِ الْمُنْكَرِ
“Amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah beriman kepada Allah, lalu menyambung tali silaturrahim, lalu beramal makruf nahi munkar.” (HR. Abu Ya’la, dinyatakan shahih oleh Al Albani).
Sambunglah Orang yang Memutus Silaturrahim Anda
Ini merupakan wasiat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, beliau bersabda,
صِلْ مَنْ قَطَعَكَ وَأَحْسِنْ إِلَى مَنْ أَسَاءَ إِلَيْكَ
“Sambunglah orang yang memutus tali silaturrahmimu, dan berbuat baiklah kepada orang yang berbuat buruk kepadamu.” (HR. Ibnu An-Najjar, dinyatakan shahih oleh Al Albani).
Barangkali, aksi pertama yang kita lakukan ketika menerima perlakuan buruk dari orang lain adalah memberi balasan setimpal, bahkan pembalasan yang lebih kejam. Namun ternyata, Nabi kita mewasiatkan sebaliknya, “Berbuat baiklah kepada orang yang berbuat buruk kepadamu.” Apa sebab? Agar kita tetap mendapatkan keutamaan-keutamaan dari bersilaturrahmi.
Wallahu Waliyyut Taufiq
Bahan bacaan: ‘Ilajul Qathi’ah bi Shilatil Arham, karya Abdul Qadir Abu Thalib.
Sumber: Buletin Al Fikrah No. 13 Tahun X/22 Rabiul Akhir 1430 H
Langganan:
Postingan (Atom)