.
Jambatan Aka ( Jembatan Akar, red) di Pesisir Selatan kemasyurannya sudah lama tersiar ke mana-mana. Jembatan yang terletak di Kampung Pulut-pulut Kecamatan Bayang Utara Kabupaten Pesisir Selatan ini sangat unik. Jembatan ini terbentuk dari jalinan akar pohon beringin yang telah hidup 90-an tahun lalu, sehingga disebut jembatan akae. Di samping dapat menyeberangi sungai, berjalan di Jembatan Akar ini sangat menarik. Dari atas jembatan, kita dapat memandang aktivitas masyarakat di sekitar Batang Bayang (Sungai Bayang) dengan segala tingkah polahnya. Semilir angin yang berhembus lirih berasal dari dedaunan pohon beringin yang berayun berirama. Jika telah menginjakkan kaki di jembatan ini, rasanya enggan untuk beranjak turun.
Untuk menjangkau objek wisata tersebut, kita dari Kota Padang harus menempuh perjalanan sepanjang ±65 Km atau 24 Km dari Kota Painan. Jembatan ini memiliki panjang sekitar 30 meter, lebar lantai satu meter, dan tinggi dinding pengaman kurang lebih satu meter. Ketinggiannya dari dasar sungai sekitar enam meter. Menurut masyarakat setempat, Jembatan Akar itu awalnya dirancang Pakiah Sokan yang kerap dipanggil Angku Ketek bersama masyarakat Desa Pulut-pulut. Pakiah Sokan, seorang yang berilmu tinggi dan sering memberikan pengajian. Terbit ide untuk membuat Jembatan Akar, setelah titian bambu yang biasa digunakan masyarakat sering hancur dan diseret air bah ketika Sungai Batang Bayang meluap.
Pohon beringin itu, konon katanya juga ditanam oleh Pakiah Sokan. Selain pohon beringin, ia juga menanam pohon asam kumbang, tak jauh dari titian bambu. Perguliran waktu tak terasa, pohon itu terus kembang da tumbuh. Akar-akarnya tak mencapai tanah, lantaran dihalangi bebatuan Batang Bayang. Akar-akar itu bergelantungan, dan Pakiah Sokan beserta masyarakat dengan tekun memasukkan dan melilitkan akar tadi ke dalam titian bambu. Tahun demi tahun akar-akar kedua pohon itu terus tumbuh dan berkembang, menjadi panjang, besar, dan lebat, sehingga lilitan akar tadi telah menjelma menjadi jembatan yang kokoh.
Untuk membuat akar tidak putus, karena terus diinjak, masyarakat memasang tali penyangga yang terbuat dari baja. Lantaran telah dijadikan objek wisata, pemerintah setempat bermaksud membangun jembatan gantung untuk digunakan masyarakat membawa hasil bumi. Saat ini di Jembatan akar tersebut telah disediakan berbagai fasilitas di antaranya, mushala, toilet, tempat parkir dan pelindung. Direncanakan juga akan membangun fasilitas lainnya
2. Ngarai Sianok – Bukit Tinggi
Ngarai Sianok adalah sebuah lembah curam (jurang) yang terletak di perbatasan kota Bukittinggi, dengan Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Lembah ini memanjang dan berkelok sebagai garis batas kota dari selatan ngarai Koto Gadang sampai di Ngarai Sianok Enam Suku, dan berakhir sampai Palupuh. Ngarai Sianok memiliki pemandangan yang indah dan menjadi salah satu objek wisata utama provinsi.
Jurang ini dalamnya sekitar 100 m membentang sepanjang 15 km dengan lebar sekitar 200 m dan merupakan bagian dari patahan yang memisahkan Pulau Sumatera menjadi dua bagian memanjang (Patahan Semangko). Patahan ini membentuk dinding yang curam, bahkan tegak lurus dan membentuk lembah yang hijau - hasil dari gerakan turun kulit bumi (sinklinal) - yang dialiri Batang Sianok (batang berarti sungai, dalam bahasa Minangkabau) yang airnya jernih. Di zaman kolonial Belanda, jurang ini disebut juga sebagai kerbau sanget, karena banyaknya kerbau liar yang hidup bebas di dasar ngarai.
Batang Sianok kini bisa diarungi dengan menggunakan kano dan kayak yg disaranai oleh suatu organisasi olahraga air "Qurays". Rute yang ditempuh adalah dari Desa Lambah sampai Desa Sitingkai Batang Palupuh selama kira-kira 3,5 jam. Di tepiannya masih banyak dijumpai tumbuhan langka seperti rafflesia dan tumbuhan obat-obatan. Fauna yang dijumpai misalnya monyet ekor panjang, siamang, simpai, rusa, babi hutan, macan tutul, serta tapir.
3. Danau Singkarak – Tanah Datar
Danau Singkarak berada di dua kabupaten di Sumatera Barat, Kabupaten Solok dan Kabupaten Tanah Datar. Dengan luas 107,8 km² danau ini merupakan danau terluas ke-2 di Pulau Sumatera. Danau ini merupakan hulu Batang Ombilin. Air danau ini sebagian dialirkan melewati terowongan menembus Bukit Barisan ke Batang Anai untuk menggerakkan generator PLTA Singkarak di dekat Lubuk Alung, Padang Pariaman.
Ikan bilih (Mystacoleucus padangensis) merupakan spesies ikan yang diperkirakan hanya hidup di danau ini[1], dan menjadi salah satu makanan khas. Penelitian para ahli mengungkapkan 19 spesies ikan perairan air tawar hidup di habitat Danau Singkarak, Kabupaten Solok dan Tanah Datar, Sumatera Barat (Sumbar), dengan ketersediaan bahan makanannya yang terbatas.
Dari 19 spesies itu, tiga spesies di antaranya memiliki populasi kepadatan tinggi, yakni ikan Bilih/Biko (Mystacoleusus padangensis Blkr), Asang/Nilem (Osteochilus brachmoides) dan Rinuak. Spesies ikan lainnya yang hidup di Danau Singkarak adalah, Turiak/turiq (Cyclocheilichthys de Zwani), Lelan/Nillem (Osteochilis vittatus), Sasau/Barau (Hampala mocrolepidota) dan Gariang/Tor (Tor tambroides).
Kemudian, spesies ikan Kapiek (Puntius shwanefeldi) dan Balinka/Belingkah (Puntius Belinka), Baung (Macrones planiceps), Kalang (Clarias batrachus), Jabuih/Buntal (Tetradon mappa), Kalai/Gurami (Osphronemus gurami lac) dan Puyu/Betok (Anabas testudeneus).
Selanjutnya, spesies ikan Sapek/Sepat (Trichogaster trichopterus), Tilan (mastacembelus unicolor), Jumpo/Gabus (Chana striatus), Kiuang/Gabus (Chana pleurothalmus) dan Mujaie/Mujair (Tilapia pleurothalmus), tambah Hafrijal.
Dengan hanya ada 19 spesies ikan yang hidup di Danau Singkarak menunjukkan keanekaragaman ikan di tempat itu tidak telalu tinggi. Kondisi mesogotrofik Danau Singkarak yang menyebabkan daya dukung habitat ini untuk perkembangan dan pertumbuhan organisme air seperti plankton dan betos, sangat terbatas.
Dari beberapa kali penelitian menunjukan populasi plankton dan betos di Danau Singkarak sangat rendah.
Padahal komunitas plankton (fitoplankton dan zooplankton) merupakan basis dari terbentuknya suatu mata rantai makanan dan memegang peranan sangat penting dalam suatu ekosistem danau.
Kondisi tersebut, menyebabkan sumber nutrisi utama ikan secara alamiah umumnya adalah berbagai jenis plankton dan bentos.
Danau Singkarak berada pada letak geografis koordinat 0, 36 derajat Lintang Selatan (LS) dan 100,3 Bujur Timur (BT) dengan ketinggian 363,5 meter diatas permukaan laut (mdpl).
Luas permukaan air Danau Singkarak mencapai 11.200 hektar dengan panjang maksimum 20 kilometer dan lebar 6,5 kilometer dan kedalaman 268 meter.
Danau ini memiliki daerah aliran air sepanjang 1.076 kilometer dengan curah hujan 82 hingga 252 melimeter per bulan.
4. Gunung Singgalang – Padang Panjang
Gunung Singgalang merupakan sebuah gunung yang terdapat di provinsi Sumatera Barat, Indonesia dan mempunyai ketinggian 2,877 meter. Gunung Singgalang mempunyai kawasan hutan Dipterokarp Bukit, hutan Dipterokarp Atas, hutan Montane, dan Hutan Ericaceous atau hutan gunung.
Dari bentuknya, gunung ini sangat mirip dengan Gunung Merbabu di Jawa Tengah. Gunung ini mempunyai telaga di puncaknya yang merupakan bekas kawah, Telaga itu dinamai Telaga Dewi. Singgalang sudah tidak aktif lagi dan hutannya sangat lembap karena kandungan air yang banyak.
5. Laut Mentawai – Mentawai
Mentawai adalah sebuah pulau terpencil yang terletak di barat Pulau Sumatera yang merupakan bagian dari salah satu kabupaten yang ada di Propinsi Sumatera Barat. Tidak banyak orang yang tahu keindahan pulau ini. Di Mentawai ini sendiri memiliki banyak pulau yang indah dengan ombak yang sangat besar.
Bagi anda pasangan yang ingin berbulan madu, pelesiran dan menyukai sport, tidak ada salahnya untuk mengunjungi Laut Mentawai. Disini anda akan mendapatkan pengalaman baru yang lebih menantang dan lebih berwarna dengan berselancar. Ada tiga pulau yang indah yang ada di Mentawai yakni Pulau Siberut, Pulau Pagai, dan Pulau Sipora. Tetapi Pulau Siberut merupakan pulau yang paling besar.
Dengan adanya ombak yang begitu indah dan alami, anda yang memilih tempat ini tidak akan kecewa ditambah lagi jika anda dan pasangan lebih dan ingin mendapatkan pengalaman berbulan madu yang menantang.
Laut Mentawai ini merupakan lokasi surfing terbaik ketiga di dunia. Selain anda dapat berselancar, anda juga dapat menghabiskan waktu berbulan madu dengan menikmati keindahan laut dan pantai yang ada di Mentawai. Sambil berjemur dan melihat alam sekitar, diselangi dengan canda tawa akan menghiasi hari-hari bersama sang kekasih.
Disenja hari, anda juga dapat menikmati pesona sunset yang akan menutup terang nya alam di Laut Mentawai. Kesan sunset yang begitu mendalam akan mewarnai kebahagiaan berbulan madu anda.
Selain itu, anda dan pasangan dapat mengelilingi dan mengunjungi perkampungan yang ada di sekitar Mentawai. Kesan natural dan tradisional masih terasa di perkampungan ini.
Hal itu disebabkan karena masih kuat nya adat istiadat di Mentawai itu sendiri. Sambil beramah tamah dan menyinggahi rumah penduduk akan menambah pengetahuan anda tentang Mentawai. Betapa berharganya bulan madu anda.
6. Lembah Arau – Limapuluh Kota
Lembah Harau di Payakumbuh Lembah Harau di Payakumbuh, Kabupaten 50 Kota, Sumbar, mempunyai tujuh air terjun yang memesona. Pagar tebing cadas yang curam dan lurus juga menantang untuk olahraga panjat tebing.
Payakumbuh: Seperti dalam benteng! Barangkali demikian yang dirasakan pengunjung Lembah Harau di Payakumbuh, Kabupaten 50 Kota, Sumatra Barat. Sepanjang jalan Payakumbuh menuju Harau, kita dimanjakan hamparan pemandangan sawah dan lembah, juga rumah adat minang. Biar gak nyesel, sempetin ambil foto di rumah adat minang yang sudah mulai langka, bahkan jarang terlihat di kota lain selain di Payakumbuh. Memasuki Taman Wisata Lembah Harau, wisatawan serasa "dikepung" tebing kemerah-merahan setinggi 150 hingga 200 meter. Tebing itu tegak mengelilingi lembah.
Di dasar tebing, bentangan sawah dan pepohonan hijau lagi rimbun membuat pesona Lembah Harau makin memukau. Daerah Lembah Harau juga dihuni berbagai jenis hewan dan burung liar. Lembah ini juga makin memikat dengan tujuh air terjun atau sarasah yang mengalir deras. Di waktu musim hujan, air yang mengalir bertambah deras. Pemandangan sekitar lembah makin menakjubkan kala pelangi turun sehabis hujan.
Kawasan wisata yang dicapai sejam perjalanan dari Bukittinggi, Agam, ini dapat dinikmati dengan membayar tiket Rp 1.500 per orang. Untuk wisatawan yang berniat bermalam, tempat ini juga menyediakan pondok kecil dan rumah gadang di dasar lembah. Harga sewa kamar semalam bervariasi, mulai Rp 50 ribu hingga Rp 2 juta. Teras rumah yang terbuka membuat pengunjung dapat menikmati pemandangan lembah sepuasnya. Pengunjung juga dapat menikmati alunan saluang--alat musik tradisional Minangkabau--yang ditiup oleh anak nagari setempat buat menghibur wisatawan.
Lembah yang memanjakan hati dan mata ini mempunyai legenda sendiri. Menurut hikayat setempat, dulunya di atas tebing berdiri sebuah kerajaan. Sedangkan lembahnya merupakan lautan. Suatu hari, putri kerajaan memilih terjun ke laut karena tak diizinkan menikah dengan lelaki yang disukainya. Sang raja lalu memerintahkan rakyatnya mencari jasad sang putri. Namun hingga laut dikeringkan, jenazah sang putri tetap tak ditemukan. Laut yang menjadi daratan itu kini dikenal sebagai Lembah Harau dan menjadi tempat bermukim yang indah. Pagar tebing cadas yang curam dan lurus itu juga menantang untuk olahraga panjat tebing. Sebuah organisasi pecinta tebing setempat secara rutin mengunjungi tempat ini sekali dalam setahun. Wisatawan yang berminat mungkin dapat mencoba untuk menguji olahraga yang satu ini. Peminat akan dipandu seorang instruktur.
Bila tak ada sepatu khusus pendaki, tanpa alas kaki pun jadi. Inti olahraga ini adalah mengatasi rasa takut. Pendaki juga diharuskan memakai harnest (alat pengaman tubuh) yang diikat simpul. Tali yang lain dipegang seseorang yang akan menahan tubuh pendaki bila terjatuh. Untuk mengurangi keringat saat mendaki, pendaki harus menyediakan bubuk magnesium karbonat. Bagi pemula, kesulitan terbesar antara lain mengalokasikan beban tubuh kepada tangan dan kaki secara seimbang. Kecederungan yang sering terjadi, beban tubuh hanya ditahan oleh tangan. Akibatnya energi lebih cepat terkuras. Apalagi tempat pijakan dan bergantung amat minim.
Sebagai daerah lembah, suara teriakan niscaya akan memantul lagi. Cobalah berteriak di titik nol (echo spot) yang telah ditandai pengelola khusus untuk pengunjung yang ingin mendengar gaung sempurna. Di tempat ini, suara pantulan terdengar lebih keras. Lumayanlah buat melepas stres dan beban hidup. Sekalian buat latihan vokal bagi yang berminat ikut kontes menyanyi!
Dari loket tiketing, ada 2 cabang jalan, kalau kita menuju jalan arah kiri, terdapat air terjun yang dasarnya sudah dibentuk kolam renang. Disekeliling kolam terdapat warung2 kecil, jangan lupa beli kerupuk bulat dan lebar, terbuat dari singkong tapi dibumbui hingga terasa spicy sekali. Setelah puas main air di kolam. Dari sini perjalanan dilanjutkan ke jalan sebelah kanan dari tempat tiketing, menuju air terjun di dalam hutan kecil.
Air terjun di harau sangat unik, biasanya dasar air terjun adalah bebatuan, tapi dua buah air terjun dalam hutan kecil ini dasarnya terhampar pasir kuning keemasan, mirip pantai!! Dari satu air terjun menuju air terjun ke satunya lagi, kita harus trakking melewati jalan setapak. Bawa baju ganti dan handuk kecil sangat disarankan selama bepergian disekitar Harau. [santi panon]
7. Danau Maninjau – Agam
8. Danau Kembar – Solok
9. Pantai Air Manih/Batu Malin Kundang – Padang
,
0 komentar:
Posting Komentar