Dengan tergopoh-gopoh istri Al
Qomah menghadap Rasulullah mengabarkan suaminya sakit keras. Beberapa
hari mengalami naza’ tapi tak juga sembuh. “Aku sangat kasihan kepadanya
ya Rasulullah”, ratap perempuan itu.
Mendengar pengaduan perempuan itu, Nabi merasa iba di hati. Beliau lalu mengutus sahabat Nabi Bilal, Shuhaib dan Ammat untuk menjenguk keadaan Al Qomah. Keadaan Al Qomah memang sudah dalam keadaan koma. Sahabat Bilal lalu menuntunnya membacakan tahlil di telinganya, anehnya mulut Al Qomah seakan-akan rapat terkunci. Berulang kali dicoba, mulut itu tak mau membuka sedikitpun.
Tiga sahabat itu lalu bergegas pulang melaporkan kepada Rasulullah tentang keadaan Al Qomah.
“Sudah kau coba menalqin di telinganya?”, tanya Nabi.
“Sudah Rasulullah, tetapi mulut itu tetap terbungkam rapat”, jawabnya. “Biarlah aku sendiri datang ke sana”, kata Nabi. Begitu melihat keadaan Al Qomah tergolek diranjangnya. Nabi bertanya kepada istri Al Qomah.
“Masihkah kedua orang tuanya?”, tanya Nabi.
“Masih Rasulullah, tetapi tinggal ibunya yang sudah tua renta”, jawab istrinya.
“Dimana dia sekarang?”
“Di rumahnya, tetapi tempatnya jauh dari sini”.
Bakar saja
Tanpa banyak bicara, Rasulullah lalu mengajak sabahatnya menemui ibu Al Qomah mengabarkan anaknya yang sakit parah.
“Biarlah dia rasakan sendiri”, ujar ibu Al Qomah.
“Tetapi dia sedang dalam keadaan sekarat, apakah ibu tidak merasa kasihan kepada anakmu?”, tanya Nabi .
“Dia berbuat dosa kepadaku”, jawabnya singkat.
“Ya, tapi maafkanlah dia. Sudah sewajarnya ibu memaafkan dosa anaknya”, bujuk Nabi.
“Bagaimana aku harus memaafkan dia Rasulullah jika Al Qomah selalu menyakiti hatiku sejak dia memiliki istri”, kata ibu itu. “Jika kau tak mau memaafkannya, Al Qomah tidak akan bisa mengucap kalimat syahadat, dan dia akan mati kafir”, kata Rasulullah.
“Biarlah dia ke neraka dengan dosanya”, jawab ibu itu. Merasa bujukannya tak berhasil meluluhkan hati ibu itu, Rasullah lalu mencari kiat lain. Kepada para sahabat Bilal nabi berkata”, Hai Bilal kumpulkan kayu bakar sebanyak-banyaknya”, perintah nabi.
“Untuk apa kayu bakar itu Rasulullah”, tanya Bilal keheranan.
“Akan kugunakan membakar Al Qomah, dari pada dia hidup tersiksa seperti itu jika dibakar dia akan lebih cepat mati, dan itu lebih baik karena tak lama menanggung sakit, jawab Rasulullah.
Mendengar perkataan Nabi itu, Ibu Al Qomah jadi tersentak. Hatinya luluh membayangkan apa jadinya jika anak lelakinya dibakar hidup-hidup. Ia menghadap Rasulullah sambil meratap, “Wahai Rasulullah, jangan kau bakar anakku”, ratapnya.
Legalah kini hati Rasulullah karena bisa meluluhkan hati seorang ibu yang menaruh dendam kepada anak lelakinya. Beliau lalu mendatangi Al Qomah dan menuntunnya membaca talqin. Berbeda dengan sebelumnya, mulut Al Qomah lantas bergerak membisikkan kalimat zikir membaca syahadat seperti yang dituntunkan Nabi. Jiwanya tenang karena telah diampuni ibu kandungnya. Al Qomah kemudian menghembuskan nafasnya yang terakhir setelah fasih mengucapkan kalimat syahadat. Ia meninggal dengan khusnul khotimah. Memang, surga adalah di bawah telapak kaki ibunda.
Mendengar pengaduan perempuan itu, Nabi merasa iba di hati. Beliau lalu mengutus sahabat Nabi Bilal, Shuhaib dan Ammat untuk menjenguk keadaan Al Qomah. Keadaan Al Qomah memang sudah dalam keadaan koma. Sahabat Bilal lalu menuntunnya membacakan tahlil di telinganya, anehnya mulut Al Qomah seakan-akan rapat terkunci. Berulang kali dicoba, mulut itu tak mau membuka sedikitpun.
Tiga sahabat itu lalu bergegas pulang melaporkan kepada Rasulullah tentang keadaan Al Qomah.
“Sudah kau coba menalqin di telinganya?”, tanya Nabi.
“Sudah Rasulullah, tetapi mulut itu tetap terbungkam rapat”, jawabnya. “Biarlah aku sendiri datang ke sana”, kata Nabi. Begitu melihat keadaan Al Qomah tergolek diranjangnya. Nabi bertanya kepada istri Al Qomah.
“Masihkah kedua orang tuanya?”, tanya Nabi.
“Masih Rasulullah, tetapi tinggal ibunya yang sudah tua renta”, jawab istrinya.
“Dimana dia sekarang?”
“Di rumahnya, tetapi tempatnya jauh dari sini”.
Bakar saja
Tanpa banyak bicara, Rasulullah lalu mengajak sabahatnya menemui ibu Al Qomah mengabarkan anaknya yang sakit parah.
“Biarlah dia rasakan sendiri”, ujar ibu Al Qomah.
“Tetapi dia sedang dalam keadaan sekarat, apakah ibu tidak merasa kasihan kepada anakmu?”, tanya Nabi .
“Dia berbuat dosa kepadaku”, jawabnya singkat.
“Ya, tapi maafkanlah dia. Sudah sewajarnya ibu memaafkan dosa anaknya”, bujuk Nabi.
“Bagaimana aku harus memaafkan dia Rasulullah jika Al Qomah selalu menyakiti hatiku sejak dia memiliki istri”, kata ibu itu. “Jika kau tak mau memaafkannya, Al Qomah tidak akan bisa mengucap kalimat syahadat, dan dia akan mati kafir”, kata Rasulullah.
“Biarlah dia ke neraka dengan dosanya”, jawab ibu itu. Merasa bujukannya tak berhasil meluluhkan hati ibu itu, Rasullah lalu mencari kiat lain. Kepada para sahabat Bilal nabi berkata”, Hai Bilal kumpulkan kayu bakar sebanyak-banyaknya”, perintah nabi.
“Untuk apa kayu bakar itu Rasulullah”, tanya Bilal keheranan.
“Akan kugunakan membakar Al Qomah, dari pada dia hidup tersiksa seperti itu jika dibakar dia akan lebih cepat mati, dan itu lebih baik karena tak lama menanggung sakit, jawab Rasulullah.
Mendengar perkataan Nabi itu, Ibu Al Qomah jadi tersentak. Hatinya luluh membayangkan apa jadinya jika anak lelakinya dibakar hidup-hidup. Ia menghadap Rasulullah sambil meratap, “Wahai Rasulullah, jangan kau bakar anakku”, ratapnya.
Legalah kini hati Rasulullah karena bisa meluluhkan hati seorang ibu yang menaruh dendam kepada anak lelakinya. Beliau lalu mendatangi Al Qomah dan menuntunnya membaca talqin. Berbeda dengan sebelumnya, mulut Al Qomah lantas bergerak membisikkan kalimat zikir membaca syahadat seperti yang dituntunkan Nabi. Jiwanya tenang karena telah diampuni ibu kandungnya. Al Qomah kemudian menghembuskan nafasnya yang terakhir setelah fasih mengucapkan kalimat syahadat. Ia meninggal dengan khusnul khotimah. Memang, surga adalah di bawah telapak kaki ibunda.
0 komentar:
Posting Komentar