“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu, tetaplah bersia siaga di perbatasan Negerimu dan bertaqwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.“ (QS. Ali-Imran : 200)
Sabar adalah berteguh hati, pantang mengeluh, pantang berputus asa, dan tetap mempertahankan keteguhan hatinya, secara terus menerus. Sabar merupakan refleksi keikhlasan seorang hamba karena ia menyadari bahwa Allah ingin menguji, apakah hamba tersebut, tabah menghadapi tantangan, dan ujian yang ditempatkan kepadanya atau tidak.
Hamba Allah yang ikhlas diperintahkan untuk selalu bersabar, dan memperkuat kesabaran dalam kondisi hidup apapun. Baik saat lapang maupun sempit, saat sehat maupun sakit, saat kaya maupun miskin, saat muda maupun tua. Karena sesungguhnya kebaikan kesabaran itu terletak pada kesabaran seorang hamba. Sabar akan menolong seorang hamba dari segala ujian dan cobaan, karena saat hamba Allah mengikhlaskan segala tujuan dan harapannya kepada Allah, lalu ia memperkuat kesabarannya dalam tujuannya tersebut, niscaya Allah akan menurunkan pertolongannya.
Bila seorang hamba ditimpa musibah, hendaklah ia bersabar dan memperkuat kesabarannya. Bersabar dengan kerendahan hati, memohon maaf atas segala kekhilafan, agar ia dapat bersikap ridho dan ikhlas atas takdir yang telah ditetapkan-Nya. Hal tersebut semata-mata agar tindakan hamba tersebut selaras dengan kehendak Allah SWT, dan amal perbuatannya selalu dalam naungan cinta dan keridhoaannya. Mereka itulah hamba-hamba Allah yang ikhlas dan sabar dalam hidupnya. Kehidupan manusia selalu berada dalam dua kondisi, yaitu kondisi bahagia dan kondisi sedih. Dalam dua kondisi tersebut hamba Allah yang ikhlas diperintahkan untuk bersabar. Bersabar saat memperoleh kebahagiaan, dengan bersikap Qona'ah untuk tidak menghambur-hamburkan uang untuk keperluan yang sia-sia, berfoya-foya, boros, untuk sekedar menyombongkan diri. Juga bersabar saat bersedih, kecewa, sengsara, di waktu tertimpa musibah. Hamba Allah harus tetap bersabar, karena selama hidupnya ia tidak akan pernah bisa terlepas dari musibah dan kesenangan.
Hamba Allah yang bersabar, dan ikhlas dalam kesabarannya, ia tidak akan pernah sekalipun ia mengeluh, resah gelisah, hingga menghujat Allah. Marah kepada Allah, hingga terlintas kata-kata yang menyalahkan Allah, meragukan kebijaksanaan kehendaknya, juga kehendak-kehendak lain yang telah dia tetapkan bagi hamba-Nya. Apalagi kalau ia sampai berharap, dan bersabar pada Tuhan-Tuhan lain selain Allah (ciptaan Allah), untuk memperoleh jalan keluar. Sungguh, bila bukan karena izin dan pertolongan Allah, apakah ada Tuhan-Tuhan lain selain Dia (Allah) yang dapat mengeluarkan hamba dari kesusahan, kalau Allah telah menghendaki kesusahan untuknya.
Tidak ada satupun di Dunia ini makhluk yang merasa berhak atas apa yang ia miliki dan ia kuasai, karena hakikatnya semua yang manusia miliki adalah milik Allah. Tak ada satupun makhluk yang mampu memberikan keburukan atau kebaikan kecuali Allah. Tak ada yang menyebabkan hamba sakit maupun sehat, kecuali Allah. Karena itu, jangan sekali-kali terjerat oleh ciptaan-Nya. Jika musibah menghampiri hamba yang ikhlas, maka hendaklah ia meminta tolong kepada Allah dengan rendah hati, jangan lupa memohon ampun atas kesalahan yang membuat ia jauh dari kebenaran. Kemudian berserah diri secara utuh, dan terus menerus tawakal hingga musibah yang menimpa-Nya sirna. Sebagaimana kesabaran yang dicontohkan Nabi Ayub AS, dalam menghadapi ujiannya, walaupun dirinya dihinakan, dirinya tidak bosan-bosan bersabar, berdoa, taat, dan sama sekali tidak mengeluh atas musibahnya, hingga Allah melenyapkan musibahnya itu.
“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongMu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.“(QS. ALBaqarah : 153)
Cukup sabar dan shalat menjadi penolong hamba-hamba Allah yang ikhlas. Dan Allah akan selalu bersama orang-orang yang sabar, karena itu berlomba-lombalah dalam kesabaran, karena kesabaran akan membawa kebaikan dan keselamatan bagi hamba-hambanya yang ikhlas.
Sesuai Sabda Rosullullah SAW, “Kesabaran dan keimanan serupa dengan kepala dan tubuh." (Hadist)
Kesabaran tidak akan bisa dipisahkan dari hamba Allah yang ikhlas, ibarat kepala dengan badannya, keduanya adalah satu kesatuan yang tak mungkin terpisahkan, hakikatnya, kesabaran adalah sumber segala kebijakan dan keselamatan di Dunia dan di Akhirat, dengan kesabaran seorang hamba akan mencapai kepasrahan dan keikhlasan pada kehendak Allah. Kalau Allah telah menjadi penolong seorang hamba, siapa yang sanggup menimpakan kemudharatan pada dirinya.
Dalam kehidupan ini setiap muslim tidak akan terlepas dari ujian, cobaan dan bencana. Karena itu, ketika seorang hamba di uji hendaknya ia bersabar dan mengharapkan pahala kepada Allah atas musibahnya, jika demikian, tentu Allah tidak akan menyia-nyiakan sesuatupun untuknya, bahkan Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik. Dalam Hadist, diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Ummu Salamah RA, Ia berkata:
“Aku mendengar Rosullullah bersabda, “Tidaklah seaorang muslim yang tertimpa suatu musibah, lalu ia menyatakan apa yang diperintahkan Allah. Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya kami kembali kepada-Nya. Ya Allah, berilah aku pahala karena musibah ini, dan gantikanlah untukku sesuatu yang lebih baik darinya, kecuali Allah akan memberinya ganti yang lebih baik”. Ummu Salamah berkata, Ketika Abu Salamah meningggal dunia, aku berkata, “Siapakah orang islam yang lebih baik dari Abu Salamah, (Penghuni) rumah yang pertama kali hijrah kepada Rosulullah SAW?”. Lalu aku mengucapkan perkataan di atas, kemudian Allah menggatikan untuk ku Rosulullah SAW sebagai Suami." (HR. Muslim)
Kisah diatas memberi pelajaran bagi hamba Allah yang ikhlas. Sesungguhnya barang siapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik dari padanya. Siapa yang meninggalkan dari menampar diri sendiri, mengoyak-ngoyak pakaian, dan berteriak-teriak meratapi penderitaan dan kesengsaraan. Kemudian ia memohon pahala disisi Allah, niscaya Allah akan menggantikannya, dan sungguh Allah adalah sebaik-baik pemberian pertolongan.
Manusia harus berdo’a dan memohon pertolongan saat tertimpa musibah, tetapi saat Allah menghilangkan bahaya itu, jangan lupa pada pertolongan-Nya. Apalagi kalau manusia tersebut kembali pada kesesatannya yang semula.
Sesuai firman-Nya, “Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdo’a kepada kami dalam keadaan berdiri, duduk atau berdiri, tetapi setelah kami hilangkan bahaya itu dari padanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdo’a kepada kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan.“ (QS. Yunus : 10)
Jangan menjadi hamba-hamba Allah yang tidak konsisten berpegang teguh pada jalan Allah. Saat ia diberi kesusahan bantulah ia kembali shalat, zakatnya dikeluarkan, rajin bershodaqah, puasanya tidak pernah terlewat. Tetapi saat kesenangan menghampirinya, shalatnya mulai ia lupakan dengan alasan sibuk, shodaqahnya ia hentikan dengan alasan tidak mendidik, puasanya pun selalu terlewatkan dengan alasan butuh stamina agar tetap fit dalam mengejar keuntungan materi. Dimana Allah saat hamba tersebut dilapangkan rezekinya oleh Allah, padahal bukannya Allah yang menganugerahinya rezeki, tapi mengapa hamba tersebut semakin menjauh dari Allah. Lalu mulai menyombongkan diri dihadapan manusia dan Allah, dan menganggap rezeki yang berhasil yang mereka dapatkan itu disebabkan oleh kepintaran dan kerja kerasnya saja. Seolah-olah Allah sama sekali tidak memiliki perasaan apapun dari rezeki yang ia dapatkan, sesungguhnya Allah menguji hamba-hambanya yang dilapangkan rezekinya dan akibat buruklah bagi usaha-usaha hamba tersebut.
Sesuai firmannya, “(49) Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru kami, kemudian apabila kamu memberikan kepadanya nikmat dari kami ia berkata. “Sesungguhnya aku diberikan nikmat itu, hanyalah kepintaranku". Sebenarnya itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka itu tidak mengetahui. (50) Sungguh orang-orang yang sebelum mereka (juga) telah mengatakan itu pula, maka tidaklah berguna bagi mereka apa yang dahulu meeka usahakan (51) Maka mereka ditimpa oleh akibat buruk dari apa yang mereka usahakan. Dan orang-orang yang dzalim diantara mereka akan ditimpa akibat buruk dari usahanya dan mereka tidak dapat melepaskan diri.“ (QS. AZ-Zumar : 49-51)
Allah melapangkan rezeki hambanya yang ia kehendaki, dan ia menyempitkan rezeki hambanya yang ia kehendaki. Disinilah letak dimana hamba Allah yang ikhlas harus bersabar, karena kondisi lapang dan sempit itu akan selalu datang silih berganti dalam kehidupan setiap hamba Allah. Dan seorang hamba tidak akan bisa keluar dari dua kondisi tersebut, karena hal tersebut adalah bagian dari sunnahtullah dan fitrah kehidupan manusia.
Sabar adalah kunci menyelesaikan persoalan tersebut, sesuai firman-Nya, “Dan tidaklah mereka mengetahui bahwa Allah melapangkan rezeki dan menyempitkannya bagi siapa yang dikehendaki-Nya? Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang beriman.“ (QS. AZ-Zumar : 52)
“Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhanmu, maka sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan kami, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu ketika kamu bangun berdiri.“ (QS. Ath-Thuur : 48)
Hidup adalah perjuangan, dalam melangkah kadang kita harus terhempas gelombang kehidupan, tertiup angin kencang cobaan dan musibah. Didalamnya ada kesedihan dan kebahagiaan, keindahan duniawi hanyalah fatamorgana, yang akan menjebak manusia pada perbuatan dan kerakusan nafsu. Segala halusinasi dunia hanya akan membawa manusia dalam kesunyian dan kehampaan, tidak berguna dan sia-sia bila perbuatannya, bila tidak ditujukan untuk mencari keridhoan Allah.
Segala langkah hidup manusia telah ada dalam rencana-Nya, semua akivitas kehidupan manusia ini sesungguhnya telah berjalan dalam kehendaknya, nafas hidup, cinta, rezeki, jabatan, karir, jodoh dan segala-Nya. Karena itu, hamba Allah yang ikhlas akan menjalani takdir hidup yang dikehendakinya dengan penyerahan diri, dan kepasrahan total kepada Allah SWT.
Tak pernah mengeluh, menuntut, dan menghujat Tuhan. Ikhlas dan sabar dalam menjalani segala bentuk cobaan hidup, bila ada ujian hidup yang membuat luka maka tersenyumlah, dan serahkanlah pada Allah. Bila ada rezeki yang membuat dirinya bahagia maka bersabarlah, karena itu adalah ujian bagi hamba untuk dermawan, berzakat, shodaqah, menahan diri untuk tidak boros dan berfoya-foya, supaya Allah melipat gandakan nikmat dan karunia bagi-Nya. Bersabarlah, karena kesabaran akan meneguhkan dan menguatkan hati seorang hamba. Sebaliknya ketidaksabaran akan melemahkan, membuat kekecewaan, dan putus asa.
Sesuai firman-Nya, “Dan taatlah kepada Allah dan Rosul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantah, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.“ (QS. AL-Anfaal : 46)
Kesabaran adalah kunci kekuatan hamba Allah yang ikhlas, agar pertolongan dan karunia Allah datang, menyelesaikan segala persoalan hidup seorang hamba.
Rosullullah SAW bersabda, “Puasa adalah separuh kesabaran, dan sabar itu separuh iman.“ (HR. Baihaqi)
Sabar itu separuh dari keimanan, dan puasa adalah salah satu sarana untuk melatih kesabaran. Himpitan hidup dan kesukaran harusnya bisa menjadi sebuah hal yang positif, yaitu sebagai sarana melatih diri seorang hamba untuk mendekatkan diri pada Allah SWT. Sebab kondisi hina, kemiskinan, rendah, keterbatasan, kebutuhan adalah sifat-sifat asli manusia yang penuh ketidakberdayaan, dan membutuhkan penghambaan serta pengharapan.
Sebab hakikatnya, Yang Maha Kaya itu Allah, bukan hamba. Dialah Allah Yang Maha Pencipta, Maha Sejahtera, Maha Memelihara, Maha Kuasa, Maha Kuat, Maha Melihat, Maha Mendengar, Maha Agung, Maha Mengadakan, Maha Membentuk Rupa, Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Besar, Maha Mulia, yang pertama dan yang terakhir, Allah adalah Maha Segala-galanya. Dan hamba Allah yang sabar dan ikhlas, hidup dalam karunia, rahmat, pertolongan, cinta dan keridhoan Allah SWT.
Pengakuan ketidakberdayaan seorang hamba adalah pengharapan agar ia di bantu Allah dengan kekuasaan-Nya. Pengakuan kelemahan seorang hamba adalah bentuk penyerahan diri hamba tersebut agar Allah membantunya dengan kekuatan-Nya. Pengakuan kefakiran seorang hamba adalah bentuk do’a hamba tersebut agar Allah membantunya dengan kekayaan-Nya. Hanya kepada Allahlah hamba tersebut menyembah, dan hanya kepada-Nya pula dia memohon pertolongan dan keselamatan.
Seperti ucapan yang disampaikan Syekh Ibn ATHA’ILLAH, “Sadarilah sifat-sifatmu, niscaya Allah akan membantumu dengan sifat-sifat-Nya. Akuilah kehinaanmu, niscaya Allah membantumu dengan kemulian-Nya. Akuilah ketidakberdayaanmu, niscaya Allah membantumu dengan kekuasaan-Nya. Akuilah kelemahanmu, niscaya Allah membantumu dengan kekuatan-Nya.“
Pengakuan kerendahan, keterbatasan, kebutuhan, dan penghambaan manusia yang ikhlas dan sabar akan terpantul ke dalam cermin sempurna dari kekuasaan dan cahaya Allah yang tak terbatas. Hingga pantulannya akan terpancar dalam diri hamba-hamba Allah yang ikhlas dalam kesabaran, sehingga hidup hamba tersebut akan selalu dipenuhi energi positif yang akan membawanya pada keberuntungan, kebahagiaan, ketenangan, kedamaian dan kepasrahan hidup. Dan Allah pasti akan membalas baginya dengan pahala yang lebih baik, sesuai firman-Nya, “Apa yang disisimu akan lenyap, dan apa yang ada disisi Allah adalah kekal. Dan sesungguhnya kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar, dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.“ (QS. An-Nahl : 96)
Sabar adalah berteguh hati, pantang mengeluh, pantang berputus asa, dan tetap mempertahankan keteguhan hatinya, secara terus menerus. Sabar merupakan refleksi keikhlasan seorang hamba karena ia menyadari bahwa Allah ingin menguji, apakah hamba tersebut, tabah menghadapi tantangan, dan ujian yang ditempatkan kepadanya atau tidak.
Hamba Allah yang ikhlas diperintahkan untuk selalu bersabar, dan memperkuat kesabaran dalam kondisi hidup apapun. Baik saat lapang maupun sempit, saat sehat maupun sakit, saat kaya maupun miskin, saat muda maupun tua. Karena sesungguhnya kebaikan kesabaran itu terletak pada kesabaran seorang hamba. Sabar akan menolong seorang hamba dari segala ujian dan cobaan, karena saat hamba Allah mengikhlaskan segala tujuan dan harapannya kepada Allah, lalu ia memperkuat kesabarannya dalam tujuannya tersebut, niscaya Allah akan menurunkan pertolongannya.
Bila seorang hamba ditimpa musibah, hendaklah ia bersabar dan memperkuat kesabarannya. Bersabar dengan kerendahan hati, memohon maaf atas segala kekhilafan, agar ia dapat bersikap ridho dan ikhlas atas takdir yang telah ditetapkan-Nya. Hal tersebut semata-mata agar tindakan hamba tersebut selaras dengan kehendak Allah SWT, dan amal perbuatannya selalu dalam naungan cinta dan keridhoaannya. Mereka itulah hamba-hamba Allah yang ikhlas dan sabar dalam hidupnya. Kehidupan manusia selalu berada dalam dua kondisi, yaitu kondisi bahagia dan kondisi sedih. Dalam dua kondisi tersebut hamba Allah yang ikhlas diperintahkan untuk bersabar. Bersabar saat memperoleh kebahagiaan, dengan bersikap Qona'ah untuk tidak menghambur-hamburkan uang untuk keperluan yang sia-sia, berfoya-foya, boros, untuk sekedar menyombongkan diri. Juga bersabar saat bersedih, kecewa, sengsara, di waktu tertimpa musibah. Hamba Allah harus tetap bersabar, karena selama hidupnya ia tidak akan pernah bisa terlepas dari musibah dan kesenangan.
Hamba Allah yang bersabar, dan ikhlas dalam kesabarannya, ia tidak akan pernah sekalipun ia mengeluh, resah gelisah, hingga menghujat Allah. Marah kepada Allah, hingga terlintas kata-kata yang menyalahkan Allah, meragukan kebijaksanaan kehendaknya, juga kehendak-kehendak lain yang telah dia tetapkan bagi hamba-Nya. Apalagi kalau ia sampai berharap, dan bersabar pada Tuhan-Tuhan lain selain Allah (ciptaan Allah), untuk memperoleh jalan keluar. Sungguh, bila bukan karena izin dan pertolongan Allah, apakah ada Tuhan-Tuhan lain selain Dia (Allah) yang dapat mengeluarkan hamba dari kesusahan, kalau Allah telah menghendaki kesusahan untuknya.
Tidak ada satupun di Dunia ini makhluk yang merasa berhak atas apa yang ia miliki dan ia kuasai, karena hakikatnya semua yang manusia miliki adalah milik Allah. Tak ada satupun makhluk yang mampu memberikan keburukan atau kebaikan kecuali Allah. Tak ada yang menyebabkan hamba sakit maupun sehat, kecuali Allah. Karena itu, jangan sekali-kali terjerat oleh ciptaan-Nya. Jika musibah menghampiri hamba yang ikhlas, maka hendaklah ia meminta tolong kepada Allah dengan rendah hati, jangan lupa memohon ampun atas kesalahan yang membuat ia jauh dari kebenaran. Kemudian berserah diri secara utuh, dan terus menerus tawakal hingga musibah yang menimpa-Nya sirna. Sebagaimana kesabaran yang dicontohkan Nabi Ayub AS, dalam menghadapi ujiannya, walaupun dirinya dihinakan, dirinya tidak bosan-bosan bersabar, berdoa, taat, dan sama sekali tidak mengeluh atas musibahnya, hingga Allah melenyapkan musibahnya itu.
“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongMu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.“(QS. ALBaqarah : 153)
Cukup sabar dan shalat menjadi penolong hamba-hamba Allah yang ikhlas. Dan Allah akan selalu bersama orang-orang yang sabar, karena itu berlomba-lombalah dalam kesabaran, karena kesabaran akan membawa kebaikan dan keselamatan bagi hamba-hambanya yang ikhlas.
Sesuai Sabda Rosullullah SAW, “Kesabaran dan keimanan serupa dengan kepala dan tubuh." (Hadist)
Kesabaran tidak akan bisa dipisahkan dari hamba Allah yang ikhlas, ibarat kepala dengan badannya, keduanya adalah satu kesatuan yang tak mungkin terpisahkan, hakikatnya, kesabaran adalah sumber segala kebijakan dan keselamatan di Dunia dan di Akhirat, dengan kesabaran seorang hamba akan mencapai kepasrahan dan keikhlasan pada kehendak Allah. Kalau Allah telah menjadi penolong seorang hamba, siapa yang sanggup menimpakan kemudharatan pada dirinya.
Dalam kehidupan ini setiap muslim tidak akan terlepas dari ujian, cobaan dan bencana. Karena itu, ketika seorang hamba di uji hendaknya ia bersabar dan mengharapkan pahala kepada Allah atas musibahnya, jika demikian, tentu Allah tidak akan menyia-nyiakan sesuatupun untuknya, bahkan Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik. Dalam Hadist, diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Ummu Salamah RA, Ia berkata:
“Aku mendengar Rosullullah bersabda, “Tidaklah seaorang muslim yang tertimpa suatu musibah, lalu ia menyatakan apa yang diperintahkan Allah. Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya kami kembali kepada-Nya. Ya Allah, berilah aku pahala karena musibah ini, dan gantikanlah untukku sesuatu yang lebih baik darinya, kecuali Allah akan memberinya ganti yang lebih baik”. Ummu Salamah berkata, Ketika Abu Salamah meningggal dunia, aku berkata, “Siapakah orang islam yang lebih baik dari Abu Salamah, (Penghuni) rumah yang pertama kali hijrah kepada Rosulullah SAW?”. Lalu aku mengucapkan perkataan di atas, kemudian Allah menggatikan untuk ku Rosulullah SAW sebagai Suami." (HR. Muslim)
Kisah diatas memberi pelajaran bagi hamba Allah yang ikhlas. Sesungguhnya barang siapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik dari padanya. Siapa yang meninggalkan dari menampar diri sendiri, mengoyak-ngoyak pakaian, dan berteriak-teriak meratapi penderitaan dan kesengsaraan. Kemudian ia memohon pahala disisi Allah, niscaya Allah akan menggantikannya, dan sungguh Allah adalah sebaik-baik pemberian pertolongan.
Manusia harus berdo’a dan memohon pertolongan saat tertimpa musibah, tetapi saat Allah menghilangkan bahaya itu, jangan lupa pada pertolongan-Nya. Apalagi kalau manusia tersebut kembali pada kesesatannya yang semula.
Sesuai firman-Nya, “Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdo’a kepada kami dalam keadaan berdiri, duduk atau berdiri, tetapi setelah kami hilangkan bahaya itu dari padanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdo’a kepada kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan.“ (QS. Yunus : 10)
Jangan menjadi hamba-hamba Allah yang tidak konsisten berpegang teguh pada jalan Allah. Saat ia diberi kesusahan bantulah ia kembali shalat, zakatnya dikeluarkan, rajin bershodaqah, puasanya tidak pernah terlewat. Tetapi saat kesenangan menghampirinya, shalatnya mulai ia lupakan dengan alasan sibuk, shodaqahnya ia hentikan dengan alasan tidak mendidik, puasanya pun selalu terlewatkan dengan alasan butuh stamina agar tetap fit dalam mengejar keuntungan materi. Dimana Allah saat hamba tersebut dilapangkan rezekinya oleh Allah, padahal bukannya Allah yang menganugerahinya rezeki, tapi mengapa hamba tersebut semakin menjauh dari Allah. Lalu mulai menyombongkan diri dihadapan manusia dan Allah, dan menganggap rezeki yang berhasil yang mereka dapatkan itu disebabkan oleh kepintaran dan kerja kerasnya saja. Seolah-olah Allah sama sekali tidak memiliki perasaan apapun dari rezeki yang ia dapatkan, sesungguhnya Allah menguji hamba-hambanya yang dilapangkan rezekinya dan akibat buruklah bagi usaha-usaha hamba tersebut.
Sesuai firmannya, “(49) Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru kami, kemudian apabila kamu memberikan kepadanya nikmat dari kami ia berkata. “Sesungguhnya aku diberikan nikmat itu, hanyalah kepintaranku". Sebenarnya itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka itu tidak mengetahui. (50) Sungguh orang-orang yang sebelum mereka (juga) telah mengatakan itu pula, maka tidaklah berguna bagi mereka apa yang dahulu meeka usahakan (51) Maka mereka ditimpa oleh akibat buruk dari apa yang mereka usahakan. Dan orang-orang yang dzalim diantara mereka akan ditimpa akibat buruk dari usahanya dan mereka tidak dapat melepaskan diri.“ (QS. AZ-Zumar : 49-51)
Allah melapangkan rezeki hambanya yang ia kehendaki, dan ia menyempitkan rezeki hambanya yang ia kehendaki. Disinilah letak dimana hamba Allah yang ikhlas harus bersabar, karena kondisi lapang dan sempit itu akan selalu datang silih berganti dalam kehidupan setiap hamba Allah. Dan seorang hamba tidak akan bisa keluar dari dua kondisi tersebut, karena hal tersebut adalah bagian dari sunnahtullah dan fitrah kehidupan manusia.
Sabar adalah kunci menyelesaikan persoalan tersebut, sesuai firman-Nya, “Dan tidaklah mereka mengetahui bahwa Allah melapangkan rezeki dan menyempitkannya bagi siapa yang dikehendaki-Nya? Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang beriman.“ (QS. AZ-Zumar : 52)
“Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhanmu, maka sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan kami, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu ketika kamu bangun berdiri.“ (QS. Ath-Thuur : 48)
Hidup adalah perjuangan, dalam melangkah kadang kita harus terhempas gelombang kehidupan, tertiup angin kencang cobaan dan musibah. Didalamnya ada kesedihan dan kebahagiaan, keindahan duniawi hanyalah fatamorgana, yang akan menjebak manusia pada perbuatan dan kerakusan nafsu. Segala halusinasi dunia hanya akan membawa manusia dalam kesunyian dan kehampaan, tidak berguna dan sia-sia bila perbuatannya, bila tidak ditujukan untuk mencari keridhoan Allah.
Segala langkah hidup manusia telah ada dalam rencana-Nya, semua akivitas kehidupan manusia ini sesungguhnya telah berjalan dalam kehendaknya, nafas hidup, cinta, rezeki, jabatan, karir, jodoh dan segala-Nya. Karena itu, hamba Allah yang ikhlas akan menjalani takdir hidup yang dikehendakinya dengan penyerahan diri, dan kepasrahan total kepada Allah SWT.
Tak pernah mengeluh, menuntut, dan menghujat Tuhan. Ikhlas dan sabar dalam menjalani segala bentuk cobaan hidup, bila ada ujian hidup yang membuat luka maka tersenyumlah, dan serahkanlah pada Allah. Bila ada rezeki yang membuat dirinya bahagia maka bersabarlah, karena itu adalah ujian bagi hamba untuk dermawan, berzakat, shodaqah, menahan diri untuk tidak boros dan berfoya-foya, supaya Allah melipat gandakan nikmat dan karunia bagi-Nya. Bersabarlah, karena kesabaran akan meneguhkan dan menguatkan hati seorang hamba. Sebaliknya ketidaksabaran akan melemahkan, membuat kekecewaan, dan putus asa.
Sesuai firman-Nya, “Dan taatlah kepada Allah dan Rosul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantah, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.“ (QS. AL-Anfaal : 46)
Kesabaran adalah kunci kekuatan hamba Allah yang ikhlas, agar pertolongan dan karunia Allah datang, menyelesaikan segala persoalan hidup seorang hamba.
Rosullullah SAW bersabda, “Puasa adalah separuh kesabaran, dan sabar itu separuh iman.“ (HR. Baihaqi)
Sabar itu separuh dari keimanan, dan puasa adalah salah satu sarana untuk melatih kesabaran. Himpitan hidup dan kesukaran harusnya bisa menjadi sebuah hal yang positif, yaitu sebagai sarana melatih diri seorang hamba untuk mendekatkan diri pada Allah SWT. Sebab kondisi hina, kemiskinan, rendah, keterbatasan, kebutuhan adalah sifat-sifat asli manusia yang penuh ketidakberdayaan, dan membutuhkan penghambaan serta pengharapan.
Sebab hakikatnya, Yang Maha Kaya itu Allah, bukan hamba. Dialah Allah Yang Maha Pencipta, Maha Sejahtera, Maha Memelihara, Maha Kuasa, Maha Kuat, Maha Melihat, Maha Mendengar, Maha Agung, Maha Mengadakan, Maha Membentuk Rupa, Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Besar, Maha Mulia, yang pertama dan yang terakhir, Allah adalah Maha Segala-galanya. Dan hamba Allah yang sabar dan ikhlas, hidup dalam karunia, rahmat, pertolongan, cinta dan keridhoan Allah SWT.
Pengakuan ketidakberdayaan seorang hamba adalah pengharapan agar ia di bantu Allah dengan kekuasaan-Nya. Pengakuan kelemahan seorang hamba adalah bentuk penyerahan diri hamba tersebut agar Allah membantunya dengan kekuatan-Nya. Pengakuan kefakiran seorang hamba adalah bentuk do’a hamba tersebut agar Allah membantunya dengan kekayaan-Nya. Hanya kepada Allahlah hamba tersebut menyembah, dan hanya kepada-Nya pula dia memohon pertolongan dan keselamatan.
Seperti ucapan yang disampaikan Syekh Ibn ATHA’ILLAH, “Sadarilah sifat-sifatmu, niscaya Allah akan membantumu dengan sifat-sifat-Nya. Akuilah kehinaanmu, niscaya Allah membantumu dengan kemulian-Nya. Akuilah ketidakberdayaanmu, niscaya Allah membantumu dengan kekuasaan-Nya. Akuilah kelemahanmu, niscaya Allah membantumu dengan kekuatan-Nya.“
Pengakuan kerendahan, keterbatasan, kebutuhan, dan penghambaan manusia yang ikhlas dan sabar akan terpantul ke dalam cermin sempurna dari kekuasaan dan cahaya Allah yang tak terbatas. Hingga pantulannya akan terpancar dalam diri hamba-hamba Allah yang ikhlas dalam kesabaran, sehingga hidup hamba tersebut akan selalu dipenuhi energi positif yang akan membawanya pada keberuntungan, kebahagiaan, ketenangan, kedamaian dan kepasrahan hidup. Dan Allah pasti akan membalas baginya dengan pahala yang lebih baik, sesuai firman-Nya, “Apa yang disisimu akan lenyap, dan apa yang ada disisi Allah adalah kekal. Dan sesungguhnya kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar, dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.“ (QS. An-Nahl : 96)
Sumber: Keajaiban Ikhlas - Muhammad Gatot Aryo Al-Huseini
makasi ya. . artikelnya. aku baca sampe netes air mata.
BalasHapusSubhanallah, indah..
BalasHapus