Nauf dari golongan Hawariyyin ingin menjumpai Raja Faris untuk berdakwah, tetapi bagaimana caranya. Itulah perkara pelik yang dihadapinya dalam mengajak raja itu untuk beriman kepada Allah.
Nauf tak kurang akal, ia nekad menghadap sang raja. Cara apapun akan ditempuh demi dakwah agamanya. Ketika dia memasuki pintu gerbang kerajaan ia melihat anak-anak kecil bermain dadu. Yang berhasil memenangkan permainan berhak memperoleh 40 dirham uang.
Meski nauf tergolong orang tua, dia ikut nimbrung bermain dadu dengan anak-anak itu. Tentu saja ia unggul dalam permainan itu. Bahkan ia berhasil mengalahkan anak seorang menteri. Karena merasa terpikat dengan permainan Nauf, anak menteri itu mengajak Nauf ke rumahnya.
“Mintalah izin dulu kepada Ayahmu, boleh tidak aku datang ke rumahmu?”, kata Nauf. Setelah pulang menemui ayahnya yang menteri itu, anak kecil berkata, “Ayahku telah mengizinkan anda datang ke rumahku. Ayolah berangkat bersamaku”, ajaknya.
Kesempatan baik itu tidak disiasiakan, dituruti ajakan anak kecil itu menghadap sang menteri. Begitu memasuki istana sang menteri, Nauf membaca kalimat “basmallah” untuk mengusir setan yang menghuni rumah sang menteri. Maklum, sang menteri dan keluarganya tak beriman kepada Allah.
Celakanya, ketika tuan rumah menyuguhkan lampadan, syaitan-syaitan itu kembali berdatangan menyantap makanan itu. Dengan bacaan basmallah, Nauf mengusir setan itu kemudian menyantap makanan yang disuguhkan sang menteri. Syaitan-syaitan tak berani datang kerumah ikut menyantap makanan karena bacaan basmallah itu.
Seizin saya
Usai menyantap makanan sang menteri yang terkesan atas keajaiban terusirnya syaitan-syaitan dari rumahnya itu menanyakan kepada tamunya.
“Aneh, syaitan-syaitan itu tak lagi berani tinggal di rumah ini setelah ada kamu. Siapakah engkau ini sebenarnya?”, tanya sang menteri keheranan.
“Hamba sanggup menceritakan tetapi ada syaratnya”, ujar Nauf.
“Syarat apa itu?”
“Tuan tak boleh menceritakan kepada orang lain tanpa seizin saya. Bisakah tuan memenuhinya?”.
“Baiklah, aku menyanggupi”, ujar menteri. Kemudian Nauf menceritakan bagaimana syaitan-syaitan itu ketakutan dan lari dari rumah itu. “Sesungguhnya nabi Isa telah mengutus aku agar mengajak rajamu serta tuan sendiri menyembah Allah masuk Islam. Masuklah tuan dan raja tuan ke dalam agama Islam dan tidak mengenyekutukan kepada-Nya. Tinggalkan kebiasaan tuan menyambah patung-patung itu karena itu Cuma perbuatan syaitan”, kata Nauf.
Atas tutur kata Nauf, sang menteri menjadi tertarik dan ingin mengerti lebih jauh.
“Coba kau tunjukkan sifat-sifat Tuhanmu itu”, pintanya
“Dia adalah Allah yang Maha Tunggal, tiada Tuhan selain Dia, Dialah yang menciptakan tuan dan memberi rizki, Dialah yang menghidupkan tuan dan mematikannya”, ujar Nauf.
“Benar juga kata Nauf ini”, gumam sang menteri dalam hati. Sejak itu, sang menteri mengikuti agama yang didakwahkan Nauf tetapi ia tak berani melakukannya secara terang-terangan. Ia memeluk agama Islam secara diam-diam hanya untuk dirinya sendiri.
Kuda mati
Suatu hari, sepulang menghadap sang raja, menteri itu sedih bermuram durja. Nauf yang menyaksikan lalu bertanya.
“Mengapa kali ini tuan bersedih?”, tanya Nauf.
“Sang raja telah kehilangan sesuatu. Kuda yang disayangi melebihi harta bendanya yang lain telah mati. Raja tak pernah mengendarai kuda selain kuda itu. Dia amat sedih ditinggal mati kuda kesayangannya”, jawab menteri itu.
“Katakan kepada raja tuan bahwa tuan mempunyai tamu. Jika raja tuan mau mengikuti apa yang kukatakan, aku sanggup menghidupkan kembali kuda kesayangannya itu”, kata Nauh
Maka menghadaplah menteri itu kepada rajanya dan menceritakan tawaran Nauf tamunya. “Jika raja mau mematuhi ucapannya, tamu saya sanggup menghidupkan kuda raja atas izin Allah”, kata menteri itu. “Baiklah, syarat apapun kusanggupi asal benar-benar bisa menghidupkan kembali kuda kesayanganku”, jawab raja. Maka diajaklah Nauf menghadap raja, dan tak lupa ketika memasuki istana raja itu Nauf membaca basmallah untuk mengusir syaitan di dalamya.
“Hai orang tua. Aku mendengar cerita dari menteriku bahwa kau sanggup menghidupkan kudaku yang telah mati. Kini segera hidupkan kuda Birdlaunku”, kata raja.
“Aku sanggup raja, asalkan tuan juga sanggup mematuhi apa yang kuminta”, kata Nauf.
“Bisa. Apapun yang kau minta akan kutaati”, kata raja meyakinkan.
“Apakah tuan mempunyai anak?”, tanya Nauf.
“Aku hanya mempunyai ayah dan istri, lain itu tidak. Jelasnya aku tak mempunyai anak seorang pun”, tegasnya.
“Panggil ayah dan istri tuan kemari”, pinta Nauf yang kemudian dituruti sang raja. Setelah ayah dan istri datang menghadap, Nauf masih meminta lagi kepada sang raja. “Panggil semua rakyatmu kemari”, pintanya lagi. Karena sudah terlanjur menyanggupi permintaan dan demi kesayangannya terhadap kudanya, raja memenuhi permintaan Nauf. Diperintahkan kepada menterinya untuk memanggil seluruh rakyatnya berkumpul di istana. Ketika semua rakyat sudah berkumpul, Nauf lalu memegang satu kaki kuda Birdlaun yang sudah mati itu sambil mengucapkan kalimah “laa ilaaha ilallah”. Atas izin Allah kuda yang telah mati itu lalu bergerak-gerak.
“Tuan Raja, tolong ayah, istri dan tuan sendiri memegangi kuda ini”, pinta Nauf. Ketiganya lalu menuruti apa yang diminta Nauf dengan masing-masing memegangi satu kaki kuda Birdlaun. “Kini ucapkanlah kalimat seperti yang kuucapkan tadi”, pinta Nauf. Secara berturut-turut mulai dari raja, ayahnya, dan istrinya mengucapkan kalimat Laa ilaaha illallah sambil memegangi kaki kuda itu. Atas izin Allah ketiga kaki kuda itu bergerak mengikuti satu kaki kuda lainnya yang sudah digerakkan oleh Nauf.
“Kini empat kaki kuda itu sudah bergerak, tinggal menggerakkan tubuhnya. Coba perintahkan semua rakyatmu untuk mengucapkan kalimah itu jika menghendaki tubuh kuda bergerak”, pinta Nauf. Atas perintah rajanya, semua rakyat yang berkumpul di istana itu mengucapkan kalimah Laa ilaaha ilallah sehingga atas izin Allah pula kuda Birdlaun raja semula telah mati itu hidup kembali.
Dari peristiwa itulah Nauf menjelaskan kepada raja dan rakyatnya bahwa hanya karena izin Allah yang maha tunggal segalanya bisa terjadi. Karena itu, hendaklah raja dan kaumnya menyembah kepada Allah dan meninggalkan kebiasaan menyembah patung-patung. Sejak itu raja dan rakyatnya meninggalkan agama lamanya dan masuk agama Islam. Nauf berhasil menunaikan misi dakwahnya.
Nauf tak kurang akal, ia nekad menghadap sang raja. Cara apapun akan ditempuh demi dakwah agamanya. Ketika dia memasuki pintu gerbang kerajaan ia melihat anak-anak kecil bermain dadu. Yang berhasil memenangkan permainan berhak memperoleh 40 dirham uang.
Meski nauf tergolong orang tua, dia ikut nimbrung bermain dadu dengan anak-anak itu. Tentu saja ia unggul dalam permainan itu. Bahkan ia berhasil mengalahkan anak seorang menteri. Karena merasa terpikat dengan permainan Nauf, anak menteri itu mengajak Nauf ke rumahnya.
“Mintalah izin dulu kepada Ayahmu, boleh tidak aku datang ke rumahmu?”, kata Nauf. Setelah pulang menemui ayahnya yang menteri itu, anak kecil berkata, “Ayahku telah mengizinkan anda datang ke rumahku. Ayolah berangkat bersamaku”, ajaknya.
Kesempatan baik itu tidak disiasiakan, dituruti ajakan anak kecil itu menghadap sang menteri. Begitu memasuki istana sang menteri, Nauf membaca kalimat “basmallah” untuk mengusir setan yang menghuni rumah sang menteri. Maklum, sang menteri dan keluarganya tak beriman kepada Allah.
Celakanya, ketika tuan rumah menyuguhkan lampadan, syaitan-syaitan itu kembali berdatangan menyantap makanan itu. Dengan bacaan basmallah, Nauf mengusir setan itu kemudian menyantap makanan yang disuguhkan sang menteri. Syaitan-syaitan tak berani datang kerumah ikut menyantap makanan karena bacaan basmallah itu.
Seizin saya
Usai menyantap makanan sang menteri yang terkesan atas keajaiban terusirnya syaitan-syaitan dari rumahnya itu menanyakan kepada tamunya.
“Aneh, syaitan-syaitan itu tak lagi berani tinggal di rumah ini setelah ada kamu. Siapakah engkau ini sebenarnya?”, tanya sang menteri keheranan.
“Hamba sanggup menceritakan tetapi ada syaratnya”, ujar Nauf.
“Syarat apa itu?”
“Tuan tak boleh menceritakan kepada orang lain tanpa seizin saya. Bisakah tuan memenuhinya?”.
“Baiklah, aku menyanggupi”, ujar menteri. Kemudian Nauf menceritakan bagaimana syaitan-syaitan itu ketakutan dan lari dari rumah itu. “Sesungguhnya nabi Isa telah mengutus aku agar mengajak rajamu serta tuan sendiri menyembah Allah masuk Islam. Masuklah tuan dan raja tuan ke dalam agama Islam dan tidak mengenyekutukan kepada-Nya. Tinggalkan kebiasaan tuan menyambah patung-patung itu karena itu Cuma perbuatan syaitan”, kata Nauf.
Atas tutur kata Nauf, sang menteri menjadi tertarik dan ingin mengerti lebih jauh.
“Coba kau tunjukkan sifat-sifat Tuhanmu itu”, pintanya
“Dia adalah Allah yang Maha Tunggal, tiada Tuhan selain Dia, Dialah yang menciptakan tuan dan memberi rizki, Dialah yang menghidupkan tuan dan mematikannya”, ujar Nauf.
“Benar juga kata Nauf ini”, gumam sang menteri dalam hati. Sejak itu, sang menteri mengikuti agama yang didakwahkan Nauf tetapi ia tak berani melakukannya secara terang-terangan. Ia memeluk agama Islam secara diam-diam hanya untuk dirinya sendiri.
Kuda mati
Suatu hari, sepulang menghadap sang raja, menteri itu sedih bermuram durja. Nauf yang menyaksikan lalu bertanya.
“Mengapa kali ini tuan bersedih?”, tanya Nauf.
“Sang raja telah kehilangan sesuatu. Kuda yang disayangi melebihi harta bendanya yang lain telah mati. Raja tak pernah mengendarai kuda selain kuda itu. Dia amat sedih ditinggal mati kuda kesayangannya”, jawab menteri itu.
“Katakan kepada raja tuan bahwa tuan mempunyai tamu. Jika raja tuan mau mengikuti apa yang kukatakan, aku sanggup menghidupkan kembali kuda kesayangannya itu”, kata Nauh
Maka menghadaplah menteri itu kepada rajanya dan menceritakan tawaran Nauf tamunya. “Jika raja mau mematuhi ucapannya, tamu saya sanggup menghidupkan kuda raja atas izin Allah”, kata menteri itu. “Baiklah, syarat apapun kusanggupi asal benar-benar bisa menghidupkan kembali kuda kesayanganku”, jawab raja. Maka diajaklah Nauf menghadap raja, dan tak lupa ketika memasuki istana raja itu Nauf membaca basmallah untuk mengusir syaitan di dalamya.
“Hai orang tua. Aku mendengar cerita dari menteriku bahwa kau sanggup menghidupkan kudaku yang telah mati. Kini segera hidupkan kuda Birdlaunku”, kata raja.
“Aku sanggup raja, asalkan tuan juga sanggup mematuhi apa yang kuminta”, kata Nauf.
“Bisa. Apapun yang kau minta akan kutaati”, kata raja meyakinkan.
“Apakah tuan mempunyai anak?”, tanya Nauf.
“Aku hanya mempunyai ayah dan istri, lain itu tidak. Jelasnya aku tak mempunyai anak seorang pun”, tegasnya.
“Panggil ayah dan istri tuan kemari”, pinta Nauf yang kemudian dituruti sang raja. Setelah ayah dan istri datang menghadap, Nauf masih meminta lagi kepada sang raja. “Panggil semua rakyatmu kemari”, pintanya lagi. Karena sudah terlanjur menyanggupi permintaan dan demi kesayangannya terhadap kudanya, raja memenuhi permintaan Nauf. Diperintahkan kepada menterinya untuk memanggil seluruh rakyatnya berkumpul di istana. Ketika semua rakyat sudah berkumpul, Nauf lalu memegang satu kaki kuda Birdlaun yang sudah mati itu sambil mengucapkan kalimah “laa ilaaha ilallah”. Atas izin Allah kuda yang telah mati itu lalu bergerak-gerak.
“Tuan Raja, tolong ayah, istri dan tuan sendiri memegangi kuda ini”, pinta Nauf. Ketiganya lalu menuruti apa yang diminta Nauf dengan masing-masing memegangi satu kaki kuda Birdlaun. “Kini ucapkanlah kalimat seperti yang kuucapkan tadi”, pinta Nauf. Secara berturut-turut mulai dari raja, ayahnya, dan istrinya mengucapkan kalimat Laa ilaaha illallah sambil memegangi kaki kuda itu. Atas izin Allah ketiga kaki kuda itu bergerak mengikuti satu kaki kuda lainnya yang sudah digerakkan oleh Nauf.
“Kini empat kaki kuda itu sudah bergerak, tinggal menggerakkan tubuhnya. Coba perintahkan semua rakyatmu untuk mengucapkan kalimah itu jika menghendaki tubuh kuda bergerak”, pinta Nauf. Atas perintah rajanya, semua rakyat yang berkumpul di istana itu mengucapkan kalimah Laa ilaaha ilallah sehingga atas izin Allah pula kuda Birdlaun raja semula telah mati itu hidup kembali.
Dari peristiwa itulah Nauf menjelaskan kepada raja dan rakyatnya bahwa hanya karena izin Allah yang maha tunggal segalanya bisa terjadi. Karena itu, hendaklah raja dan kaumnya menyembah kepada Allah dan meninggalkan kebiasaan menyembah patung-patung. Sejak itu raja dan rakyatnya meninggalkan agama lamanya dan masuk agama Islam. Nauf berhasil menunaikan misi dakwahnya.
0 komentar:
Posting Komentar