KOLEKSI PUSTAKA

KOLEKSI PUSTAKA

MENANTI DIBACA

MENANTI DIBACA

MEMBACA

MEMBACA

BUKU PUN TERSENYUM

BUKU PUN TERSENYUM
Selamat Datang dan Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
Tampilkan postingan dengan label al-Qur'an. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label al-Qur'an. Tampilkan semua postingan

Tafsir Q.S. Al Baqarah: 114

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ مَنَعَ مَسَاجِدَ اللَّهِ أَنْ يُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ وَسَعَى فِي خَرَابِهَا أُولَئِكَ مَا كَانَ لَهُمْ أَنْ يَدْخُلُوهَا إِلا خَائِفِينَ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ وَلَهُمْ فِي الآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ

Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam mesjid-mesjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (mesjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat. (Q.S. Al Baqarah: 114)

Di antara tindakan-tindakan orang-orang Yahudi dan Nasrani yang paling zalim di sisi Allah ialah:

1.Menghalang-halangi manusia menyebut nama Allah di dalam mesjid-mesjid-Nya. Termasuk di dalamnya menghalang-halangi segala perbuatan yang berhubungan dengan urusan agama, seperti mempelajari dan mengamalkan agama, iktikaf, shalat, zikir dan sebagainya.

2.Merobohkan mesjid-mesjid Allah. Termasuk di dalamnya perbuatan-perbuatan, usaha-usaha atau tindakan-tindakan yang bertujuan untuk merusak, merobohkan, menghalang-halangi pendirian mesjid dan sebagainya.

Kedua macam perbuatan itu dinyatakan Allah swt. sebagai perbuatan yang zalim karena perbuatan itu mengakibatkan hilangnya syiar agama Allah di permukaan bumi.

Para ahli tafsir sependapat bahwa ayat di atas mengisyaratkan "tindakan yang umum" dan "tindakan yang khusus".

"Tindakan yang umum" ialah segala macam tindakan atau perbuatan yang berhubungan dengan menghalang-halangi manusia beribadah di dalam mesjid dan tindakan merobohkan mesjid Allah.

"Tindakan yang khusus" ialah bahwa ayat di atas diturunkan atau mengisyaratkan bahwa telah terjadi suatu peristiwa dalam sejarah yang sifatnya sama dengan sifat-sifat tindakan atau perbuatan yang disebut di dalam ayat.

Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang peristiwa yang dimaksud oleh ayat ini.
Pendapat-pendapat itu ialah:

Pendapat pertama: Ayat di atas mengisyaratkan tindakan orang-orang musyrik Mekah yang menghalang-halangi keinginan Rasulullah saw. beserta para sahabatnya yang hendak mengerjakan ibadah umrah pada bulan Zulhijah tahun 6 Hijriyah (bulan Februari 628 M). Timbulnya keinginan itu karena di dalam perjanjian Hudaibiyyah (Sulhul Hudaibiyah) Nabi Muhammad saw. dan para sahahat dibolehkan oleh kaum musyrikin memasuki kota Mekah pada tahun setelah perjanjian itu ditanda-tangani. Di saat Rasulullah saw. dan para sahabat bersiap hendak melaksanakan keinginannya itu, kaum musyrikin Mekah membatalkan secara sepihak perjanjian itu. Tindakan mereka inilah yang dimaksud Allah dengan menghalang-halangi manusia menyebut nama Allah di dalam masjid-Nya dan usaha merobohkan mesjid .
Pendapat golongan pertama ini selanjutnya menegaskan bahwa lanjutan ayat terdapat perkataan:

أُولَئِكَ مَا كَانَ لَهُمْ أَنْ يَدْخُلُوهَا إِلَّا خَائِفِينَ

Artinya:
....mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (mesjid Allah) kecuali dengan rasa takut (kepada Allah).... (Q.S Al Baqarah: 114)

Ayat ini membayangkan bahwa akan tiba saatnya nanti kaum muslimin memasuki kota Mekah dengan aman dan tenteram dan orang musyrik Mekah akan memasuki Masjidil Haram dengan penuh rasa takut. Hal ini terbukti di kemudian hari dengan terjadinya penaklukan kota Mekah oleh kaum muslimin dan orang musyrik Mekah meninggalkan agama mereka dan masuk agama Islam.

Pendapat kedua: Ayat di atas mnengisyaratkan tindakan raja Titus (70 M) bangsa Romawi, anak dari kaisar Vespacianus. Titus mengepung dan menyerang orang Yahudi di Yerusalem dengan cara di luar perikemanusiaan dan menghancurkan Haikal Sulaiman. Menurut sebahagian ahli sejarah, terjadinya hal yang demikian ada hubungannya dengan pertentangan dan permusuhan yang terjadi antara orang Yahudi dan orang Nasrani di Yerusalem.

Alasan dari pendapat kedua ini ialah bahwa ayat ini ada hubungannya dengan ayat-ayat sebelum dan ayat-ayat sesudahnya. Ayat-ayat sebelum dan ayat-ayat sesudahnya ini menerangkan tentang tindakan-tindakan orang-orang Yahudi dan orang Nasrani. Tindakan orang Yahudi dan orang Nasrani yang menghalangi manusia beribadat di mesjid Allah dan merobohkan mesjid Allah ialah tindakan yang dilakukan oleh Titus itu. Menurut pendapat ini bahwa kaum musyrik Mekah hanya menghalang-halangi kaum muslimin melakukan umrah dan beribadat di Mesjidil Haram, mereka tidak menghancurkan Mesjidil Haram, karena itu sifat-sifat tindakan mereka tidak seluruhnya seperti tindakan-tindakan yang disifatkan Allah dalam ayat di atas.

Tindakan orang-orang musyrik Mekah menghalang-halangi Rasulullah saw. dan kaum Muslimin memasuki kota Mekah untuk melaksanakan ibadah haji dan tindakan raja Titus menghancurkan Baitul Maqdis termasuk di dalam "tindakan yang umum". Sedang yang dimaksud "tindakan khusus" yang sesuai dengan ayat ini ialah pendapat kedua karena adanya perkataan "merobohkan mesjid" Allah di dalam ayat. Kaum Musyrikin Mekah tidak pernah merobohkan Mesjid Allah dalam arti yang sebenarnya; mereka hanya mengotori Baitullah dan menghalangi kaum Muslimin beribadat. Sedang Titus dan tentaranya benar-benar telah merobohkan mesjid Allah di Yerusalem dan membunuh orang-orang yang beribadat kepada Allah.

Lanjutan ayat menerangkan sifat-sifat yang harus dilakukan oleh manusia memasuki mesjid Allah, dengan tunduk, patuh dan memurnikan ketaatannya hanya kepada Allah semata. Dari ayat ini dipahamkan dilarang manusia memasuki mesjid Allah dengan sikap angkuh dan riya . Dilarang memasuki mesjid orang yang bermaksud menghalangi manusia beribadat di dalamnya, dan orang-orang yang bermaksud merusak atau merobohkannya.

Pada akhir ayat, Allah swt. mengancam orang-orang yang melakukan tindakan-tindakan di atas dengan kehinaan di dunia dan azab yang pedih di akhirat nanti.

Kehinaan di dunia mungkin berupa malapetaka, kehancuran dan segala macam kehinaan baik yang langsung atau yang tidak langsung dirasakan oleh manusia. Bentuk azab di akhirat hanya Allah yang lebih mengetahuinya.

Allah swt. melarang manusia dengan larangan melakukan segala macam tindakan yang berhubungan dengan menghalang-halangi manusia berdoa, shalat, iktikaf, mempelajari agama, beribadat, dan pebuatan-perbuatan yang lain dalam menegakkan syiar agama Allah di dalam mesjid-mesjid-Nya serta usaha merusak dan merobohkannya.

Perbuatan atau tindakan itu adalah perbuatan dan tindakan yang paling zalim di sisi Allah, karena tindakan itu langsung atau tidak langsung berakibat melenyapkan agama Allah di muka bumi. Perbuatan dan tindakan itu demikian zalimnya sehingga Allah mengancam para pembuatnya dengan kehinaan di dunia dan azab yang pedih di akhirat. Yang diperintahkan Allah ialah agar manusia memakmurkan mesjid-mesjid Allah, mendirikan dan memeliharanya dengan baik, masuk ke dalamnya dengan rasa tunduk dan menyerah diri kepada Allah.

Tafsir Q.S. Al Baqarah: 113

وَقَالَتِ الْيَهُودُ لَيْسَتِ النَّصَارَى عَلَى شَيْءٍ وَقَالَتِ النَّصَارَى لَيْسَتِ الْيَهُودُ عَلَى شَيْءٍ وَهُمْ يَتْلُونَ الْكِتَابَ كَذَلِكَ قَالَ الَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ مِثْلَ قَوْلِهِمْ فَاللَّهُ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ

Dan orang-orang Yahudi berkata, "Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu pegangan", dan orang-orang Nasrani berkata, "Orang-orang Yahudi tidak mempunyai sesuatu pegangan," padahal mereka (sama-sama) membaca Al Kitab. Demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui, mengatakan seperti ucapan mereka itu. Maka Allah akan mengadili di antara mereka pada hari kiamat, tentang apa-apa yang mereka berselisih padanya. (Q.S. Al Baqarah: 113)

Orang-orang Yahudi menuduh orang-orang Nasrani tidak mempunyai pegangan sedikit pun. Orang-orang Yahudi mengingkari Al-Masih, padahal mereka telah membaca Kitab Taurat yang di dalamnya terdapat berita tentang kedatangan Nabi Isa. Orang-orang Yahudi memberikan sebutan kepada Al-Masih dengan sebutan yang tidak sepantasnya.

Orang-orang Nasrani menuduh orang-orang Yahudi tidak mempunyai pegangan agama yang benar, karena orang-orang Yahudi telah mengingkari kenabian Al-Masih yang bertindak sebagai penyempurna agama mereka. Padahal mereka telah membaca Kitab, yang semestinya tidak akan terjadi tuduh-menuduh itu. Kalau demikian, mereka mengatakan sesuatu yang tidak tercantum dalam Kitab mereka, karena Taurat memuat berita gembira tentang kedatangan Al-Masih itu untuk menyempurnakan peraturan-peraturan agama yang dibawa oleh Musa a.s. bukan untuk membatalkan. Akan tetapi mengapa sampai terjadi orang-orang Nasrani membatalkan sama sekali agama orang-orang Yahudi?

Secara singkat dapat dikatakan bahwa agama mereka sebenarnya satu. Hanya saja karena ada bagian-bagian yang dibuang dari isi Kitab itu, terjadilah tuduh-menuduh itu. Dengan demikian Kitab yang mereka baca itu menjadi bukti kedustaan mereka.

Sesudah itu Allah swt. memberikan penjelasan bahwa kata-kata yang mereka ucapkan itu bukanlah persoalan baru, bahkan bangsa sebelum mereka mengatakan sesuatu tanpa didasari bukti-bukti yang kuat seperti pengikut agama wasaniah juga mengatakan pada agama lain, bahwa agama yang dianut orang itu tidak mempunyai pegangan apa-apa. Kalau manusia dapat mengetahui yang sebenarnya, tentulah tidak akan terjadi pertentangan yang bersifat prinsip. Kalau demikian maka mereka akan mengatakan bahwa orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani bersikap fanatik pada paham yang dikuasai hawa nafsu.

Dalam pada itu Allah swt. memberikan penegasan bahwa Allahlah yang Maha Mengetahui kebenaran dan kebatilan apa yang mereka perselisihkan itu. Allah pula yang membenarkan mana yang benar dan menempatkan orang-orang yang mencintai kebenaran itu dalam surga Naim, juga yang membatalkan mana yang batil, serta mengekalkan pencinta-pencinta dan pendukung-pendukung kebatilan itu dalam neraka Jahim.

Tafsir Q.S. Al Baqarah: 110

وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَمَا تُقَدِّمُوا لأنْفُسِكُمْ مِنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِنْدَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Al Baqarah: 110)

Allah s.w.t. menyuruh orang-orang Islam supaya terus-menerus menempuh jalan yang sebaik-baiknya, melakukan shalat dan mengeluarkan zakat. Orang-orang Islam diperintahkan agar terus-menerus mendirikan shalat, dan perintah ini dipautkan dengan janji Allah berupa pertolongan mendapatkan kemenangan karena dalam shalat itu terdapat hikmah yang banyak, memperkuat jalinan iman, mempertinggi cita-cita serta mempertinggi daya tahan mental karena di dalam shalat itu terdapat doa kepada Allah yang diucapkan seorang hamba Allah sebagai pernyataan kehendak yang serius, serta memperkuat jalinan hati di antara orang-orang mukmin dengan jalan melakukan shalat jemaah dan pergaulan mereka di dalam mesjid. Dengan jalan inilah iman itu dapat berkembang dan kokoh, dapat juga memelihara kebersihan jiwa yang dapat mencegah diri untuk melakukan perbuatan yang keji, serta dapat mempertinggi daya juang untuk melaksanakan kebenaran. Maka apabila orang-orang Islam menempuh cara-cara yang demikian itu, niscaya mereka akan mendapat pertolongan dari Allah.

Adapun hikmah yang terdapat dalam mengeluarkan zakat ialah mempererat hubungan antara orang-orang Islam yang kaya dengan yang miskin, sehingga dengan kuatnya hubungan itu akan tercipta kesatuan dan persatuan umat yang kokoh merupakan kesatuan yang bulat.

Sesudah itu Allah s.w.t. menegaskan bahwa shalat dan zakat itu sebagai jalan yang harus ditempuh untuk memperoleh kemenangan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Hal ini dapat diketahui dari pernyataan Allah bahwa kebaikan apa saja yang dilakukan oleh orang-orang Islam niscaya akan mendapat balasan dari sisi Allah di hari pembalasan dengan seadil-adilnya. Seterusnya Allah menyuruh orang-orang Islam agar supaya berbuat baik karena Allah benar-benar Maha Mengetahui segenap amalan, baik amal yang banyak maupun amal yang sedikit, tak ada amal yang disia-siakan baik amal yang saleh maupun amal yang jelek, niscaya akan mendapat balasan yang setimpal.

Tafsir Q.S. Al Baqarah: 111-112

وَقَالُوا لَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ إِلا مَنْ كَانَ هُودًا أَوْ نَصَارَى تِلْكَ أَمَانِيُّهُمْ قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ. لَى مَنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَلَهُ أَجْرُهُ عِنْدَ رَبِّهِ وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ

Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata, "Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani". Demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah, "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar". (Tidak demikian) bahkan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Q.S. Al Baqarah: 111-112)

Ahli Kitab, baik Yahudi maupun Nasrani, masing-masing mereka menganggap, bahwa tidak akan masuk surga terkecuali golongan mereka sendiri. Orang-orang Yahudi beranggapan, bahwa yang akan masuk surga, hanyalah orang-orang Yahudi, demikian juga orang-orang Nasrani beranggapan bahwa yang akan masuk surga hanyalah orang-orang Nasrani. Untuk menolak dan membatalkan anggapan mereka itu Allah s.w.t. memberikan penegasan, bahwa anggapan mereka itu hanyalah angan-angan yang timbul dari khayalan mereka saja.

Angan-angan mereka, meskipun disebutkan secara global, namun maknanya mencakup arti yang luas, yaitu angan-angan mereka agar terhindar dari siksa serta anggapan bahwa yang bukan golongan mereka akan terjerumus ke dalam siksa, dan tidak memperoleh nikmat sedikitpun. Itulah sebabnya maka dalam ayat itu angan-angan mereka dinyatakan dalam bentuk jamak.

Dalam pada itu Allah s.w.t. seakan-akan meminta bukti kebenaran yang menguatkan anggapan mereka masing-masing kalau mereka masing-masing dapat mengemukakan bukti-bukti yang benar maka dugaan mereka benar. Akan tetapi dari susunan ayat, tidak demikian yang terpaham. Meskipun pada arti lahir ayat terdapat tuntunan mengemukakan bukti, namun menurut maknanya menyatakan ketidakbenaran dakwaan mereka masing-masing, karena mereka masing-masing memang tidak akan dapat mengemukakan bukti.

Dalam ayat ini terdapat isyarat, bahwa sesuatu pendapat yang tidak didasarkan pada bukti-bukti yang benar tidaklah boleh diterima.

Allah s.w.t. tidak membenarkan anggapan masing-masing golongan dari Ahli Kitab serta menolak anggapan mereka yang batal itu, karena rahmat Allah s.w.t. tidak hanya dimonopoli oleh sesuatu bangsa atau sesuatu golongan, akan tetapi akan didapat oleh siapa saja yang berusaha mendapatkannya dengan ketentuan ia harus beriman dan beramal saleh.

Sebagai ketegasan, Allah s.w.t. memberikan pernyataan bahwa barangsiapa yang beriman kepada Allah dan membuktikan imannya itu dengan amal yang ikhlas, maka ia akan memperoleh pahala. Allah tidak akan menyia-nyiakan amal baik seorang hamba.

Ayat ini juga menunjukkan bahwa iman semata tidak cukup untuk menjamin tercapainya kebahagiaan seseorang, akan tetapi hendaknya disertai amal saleh.

Allah s.w.t. telah menetapkan dalam Alquran bahwa apabila disebut kata-kata iman selalu diiringi oleh amal baik, seperti nampak dalam firman-Nya:

وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ نَقِيرًا

Artinya:
Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik ia laki-laki maupun wanita sedangkan ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walaupun hanya sedikit. (Q.S. An Nisa': 124)

Dan firman-Nya lagi:

فَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَا كُفْرَانَ لِسَعْيِهِ

Artinya:
Maka barangsiapa yang mengerjakan (barang sedikit pun) dari amalan-amalan yang saleh sedang ia beriman, maka tidak ada pengingkaran terhadap amalannya itu. (Q.S. Al Anbiya': 94)

Apabila mereka itu telah berserah diri kepada Allah dan beramal, maka diri mereka itu tidak perlu merasa khawatir dan merasa sedih. Lain halnya orang-orang yang tersesat oleh sesembahan berhala dan tersesat dari petunjuk Allah. Di antara tabiat orang-orang mukmin ialah apabila mereka itu ditimpa oleh sesuatu yang tidak disenangi, mereka akan menyelidiki sebab-sebabnya dan berusaha keras untuk mengatasinya. Kalau masih juga belum teratasi, mereka menyerahkan persoalan itu kepada kekuasaan Allah. Niat mereka sedikit pun tidak kendor dan hati mereka pun menyadari bahwa untuk mengatasi semua kesulitan itu ia menyerahkan diri kepada kekuatan yang hakiki, yaitu Allah s.w.t., sedang tabiat orang-orang yang tidak beriman ialah takut menghadapi masa depan mereka dan selalu rusuh hatinya menghadapi segala sesuatu yang akan menimpa. Maka apabila mereka ditimpa malapetaka, mereka kebingungan tak tahan menghadapi kesusahan itu, dan tak dapat mencari jalan keluar.

Tafsir Q.S. Al Baqarah: 109

وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ فَاعْفُوا وَاصْفَحُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Q.S. Al Baqarah: 109)

Allah swt. menjelaskan bahwa sebahagian besar Ahli Kitab selalu berangan-angan agar dapat membelokkan orang-orang Islam dari agama tauhid menjadi kafir seperti mereka, setelah mereka mengetahui dengan nyata bahwa apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. itu benar dan sesuai dengan prinsip yang terkandung dalam Kitab Taurat.

Ayat ini mengandung peringatan kepada orang-orang Islam agar supaya mereka waspada terhadap tipu muslihat yang mereka lakukan itu adakalanya dengan jalan mengeruhkan ajaran Islam, dan adakalanya dengan jalan menimbul-nimbulkan keragu-raguan di kalangan umat Islam sendiri. Mereka melakukan tipu muslihat itu disebabkan karena kedengkian semata, tidak timbul dari pandangan yang bersih. Kedengkian mereka bukanlah karena keragu-raguan mereka terhadap kandungan isi Alquran atau bukan karena didorong oleh kebenaran yang terdapat dalam Kitab Taurat, akan tetapi disebabkan karena dorongan hawa nafsu, kemerosotan mental dan kedongkolan hati mereka. Itulah sebabnya maka mereka terjerumus dalam lembah kesesatan dan kebatilan.

Sesudah itu Allah swt. memberikan tuntunan pada umat Islam bagaimana caranya menghadapi tindak-tanduk mereka itu. Allah swt. menyuruh umat Islam menghadapi mereka itu dengan sopan-santun yang baik serta suka memaafkan segala kesalahan mereka, juga melarang agar jangan mencela mereka hingga tiba saatnya Allah memberikan perintah, karena Allahlah yang akan memberikan bantuan kepada umat Islam, hingga umat Islam telah dapat menentukan sikap dalam menghadapi tantangan mereka, apakah mereka itu harus diperangi atau diusir.

Peristiwa ini telah terjadi, umat Islam memerangi Bani Quraizah dan Bani Nadir dari Madinah setelah mereka merobek-robek perjanjian. Mereka memberi bantuan kepada orang-orang musyrikin, setelah mereka diberi maaf berulang kali.

Kemudian Allah swt. memberikan ketegasan atau janjinya bahwa Dia akan memberikan bantuan kepada orang-orang Islam, dengan menyatakan bahwa Dia berkuasa pula untuk memberikan kekuatan lainnya dan Dia berkuasa pula untuk memberikan ketetapan hati agar umat Islam tetap berpegang pada kebenaran sehingga mereka dapat mengalahkan orang-orang yang memusuhi umat Islam secara terang-terangan serta menyombongkan kekuatan.

Tafsir Q.S. Al Baqarah: 108

أَمْ تُرِيدُونَ أَنْ تَسْأَلُوا رَسُولَكُمْ كَمَا سُئِلَ مُوسَى مِنْ قَبْلُ وَمَنْ يَتَبَدَّلِ الْكُفْرَ بِالإيمَانِ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ

Apakah kamu menghendaki untuk meminta kepada Rasul kamu seperti Bani Israel meminta kepada Musa pada zaman dahulu? Dan barangsiapa yang menukar iman dengan kekafiran, maka sungguh orang itu telah sesat dari jalan yang lurus. (Q.S. Al Baqarah: 108)

Allah swt. mencela sikap orang-orang Yahudi yang menghina orang-orang Islam, karena adanya penasakhan hukum karena perintah Allah. Dalam hal ini Allah s.w.t. menyindir mereka, apakah mereka ingin mengulang perbuatan nenek moyang mereka, yaitu mengemukakan persoalan kepada Rasul sebagaimana nenek moyang mereka menanyakan sesuatu kepada Nabi Musa a.s. ataukah mereka itu ingin meminta kepada Nabi Muhammad s.a.w. agar supaya beliau mendatangkan hukum yang lain dari hukum yang telah ditetapkan seperti halnya nenek moyang mereka itu mengajukan yang tidak semestinya kepada Nabi Musa a.s.

Firman Allah swt.:

يَسْأَلُكَ أَهْلُ الْكِتَابِ أَنْ تُنَزِّلَ عَلَيْهِمْ كِتَابًا مِنَ السَّمَاءِ فَقَدْ سَأَلُوا مُوسَى أَكْبَرَ مِنْ ذَلِكَ فَقَالُوا أَرِنَا اللَّهَ

Artinya:
Ahli Kitab meminta kepadamu agar kamu menurunkan kepada mereka sebuah kitab dari langit. Maka sesunguhnya mereka telah meminta kepada Musa yang lebih besar dari itu. Mereka berkata, "Perlihatkanlah Allah kepada kami dengan nyata." (Q.S. An Nisa': 153)

Kemudian Allah s.w.t. memberikan ancaman kepada orang-orang Yahudi, bahwa orang-orang yang tidak memegangi ayat-ayat Allah dengan alasan ingin mencari hukum yang lain yang menurut pertimbangannya lebih baik berarti ia telah mengganti imannya dengan kekafiran, lebih mencintai kesesatan daripada hidayah, serta ia telah jauh dari kebenaran. Dan barangsiapa yang melampaui hukum-hukum Allah, berarti ia telah jatuh ke dalam lembah kesesatan.

Dalam ayat ini terdapat petunjuk bagi orang-orang Islam, yaitu agar mereka mengerjakan apa yang diperintahkan Rasulullah s.a.w. dan menjauhi segala larangannya. Juga terdapat larangan meminta sesuatu yang di luar ketentuan hukum yang sudah ada.

Tafsir Q.S. Al Baqarah: 107

أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلا نَصِيرٍ

Tiadakah kamu mengetahui bahwa kerajaan langit dan bumi adalah kepunyaan Allah? Dan tiada bagimu selain Allah seorang pelindung maupun seorang penolong. (Q.S. Al Baqarah: 107)

Allah swt. menjelaskan bahwa Dia mempunyai kerajaan langit dan bumi, dengan kata lain bahwa langit dan bumi serta seluruh isinya tunduk di bawah kekuasaan-Nya, di bawah perintah dan larangan-Nya. Oleh sebab itu Allah swt. berkuasa pula untuk menasakhkan hukum dan menetapkan hukum yang lain menurut kehendak-Nya, apabila menurut pertimbangan-Nya ada manfaat bagi seluruh manusia karena hukum yang lama sudah dipandang tidak sesuai lagi. Maka Allah swt. memberikan penegasan kepada orang-orang Islam bahwa Allahlah yang memberikan pertolongan dan bantuan kepada mereka. Oleh sebab itu orang-orang mukmin dilarang memperdulikan orang-orang Yahudi yang mengingkari perubahan hukum itu, bahkan menghina karena sikap orang-orang Yahudi yang demikian itu sedikit pun tidak akan memberikan mudarat kepada orang-orang mukmin.

Tafsir Q.S. Al Baqarah: 107

ا نَنْسَخْ مِنْ آيَةٍ أَوْ نُنْسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مِنْهَا أَوْ مِثْلِهَا أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Tiadakah kamu mengetahui bahwa kerajaan langit dan bumi adalah kepunyaan Allah? Dan tiada bagimu selain Allah seorang pelindung maupun seorang penolong. (Q.S. Al Baqarah: 107)

Allah swt. menjelaskan bahwa Dia mempunyai kerajaan langit dan bumi, dengan kata lain bahwa langit dan bumi serta seluruh isinya tunduk di bawah kekuasaan-Nya, di bawah perintah dan larangan-Nya. Oleh sebab itu Allah swt. berkuasa pula untuk menasakhkan hukum dan menetapkan hukum yang lain menurut kehendak-Nya, apabila menurut pertimbangan-Nya ada manfaat bagi seluruh manusia karena hukum yang lama sudah dipandang tidak sesuai lagi. Maka Allah swt. memberikan penegasan kepada orang-orang Islam bahwa Allahlah yang memberikan pertolongan dan bantuan kepada mereka. Oleh sebab itu orang-orang mukmin dilarang memperdulikan orang-orang Yahudi yang mengingkari perubahan hukum itu, bahkan menghina karena sikap orang-orang Yahudi yang demikian itu sedikit pun tidak akan memberikan mudarat kepada orang-orang mukmin.

Tafsir Q.S. Al Baqarah: 106

مَا نَنْسَخْ مِنْ آيَةٍ أَوْ نُنْسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مِنْهَا أَوْ مِثْلِهَا أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tiadakah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu? (Q.S. Al Baqarah: 106)

Allah swt. menjelaskan bahwa ayat manapun juga yang dinasakhkan hukumnya, atau diganti dengan ayat yang lain atau ayat yang ditinggalkan, akan menggantinya dengan ayat yang lebih baik yang lebih sesuai dengan kemaslahatan hamba-hamba-Nya, atau menggantinya dengan ayat yang sama nilainya dengan hukum yang lalu.

Adapun hikmah diadakannya pergantian atau perubahan ayat ialah karena nilai kemanfaatannya berbeda-beda menurut waktu dan tempat, kemudian dihapuskan, atau diganti dengan hukum yang lebih baik, atau dengan ayat yang sama nilainya adalah karena ayat diubah atau diganti itu tidak sesuai lagi dengan kepentingan masyarakat sehingga apabila diadakan perubahan atau pergantian termasuk suatu tindakan yang bijaksana.

Bagi yang berpendapat bahwa ayat ini ialah tanda kenabian (mukjizat) yang dijadikan penguat kenabian, maka ayat ini diartikan bahwa Allah swt. tidak akan menghapuskan sesuatu tanpa kenabian salah seorang nabi, yang digunakan untuk penguat kenabiannya, atau tidak akan mengubah tanda kenabian yang terdahulu dengan tanda kenabian yang datang kemudian atau meninggalkan tanda-tanda kenabian itu, karena telah berselang beberapa abad lamanya, terkecuali Allah yang mempunyai kekuasaan yang tidak terbatas memberikan tanda kenabian itu yang lebih baik, baik ditinjau dari segi kemantapannya maupun dari tetapnya kenabian itu, dan karena kekuasaannya yang tidak terbatas, maka hak untuk memberikan tanda kenabian kepada para nabi-Nya tidak dapat dihalang-halangi.

Penasakhan ayat adakalanya terjadi dengan ayat yang lebih ringan hukumnya seperti dihapusnya idah wanita yang ditinggal mati suaminya dari setahun menjadi 4 bulan 10 hari, atau dengan ayat yang sama hukumnya seperti perintah untuk menghadapkan muka ke Baitul Makdis pada waktu mendirikan salat diubah menjadi menghadapkan muka ke Kakbah. Atau dengan hukum yang lebih berat, seperti perang yang tadinya tidak diwajibkan pada orang Islam menjadi diwajibkan.

Ayat ini tidak hanya ditujukan kepada Nabi Muhammad saw. akan tetapi juga ditujukan kepada orang-orang Islam, yang merasa sakit hatinya mendengar cemoohan orang-orang Yahudi kepada Nabi Muhammad saw. Orang-orang yang tipis imannya, tentu mudah dipengaruhi sehingga hatinya mudah menjadi ragu-ragu. Itulah sebabnya maka Allah swt. menegaskan bahwa Allah swt. Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan apabila berkehendak untuk menasakhkan hukum tidak dapat dicegah karena masalah hukum itu termasuk dalam kekuasaan-Nya.

Tafsir Q.S. Al Baqarah: 105

مَا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَلا الْمُشْرِكِينَ أَنْ يُنَزَّلَ عَلَيْكُمْ مِنْ خَيْرٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَاللَّهُ يَخْتَصُّ بِرَحْمَتِهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ

Orang-orang kafir dari Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tiada menginginkan diturunkannya sesuatu kebaikan kepadamu dari Tuhanmu. Dan Allah menentukan siapa yang dikehendaki-Nya (untuk diberi) rahmat-Nya (kenabian); dan Allah mempunyai karunia yang besar. (Q.S. Al Baqarah: 105)

Allah swt. menerangkan bahwa para Ahli Kitab yang terdiri dari orang-orang Yahudi, Nasrani begitu pula orang-orang musyrik, tidak mau percaya kepada Nabi Muhammad karena mereka itu iri hati karena ia diberi Kitab oleh Allah swt. yang lebih baik. Mereka sedikitpun tidak mau mengakui bahwa Alqur'anul Karim itu kitab yang paling banyak mengandung kebaikan dan penuh hidayah. Dengan Alquran itulah Allah swt. menghimpun dan menyatukan umat serta melenyapkan penyakit syirik yang bersarang di hati mereka juga memberikan beberapa prinsip peraturan hidup dan penghidupan mereka.

Demikian juga halnya orang-orang musyrik, setelah mereka melihat kenyataan bahwa makin lama Alquran makin nampak kebenarannya, dan menjadi pendorong yang kuat bagi perjuangan orang-orang Islam, mereka pun berusaha sekuat tenaga untuk menguasai keadaan, dan menghancurkan perjuangan umat Islam hingga lenyap sama sekali.

Meskipun demikian mereka tidak akan dapat merealisir angan-angan mereka karena Allah swt. telah menentukan kehendaknya, memilih orang yang dikehendaki semata-mata karena rahmat-Nya belaka. Dia pulalah yang melimpahkan keutamaan bagi orang yang dipilih untuk diberi kenabian. Dia pula yang melimpahkan kebaikan dan keutamaan, sehingga seluruh hamba-Nya bersenang-senang dalam lautan kebahagiaan. Maka tidak seharusnyalah apabila ada seorang hamba Allah yang merasa dengki kepada seseorang yang telah diberi kebaikan dan keutamaan, karena saluran kebaikan dan keutamaan itu datangnya dari Allah swt. semata.

Tafsir Q.S. Al Baqarah: 104

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَقُولُوا رَاعِنَا وَقُولُوا انْظُرْنَا وَاسْمَعُوا وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad), "Raa`ina", tetapi katakanlah, "Unzhurna", dan "dengarlah". Dan bagi orang-orang kafir siksaan yang pedih. (Q.S. Al Baqarah: 104)

Allah swt. melarang para sahabat Nabi mengucapkan kata-kata "Raa'inaa" yang biasa mereka ucapkan kepada Nabi yang kemudian ditiru oleh orang Yahudi dengan merobah bunyinya sehingga menimbulkan pengertian yang buruk guna mengejek Nabi.

Akan tetapi Allah swt. mengajarkan kepada orang mukmin untuk mengatakan "Unzurnaa" yang mengandung maksud harapan kepada Rasulullah saw. agar dapat memperhatikan keadaan para sahabat.

Allah swt. juga memperhatikan orang-orang mukmin untuk mendengarkan sebaiknya pelajaran-pelajaran agama yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw. yang mengandung pula perintah untuk tunduk dan melaksanakan apa saja yang diperintahkan Nabi, serta menjauhi larangannya.

Kemudian Allah swt. dalam ayat ini memberikan ancaman bahwa orang-orang kafir yang tidak mau memperhatikan ajaran yang disampaikan Nabi Muhammad saw. akan mendapatkan siksaan yang pedih.

Tafsir Q.S. Al Baqarah: 103

وَلَوْ أَنَّهُمْ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَمَثُوبَةٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ خَيْرٌ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ

Sesungguhnya kalau mereka beriman dan bertakwa, (niscaya mereka akan mendapat pahala), dan sesungguhnya pahala dari sisi Allah adalah lebih baik, kalau mereka mengetahui. (Q.S. Al Baqarah: 103)

Allah swt. menerangkan bahwa jika orang-orang Yahudi percaya kepada Kitab mereka dan bertakwa, tentulah mereka akan mendapat pahala yang besar.

Selanjutnya Allah menerangkan bahwa mereka itu dalam setiap perbuatan dan kepercayaan tidak didasarkan pada ilmu pengetahuan yang benar, karena kalau mereka mendasarkan kepercayaan dan perbuatannya itu pada ilmu pengetahuan, tentulah mereka percaya pada Nabi Muhammad saw., dan mengikutinya, dan tentulah mereka tergolong pada orang-orang yang berbabagia. Akan tetapi kenyataannya mereka itu hanya mengikuti dugaan dan bertaklid semata. Sebenarnya di antara perbuatan mereka yang keterlaluan ialah mereka menyalahi isi kitab Taurat itu, dan mereka bergerak di bawah kekuasaan hawa nafsu dan kemauan mereka, sehingga mereka jatuh dalam kesesatan.

Tafsir Q.S. Al Baqarah: 102

وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلا تَكْفُرْ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلا بِإِذْنِ اللَّهِ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلا يَنْفَعُهُمْ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاقٍ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ

Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan, "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudarat dengan sihirnya kepada seorang pun kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudarat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barang siapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui. (Q.S. Al Baqarah: 102)

Orang-orang Yahudi mengikuti sihir yang dibacakan oleh setan di masa Sulaiman putra Daud meskipun mereka tahu, bahwa yang demikian itu sebenarnya salah. Mereka menuduh bahwa Nabi Sulaiman yang menghimpun kitab yang mengandung sihir dan menyimpan di bawah tahtanya, kemudian dikeluarkan dan disiarkan.

Dugaan serupa itu adalah suatu pemalsuan dan perbuatan yang dipengaruhi oleh hawa nafsu. Sebenarnya mereka hanya menghubung-hubungkan sihir itu pada Nabi Sulaiman. Nabi Sulaiman tidak mengajarkan atau mempraktekkan sihir karena beliau mengetahui bahwa perbuatan yang demikian itu termasuk mengingkari Tuhan, apalagi kalau ditinjau dari kedudukannya sebagai nabi mustahillah kalau beliau itu mempraktekkan sihir.

Sihir itu sebenarnya adalah tipuan dan sulapan yang hanya dilakukan oleh setan, baik yang berbentuk manusia ataupun yang berbentuk jin.

Kisah tentang sihir banyak dituturkan dalam Alquran terutama dalam kisah Musa dan Fir'aun. Dalam kitab itu diterangkan sifat-sifat sihir, bahwa sihir itu adalah sulapan yang menipu pandangan mata, sehingga orang yang melihat mengira, bahwa yang terlihat seolah-olah keadaan yang sebenarnya. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah swt.

وَعِصِيُّهُمْ يُخَيَّلُ إِلَيْهِ مِنْ سِحْرِهِمْ أَنَّهَا تَسْعَى

Artinya:
Terbayang kepada Musa seakan-akan tongkat itu merayap cepat lantaran sihir mereka. (Q.S. Taha: 66)

Dan sesuai dengan firman Allah swt.:

سَحَرُوا أَعْيُنَ النَّاسِ وَاسْتَرْهَبُوهُمْ

Artinya:
Mereka menyulap mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut. (Q.S. Al A'raf: 116)

Sihir itu termasuk sesuatu yang tersembunyi yang hanya diketahui oleh sebahagian manusia saja.

Akan tetapi apa yang telah terjadi menunjukkan bahwa kedua malaikat itu, tidak mampu memberikan pengaruh gaib yang melebihi kemampuan manusia bahkan yang disebut kekuatan gaib oleh mereka itu hanyalah kemahiran dalam menguasai sebab-sebab yang mempunyai perpautan dengan akibat yang dilakukan. Hal ini hanyalah terjadi karena izin Allah semata-mata sesuai dengan hukum yang telah ditetapkan Allah.

Dalam praktek, tukang-tukang sihir itu membaca mantera dengan menyebut nama-nama setan dan raja-raja jin agar timbul kesan seolah-olah manteranya itu dikabulkan oleh raja jin. Atas dasar praktek mereka inilah timbul anggapan yang merata dalam lapisan masyarakat, bahwa sihir itu dibantu oleh setan. Kemudian orang-orang Yahudi yang sezaman dengan Nabi Muhammad saw. menyebarluaskan sihir itu di kalangan orang-orang Islam dengan tujuan untuk menyesatkan. Mereka dapati sihir itu dari nenek moyang mereka yang mengatakan sihir itu dari Sulaiman a.s. Padahal kedua malaikat tidak mengajarkan sihir kepada seorang pun, sebelum memberikan nasihat agar orang jangan mengamalkan sihir itu, sebab orang-orang yang mempraktekkah sihir itu adalah kafir.

Ayat ini sebenarnya tidak menunjukkan hakikat sihir. Apakah sihir itu berpengaruh secara tabi'i ataukah pengaruh itu disebabkan oleh sesuatu yang sangat misteri, juga tidak diterangkan apakah sihir itu dapat memberi pengaruh kepada manusia dengan cara yang tidak biasa, ataukah sihir itu sama sekali tidak memberikan pengaruh apa-apa.

Ringkasnya, Allah swt. tidak memberikan keterangan-keterangan secara terperinci. Andaikan Allah memandang baik menerangkan hakikat sihir itu dan bermanfaat bagi manusia, tentulah Allah akan menerangkannya secara terperinci.

Seterusnya Allah swt. menjelaskan bahwa sihir itu tidak memberikan manfaat sedikit pun kepada manusia, bahkan memberikan mudarat. Oleh sebab itulah Allah mengancam orang-orang yang mempraktekkannya dengan siksaan. Sebetulnya orang-orang Yahudi pun telah mengetahui bahwa sihir itu memudaratkan manusia yang seharusnya mereka membencinya. Akan tetapi karena adanya maksud jahat yang terkandung dalam hati mereka untuk menyesatkan orang Islam, mereka pun mau mengerjakannya juga. Oleh sebab itulah Allah mencela perbuatan sihir dan memasukkan orang yang mengerjakan perbuatan sihir itu ke dalam golongan yang memilih perbuatan sesat. Selanjutnya Allah menegaskan bahwa di akhirat mereka tidak akan mendapat kebahagiaan sedikit pun. Karena mereka yang telah memilih perbuatan sihir, berarti mereka telah menyalahi hukum yang termuat dalam Kitab Taurat, padahal dalam kitab mereka sendiri terdapat juga ketentuan bahwa orang yang mengikuti bisikan jin, setan dan dukun itu sama hukumnya dengan orang yang menyembah berhala dan patung.

Lebih jauh Allah swt. menjelaskan bahwa sihir yang mereka kerjakan itu sangat jelek. Allah menggambarkan orang yang memilih perbuatan sihir sebagai kesenangannya itu seperti orang yang menjual iman dengan kesesatan. Gambaran serupa ini gunanya untuk menyingkap selubung mereka, agar supaya kesadarannya dapat terbuka dan mengetahui bahwa manusia itu diciptakan Allah untuk berbakti kepada Allah. Dengan kata lain, andaikata mereka mengetahui kesesatan orang yang mempelajari dan mempraktekkan sihir, tentulah mereka tidak akan melakukannya. Akan tetapi mereka telah jauh tertipu, sehingga mereka beranggapan bahwa sihir itu termasuk ilmu pengetahuan, dan mereka merasa puas dengan ilmu yang tak terbukti kebenarannya dan tidak memberikan pengaruh apa pun kepada jiwa seseorang kecuali dengan izin Allah.

Tafsir Q.S. Al Baqarah: 101

وَلَمَّا جَاءَهُمْ رَسُولٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَهُمْ نَبَذَ فَرِيقٌ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ كِتَابَ اللَّهِ وَرَاءَ ظُهُورِهِمْ كَأَنَّهُمْ لا يَعْلَمُونَ

Dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang membenarkan apa (kitab) yang ada pada mereka, sebahagian dari orang-orang yang diberi Kitab (Taurat) melemparkan Kitab Allah ke belakang (punggung) nya seolah-olah mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah Kitab Allah). (Q.S. Al Baqarah: 101)

Ketika Nabi Muhammad saw. datang dengan membawa kitab yang membawa keterangan-keterangan yang membenarkan kitab Taurat yang ada pada mereka, yang mengandung pokok-pokok ajaran tauhid, dasar-dasar hukum, hikmah-hikmah dan berita tentang umat yang lalu, orang Yahudi menyampingkan ajaran kitab Taurat, padahal dalam kitab Taurat itu juga telah diisyaratkan kedatangan Nabi Muhammad saw., mereka itu tidak lagi berpegang pada ajaran Taurat. Tindakan orang-orang Yahudi yang mengenyampingkan kitab Taurat dan mengingkarinya itu berarti mereka telah melemparkan kitab Taurat itu ke belakang mereka, sehingga mereka tidak dapat mengetahuinya lagi.

Tafsir Q.S. Al Baqarah: 100

أَوَكُلَّمَا عَاهَدُوا عَهْدًا نَبَذَهُ فَرِيقٌ مِنْهُمْ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لا يُؤْمِنُونَ

Patutkah (mereka ingkar kepada ayat-ayat Allah), dan setiap kali mereka mengikat janji, segolongan mereka melemparkannya? Bahkan sebahagian besar dari mereka tidak beriman. (Q.S. Al Baqarah: 100)

Allah swt. menjelaskan bahwa sebenarnya pantaslah mereka itu mengingkari ayat Allah, karena setiap mereka mengadakan perjanjian sebahagian besar mereka mengkhianati janji. Janji yang dimaksudkan dalam ayat ini ialah janji mereka kepada Nabi Muhammad saw. sedang janji yang mereka buat itu tidak hanya sedikit. Tegasnya orang-orang Yahudi itu mempunyai watak yang tidak setia bahkan sebagian besar dari mereka suka menyalahi janji.

Allah swt. menerangkan dalam ayat ini ketidakjujuran yang dilakukan orang-orang Yahudi dalam menolak dan mengingkari ayat-ayat yang terdapat dalam kitab Taurat dan tidak mau lagi menjalankan ajarannya.

Tafsir Q.S. Al Baqarah: 99

وَلَقَدْ أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ وَمَا يَكْفُرُ بِهَا إِلا الْفَاسِقُونَ

Dan sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu ayat-ayat yang jelas; dan tak ada yang ingkar kepadanya, melainkan orang-orang yang fasik. (Q.S. Al Baqarah: 99)

Allah swt. menerangkan bahwa ayat-ayat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. itu mengandung kebenaran karena antara teori-teori iktiqadiyahnya dengan dalil-dalilnya terdapat keserasian, demikian pula antara hukum-hukumnya yang bersifat amali dengan segi-segi kemanfaatannya. Tidaklah diperlukan dalil lain untuk membuktikan ayat-ayat itu, laksana cahaya yang menyinari segala sesuatu yang terang-benderang dengan sendirinya, tidak memerlukan sesuatu pun untuk membantu kecerahannya. Orang-orang yang telah dipancari kebenaran, tetapi mereka itu lebih suka mencari kegelapan sebabnya tiada lain terkecuali karena hasad pada orang yang menampakkan hak juga karena sifat congkak dan sombong yang timbul dari mereka.

Tafsir Q.S. Al Baqarah: 98

مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِلَّهِ وَمَلائِكَتِهِ وَرُسُلِهِ وَجِبْرِيلَ وَمِيكَالَ فَإِنَّ اللَّهَ عَدُوٌّ لِلْكَافِرِينَ

Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir. (Q.S. Al Baqarah: 98)

Pada ayat ini Allah swt. menerangkan bahwa barangsiapa yang memusuhi Allah dan malaikat-malaikat-Nya dan orang-orang yang mendekatkan diri pada-Nya, berarti orang itu telah menganiaya dirinya sendiri karena orang yang demikian itu memusuhi orang-orang yang menyampaikan seruan Allah, yang berarti pula orang itu telah mendengar seruan Allah kepada jalan yang benar, akan tetapi tidak mau mendengarkan seruan itu. Ia telah berbuat zalim karena tidak mau mendengarkan seruan sebagaimana mestinya, padahal seruan itu sangat berguna bagi dirinya sendiri.

Dalam ayat ini terdapat ancaman yang keras yang dinyatakan Allah secara terus terang, yaitu ketentuan bahwa orang-orang Yahudi digolongkan orang orang kafir karena mereka memusuhi kebenaran dan memusuhi pula setiap orang yang menyerukan kebenaran itu.

Orang-orang Yahudi semestinya harus mengerti bahwa memusuhi Alquran berarti memusuhi seluruh kitab-kitab samawiyah karena tujuan dari kitab-kitab itu hanyalah satu, yaitu memberikan hidayah pada semua manusia dan menunjuki mereka pada jalan yang lurus. Memusuhi Nabi Muhammad pun berarti ia musuhi seluruh nabi karena tugas dari nabi pada hakikatnya satu juga dan tujuannya pun juga satu.

Tafsir Q.S. Al Baqarah: 97

قُلْ مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِجِبْرِيلَ فَإِنَّهُ نَزَّلَهُ عَلَى قَلْبِكَ بِإِذْنِ اللَّهِ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ

Katakanlah: Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al Qur'an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman. (Q.S. Al Baqarah: 97)

Alasan-alasan itu ditolak dengan menyuruh Nabi Muhammad saw. memberitahukan kepada orang-orang Yahudi, bahwa barangsiapa yang memusuhi Jibril berarti ia telah memusuhi wahyu Allah, padahal tugasnya antara lain menurunkan Alquran kepada Nabi Muhammad saw. Dan barangsiapa yang memusuhi wahyu Allah, berarti ia telah mendustakan Taurat dan kitab-kitab Allah yang lain.

Alasan yang dikemukakan oleh orang-orang Yahudi itu adalah alasan yang timbul dari kelemahan dan kerusakan iman. Hal ini menunjukkan bahwa permusuhan orang-orang Yahudi terhadap Jibril itu tidaklah pantas dijadikan alasan untuk tidak mempercayai kitab yang diturunkan Allah. Untuk memberikan gambaran yang jelas tentang permusuhan orang-orang Yahudi pada Jibril, dapat diikuti sebuah riwayat sebagai berikut; yang menyebabkan turunnya ayat ini sebagai berikut:

Bahwasanya salah seorang cendekiawan mereka yang namanya Abdullah bin Sariya bertanya kepada Nabi Muhammad saw. tentang malaikat yang membawa wahyu. Kemudian Nabi Muhammad saw. bersabda, "Malaikat itu adalah Jibril". Kemudian Ibnu Sariya itu berkata, "Ia musuh orang-orang Yahudi. karena ia telah mengancam orang-orang Yahudi dengan ancaman menghancurkan Baitulmakdis Kemudian apa yang telah diancamkan itu telah terjadi".

Di antaranya ada pula riwayat yang menerangkan bahwa Umar bin Khattab masuk ke madrasah-madrasah mereka. Kemudian Umar menyebutkan Jibril. Mereka pun berkata, "Itu adalah musuh kami. Ia telah memberitahukan pada Muhammad tentang rahasia kami. Dan ia betul-betul membuat malapetaka dan kehancuran, sedang Malaikat Mikail adalah Malaikat yang mendatangkan rahmat yang menurunkan hujan dan menimbulkan kemakmuran".

Tafsir Q.S. Al Baqarah: 96

وَلَتَجِدَنَّهُمْ أَحْرَصَ النَّاسِ عَلَى حَيَاةٍ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا يَوَدُّ أَحَدُهُمْ لَوْ يُعَمَّرُ أَلْفَ سَنَةٍ وَمَا هُوَ بِمُزَحْزِحِهِ مِنَ الْعَذَابِ أَنْ يُعَمَّرَ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا يَعْمَلُونَ

Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling loba kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya dari siksa. Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. (Q.S. Al Baqarah: 96)

Allah swt. memberikan penjelasan bahwa Nabi Muhammad saw. akan menjumpai orang-orang yang mengingini kehidupan yang kekal di muka bumi dan mereka berusaha dengan cara apapun juga agar mereka dapat hidup kekal. Mereka itu sebenarnya tidak yakin akan dugaan mereka sendiri. Meskipun yang dinyatakan dalam ayat ini hanya mengenai orang-orang yang hidup pada masa turunnya ayat akan tetapi ketentuan itu berlaku terus sepanjang masa. Bahkan orang-orang Yahudi itu orang-orang yang paling loba di antara seluruh manusia, bahkan melebihi orang-orang musyrikin. Sikap demikian itu mendapat celaan dan kemarahan yang sangat dari Allah. Karena orang-orang musyrikin tidak percaya adanya hari berbangkit, maka kelobaan orang-orang musyrik terhadap kenikmatan dunia bukanlah barang yang aneh. Akan tetapi orang-orang Yahudi yang percaya pada Al Kitab dan mengakui adanya hari pembalasan maka seharusnya ia tidak terlalu loba terhadap kehidupan dunia ini. Masing-masing mereka mengingini hidup di dunia seribu tahun atau lebih. Karena itu pantas kalau Allah marah dan menghukum mereka. Panjang umur mereka di dunia ini tidaklah dapat menolongnya dan tidak pula dapat menjauhkannya dari siksaan yang tersedia bagi mereka di akhirat, lagi pula umur itu meskipun betapa panjangnya, pasti berakhir. Dengan lain perkataan panjangnya umur tidak akan dapat melepaskan diri mereka dari siksaan Tuhan, karena Allah swt. Maha Mengetahui perbuatan-perbuatan mereka, baik yang tersembunyi, ataupun yang mereka lakukan secara terang-terangan. Dan seluruh perbuatan yang timbul dari mereka pasti diberi balasan yang setimpal.

Tafsir Q.S. Al Baqarah: 95

وَلَنْ يَتَمَنَّوْهُ أَبَدًا بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ

Dan sekali-kali mereka tidak akan mengingini kematian itu selama-lamanya, karena kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh tangan mereka (sendiri). Dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang aniaya. (Q.S. Al Baqarah: 95)

Allah swt. menjelaskan bahwa mereka sekali-kali tidak akan mengingini mati karena mereka telah mengetahui kesalahan dan dosa yang telah mereka lakukan sendiri dan mengetahui pula bahwa semestinya mereka akan mendapat hukuman berat lantaran dosa-dosa itu. seperti mengubah dan memalsukan Kitab Taurat dan mengingkari kerasulan Nabi Muhammad saw. padahal dalam Kitab Taurat disebutkan tentang kedatangan Nabi Muhammad saw itu. Allah mengetahui bahwa mereka itu zalim, maksudnya Allah Maha Mengetahui bahwa mereka tidak melaksanakan hukum yang semestinya dilakukan dan tidak menempatkan sesuatu pada tempatnya, seperti dugaan mereka bahwa negeri akhirat itu disediakan khusus untuk mereka, tidak untuk yang lain.