“Katakanlah, sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah, rabb sekalian alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).” (AL-An’am : 162-163) “Sesungguhnya Allah tidak menerima amal perbuatan, kecuali amal perbuatan yang diniatkan dengan ikhlas demi meraih ridha-Nya.” (HR. Nasa’i)
Ikhlas dalam beribadah sangatlah penting, karena tiada sebuah amal diterima disisi Allah, kecuali diniatkan dengan ikhlas mencari keridhoan Allah. Walaupun seorang hamba ibadahnya banyak, tetapi tidak disertai ikhlas maka ibadahnya itu sia-sia.
Sesungguhnya ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah, dan hanya kepada Allah lah hamba yang ikhlas berserah diri. Esensi ikhlas dalam ibadah adalah memfokuskan tujuan ibadah hanya kepada Allah, dan tak ada yang dituju kecuali Allah semata. Ibadah yang dilaksanakan secara ikhlas, akan membawa seorang hamba pada titik pengetahuan diri secara utuh kepada Allah.
Ibadah yang disertai keikhlasan menghindarkan seorang hamba dari penyakit hati seperti riya, ingin dipuji, mencari popularitas, menyombongkan diri dan kepentingan-kepentingan Dunia ini lainnya. Keikhlasan ibadah akan menyadarkan manusia akan hakikat dirinya, darimana dia berasal, dan untuk apa dia hidup karena saat seorang hamba memasrahkan pada penghambaan kepada Allah, sesungguhnya dia telah berkomitmen untuk menyerahkan waktu dalam hidupnya pada kehendak Allah. Dia senantiasa siap menjalankan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, dan mencari ridha dan cinta-Nya.
Bagaimana seorang manusia dapat mencapai keikhlasan dalam beribadah? Ada dua cara, sesuai keterangan dalam AL-Qur’an Surat AL-An’am ayat 162-163. Pertama, hamba tersebut harus memurnikan tujuannya hanya kepada Allah SWT. Tak ada yang setara dengan dia, tak ada bandingannya karena Allah, adalah zat yang kekuasaannya tak terbatas, Dia Yang Maha Kuat, Yang Maha Kaya, Yang Maha Tinggi, Yang Maha Mencintai, Yang Maha Menyayangi, Yang Maha Abadi, dan Maha Segala-galanya. Dia Pencipta Yang Menghidupkan, dan Mematikan Manusia. Yang memberi rezeki seluruh makhluk hidup di bumi ini, dan tak ada satupun zat yang mampu menandingi Dia.
Yang kedua, hamba tersebut harus menyerahkan diri secara total kepada Allah SWT. Allah memerintahkan kita untuk berserah diri kepada-Nya dengan ikhlas, tanpa pamrih, secara lahiriah maupun batiniah. Seorang mukhlis mengetahui bahwa apa yang telah dipilih Allah untuknya adalah yang dibutuhkan dan tepat baginya. Allah mengharapkan kita untuk menyerahkan kehendak kita kepada kehendak-Nya. Keadaan ini menyatakan kita untuk selaras dengan keputusannya sehingga dia dapat mencapai titik penyerahan diri secara total kepada Allah SWT.
Ketika seorang hamba yang ikhlas menyerahkan diri secara sempurna kepada Allah atas persoalan-persoalan hidup yang di hadapinya. Maka Allah akan meringankan beban-beban di pundaknya, karena pertolonagn Allah akan datang pada hamba-hambanya yang berserah diri secara tulus dan murni. Penyerahan diri pada Allah, membuat seorang hamba tidak berprasangka buruk pada Allah, Ridha atas ketetapan yang diberikan kepadanya, selalu mensyukuri atas nikmat-nikmat yang dianugrahkan kepadanya, sabar atas kesempitan dan ujian yang menghampirinya, dan tak pernah putus berdo’a agar ia dianugrahi rahmat, karunia, ridha dan cinta-Nya.
Ikhlas dalam ibadah, akan menolong manusia mengatasi persoalan-persoalan hidupnya. Sesuai firman-Nya dalam surat AL-Baqarah ayat 153, “ Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongMu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS.AL-Baqarah : 153)
Sungguh, ibadah yang ikhlas seorang hamba akan menolong dirinya dari peliknya menjalani kehidupan. Mengendorkan otot-otot syarafnya yang tegang, akibat dari tekanan hidup dan stres berat. Ia juga akan dilapangkan dari penderitaan yang menyesakkan dada, karena penolakan, kekecewaan, atau kegagalan yang di alami dalam mengarungi kehidupan yang penuh ujian.
Sebab itu hamba yang ikhlas, akan menyerahkan seluruh persoalan-persoalan hidupnya kepada Allah. Semakin ia ikhlas dalam ibadahnya, maka Allah semakin dekat dengan dirinya. Hamba yang dekat dengan Allah SWT, tak perlu takut menghadapi kesulitan dan persoalan hidup yang menimpanya. Karena ia percaya setelah kesulitan pasti ada kemudahan, dan dia tidak memberikan suatu ujian pada seorang hamba, kecuali hamba itu mampu menanggungnya. Sesungguhnya yang membuat semakin berat sebuah ujian hamba adalah penolakan dia, ketidak puasan dia, kerakusan dia, dan penghujatan dia atas ujian dan bencana hidup yang menimpanya.
Ikhlas dalam beribadah sangatlah penting, karena tiada sebuah amal diterima disisi Allah, kecuali diniatkan dengan ikhlas mencari keridhoan Allah. Walaupun seorang hamba ibadahnya banyak, tetapi tidak disertai ikhlas maka ibadahnya itu sia-sia.
Sesungguhnya ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah, dan hanya kepada Allah lah hamba yang ikhlas berserah diri. Esensi ikhlas dalam ibadah adalah memfokuskan tujuan ibadah hanya kepada Allah, dan tak ada yang dituju kecuali Allah semata. Ibadah yang dilaksanakan secara ikhlas, akan membawa seorang hamba pada titik pengetahuan diri secara utuh kepada Allah.
Ibadah yang disertai keikhlasan menghindarkan seorang hamba dari penyakit hati seperti riya, ingin dipuji, mencari popularitas, menyombongkan diri dan kepentingan-kepentingan Dunia ini lainnya. Keikhlasan ibadah akan menyadarkan manusia akan hakikat dirinya, darimana dia berasal, dan untuk apa dia hidup karena saat seorang hamba memasrahkan pada penghambaan kepada Allah, sesungguhnya dia telah berkomitmen untuk menyerahkan waktu dalam hidupnya pada kehendak Allah. Dia senantiasa siap menjalankan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, dan mencari ridha dan cinta-Nya.
Bagaimana seorang manusia dapat mencapai keikhlasan dalam beribadah? Ada dua cara, sesuai keterangan dalam AL-Qur’an Surat AL-An’am ayat 162-163. Pertama, hamba tersebut harus memurnikan tujuannya hanya kepada Allah SWT. Tak ada yang setara dengan dia, tak ada bandingannya karena Allah, adalah zat yang kekuasaannya tak terbatas, Dia Yang Maha Kuat, Yang Maha Kaya, Yang Maha Tinggi, Yang Maha Mencintai, Yang Maha Menyayangi, Yang Maha Abadi, dan Maha Segala-galanya. Dia Pencipta Yang Menghidupkan, dan Mematikan Manusia. Yang memberi rezeki seluruh makhluk hidup di bumi ini, dan tak ada satupun zat yang mampu menandingi Dia.
Yang kedua, hamba tersebut harus menyerahkan diri secara total kepada Allah SWT. Allah memerintahkan kita untuk berserah diri kepada-Nya dengan ikhlas, tanpa pamrih, secara lahiriah maupun batiniah. Seorang mukhlis mengetahui bahwa apa yang telah dipilih Allah untuknya adalah yang dibutuhkan dan tepat baginya. Allah mengharapkan kita untuk menyerahkan kehendak kita kepada kehendak-Nya. Keadaan ini menyatakan kita untuk selaras dengan keputusannya sehingga dia dapat mencapai titik penyerahan diri secara total kepada Allah SWT.
Ketika seorang hamba yang ikhlas menyerahkan diri secara sempurna kepada Allah atas persoalan-persoalan hidup yang di hadapinya. Maka Allah akan meringankan beban-beban di pundaknya, karena pertolonagn Allah akan datang pada hamba-hambanya yang berserah diri secara tulus dan murni. Penyerahan diri pada Allah, membuat seorang hamba tidak berprasangka buruk pada Allah, Ridha atas ketetapan yang diberikan kepadanya, selalu mensyukuri atas nikmat-nikmat yang dianugrahkan kepadanya, sabar atas kesempitan dan ujian yang menghampirinya, dan tak pernah putus berdo’a agar ia dianugrahi rahmat, karunia, ridha dan cinta-Nya.
Ikhlas dalam ibadah, akan menolong manusia mengatasi persoalan-persoalan hidupnya. Sesuai firman-Nya dalam surat AL-Baqarah ayat 153, “ Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongMu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS.AL-Baqarah : 153)
Sungguh, ibadah yang ikhlas seorang hamba akan menolong dirinya dari peliknya menjalani kehidupan. Mengendorkan otot-otot syarafnya yang tegang, akibat dari tekanan hidup dan stres berat. Ia juga akan dilapangkan dari penderitaan yang menyesakkan dada, karena penolakan, kekecewaan, atau kegagalan yang di alami dalam mengarungi kehidupan yang penuh ujian.
Sebab itu hamba yang ikhlas, akan menyerahkan seluruh persoalan-persoalan hidupnya kepada Allah. Semakin ia ikhlas dalam ibadahnya, maka Allah semakin dekat dengan dirinya. Hamba yang dekat dengan Allah SWT, tak perlu takut menghadapi kesulitan dan persoalan hidup yang menimpanya. Karena ia percaya setelah kesulitan pasti ada kemudahan, dan dia tidak memberikan suatu ujian pada seorang hamba, kecuali hamba itu mampu menanggungnya. Sesungguhnya yang membuat semakin berat sebuah ujian hamba adalah penolakan dia, ketidak puasan dia, kerakusan dia, dan penghujatan dia atas ujian dan bencana hidup yang menimpanya.
kontol i ra isoh disalin!!!!!!
BalasHapus