KOLEKSI PUSTAKA

KOLEKSI PUSTAKA

MENANTI DIBACA

MENANTI DIBACA

MEMBACA

MEMBACA

BUKU PUN TERSENYUM

BUKU PUN TERSENYUM
Selamat Datang dan Terima Kasih Atas Kunjungan Anda

Menyimak Kisah Asmara Allah Subhanahu wa Ta'ala

Syahdan dalam banyak riwayat dijelaskan bahwa alam semesta ini terlahir sebagai salah satu bentuk nyata dari sifat cinta Allah. Ia memiliki sifat "wujud" dan untuk menunjukkan kewujudan-Nya, maka salah satu isyarahnya Ia menciptakan alam semesta dan seisinya, lalu menaburkan benih-benih cinta di dalamnya. Begitu besar cinta Allah kepada makhluk yang Ia ciptakan, maka tak ada satu pun makhluk di alam ini yang tidak memiliki rasa cinta, bahkan binatang buas sekalipun.

Belajar dari itu, sufi besar Rabi'ah al-Adawiyah malah mengaku, kepada setan pun ia tak pernah membenci karena makhluk terkutuk ini bisa dijadikan perantara cinta Rabi'ah kepada Allah. Semakin diganggu oleh setan, semakin besar rasa cintanya kepada Allah. Demikian juga dengan serangkaian kisah-kisah cinta para pecinta dengan Allah. Karena mereka sangat mencintai Allah, maka Ia memenuhi hati mereka dengan cinta atau mahabbah. Mahabbah adalah karunia khusus dari Allah, sementara rahmat Ia sediakan untuk semua makhluk hidup. Sejahat apa pun seseorang, Allah tak akan pernah menghentikan aliran rahman-Nya. Betapa besar cinta-Nya kepada kita semua sehingga begitu kita berbuat salah, Ia akan menunjukkan kita kepada jalan yang benar.

Untuk itulah, maka Allah senantiasa akan bersama mereka, menemani mereka, melangkah bersama mereka, memenuhi seluruh hajat mereka dan selalu siap menerima kalau para pecinta-Nya datang ingin berdialog. Jika suatu saat kelak manusia sudah menjauh dan meninggalkan Allah, maka Ia telah berjanji, "Ya Ayyuhal Ladziina Aamanuu Man Yartaddu Minkum 'An Diinihii Fasaufa Ya'tilLaahu Biqoumin Yuhibbuhum Wa Yuhibbuunahuu. (Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka menintai Allah)." (Al-Ma'idah:54).

Sungguh besar rasa cinta Allah, sampai-sampai Ia berjanji tak akan pernah meninggalkan para kekasih-Nya. Malah dalam banyak firman-Nya, diriwayatkan Ia selalu menanti para kekasih-Nya dalam seluruh daur waktu. Bahkan, pada seperempat malam terakhir, Allah turun ke langit dunia menanti para pecinta-Nya. Kita? Kita tidur lelap seperti bangkai meski gerbang cinta-Nya terbuka lebar dan Allah berharap kita datang kepada-Nya.

Syaikh Imam al-Qusyairy an-Naishabury dalam kitabnya Risalah al-Qusyairiyah malah menyebutkan Allah memiliki sifat "ghirah" atau cemburu. Seluruh kebaikan yang ada di alam semesta ini, adalah karena cinta-Nya sehingga karena itu Ia sangat tidak suka alias cemburu kalau ada orang yang berbuat sesuatu dan perbuatan itu melawan cinta alias hanya merusak dan menimbulkan kerusakan. Hadits dari Sayyidah Aisyah ra yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhori menyebutkan "Maa Ahadun Aghyaru MinalLaahi Ta'alaa, Wa Min ghiirotihi Harromal Fawaahisya Maa Dzahara Minha Wamaa Bathona. (Tidak ada yang lebih pencemburu daripada Allah SWT. Di antara bentuk cemburu-Nya adalah Dia melarang perbuatan keji, baik kekejian yang lahir maupun kekejian yang batin.)" Kalau seorang ibu mencintai anaknya, maka itu murni karena tetesan cinta Allah. Kalau ada seorang ayah banting tulang mencari nafkah untuk keluarga, itu semata karena sibghah cinta Allah. Kalau ada pemimpin sayang kepada rakyatnya, maka itu juga karena siraman cinta Allah. Semakin besar cinta seseorang maka semakin besar pula cinta Allah kepadanya.

Artinya pula, semakin sering kita berbuat durjana, maka semakin tipis rasa cinta kita dan semakin juah kita dari Allah. Semakin membara benci kita kepada sesama, maka semakin tipis pula rasa cinta kita kepada diri kita. Kalau kita tidak mencinta, maka kita telah mendzalimi diri kita sendiri karena dengan demikian pada saat bersamaan kita tengah menabur benih ketidaksukaan orang kepada kita karena tindakan kita.

Cinta akan datang dan pergi. Kalau dipupuk dengan jalan menyayangi dan mengasihi sesama, kaka cinta akan tumbuh dengan subur. Hidup kita akan diselimuti rasa cinta yang memancar dalam semua sikap, pola hidup dan tindakan kita sehari-hari. Cinta adalah dialog dan dialog adalah kedekatan. Cinta adalah merasakan apa yang dirasakan orang lain. Baginda Rasul selalu berpendar kegembiraan di wajahnya bila sudah mendekati waktu shalat. Baginya, waktu shalat adalah waktu dialog. Baginya waktu dialog adalah waktu untuk saling berdekatan. Baginda akan selalu berkata kepada sahabatnya, muadzdzin yang dia cintai, Bilal Bin Rabah, "Arihnaa Bishsholaati Ya Bilaal. (Berikan kami dengan shalat wahai Bilal.)"

Bagi kita shalat adalah medium paling formal yang diberikan Allah kepada kita untuk bisa selalu berdialog dengan-Nya, untuk bisa selalu berdekatan dengan-Nya. Shalat yang antara lain berintikan sujud, adalah saat-saat yang paling tepat untuk menghitung diri, seberapa kecil diri ini dan seberapa besar rasa pengharapan dan ketergantungan kita kepada Allah. Menurut Imam Ali Bin Abi Thalib, setelah sekian puluh tahun iblis mengagungkan dan membesarkan Allah, ia lantas mendapatkan laknat tanpa batas dan tiada akhir hanya karena sekali lalai bersujud.

Ia menolak perintah Allah untuk bersujud kepada Nabi Adam as. Lalu pernahkah kita meninggalkan shalat, meninggalkan sujud? Kalau dalam sehari kita tidak shalat dzuhur, maka itu artinya sudah delapan kali kita tidak bersujud. Iblis sekali saja tidak bersujud, mendapatkan azab teramat pedih dan menjadi bahan kutukan semua makhluk hidup. Maka bagaimana dengan nasib kita? Berapa kalikah dalam hidup ini kita tidak besujud? Sujud lahir karena cinta. Cinta lahir karena dialog. Cinta lahir karena kedekatan. Apa susahnya bersujud dan apa susahnya mencinta, berdialog dan berdekatan dengan Allah SWT.

Bagitu cemburu-Nya Allah, sampai-sampai Dia tak pernah dan tidak akan pernah berkenan diduakan, dinomorduakan apalagi disekutukan. Ia ingin, cinta kita kepada-Nya bertengger di peringkat domor satu, di atas nama-nama lain yang kita cintai. Bagi-Nya penyekutuan terhadap diri-Nya adalah dosa besar dan sungguh tak terampunkan. Menduakan Allah, dinilai sebagai sebuah pendzaliman diri. Penyekutuan adalah tindakan dzalim yang sangat besar. "Innas Syirka La Dzulmun 'Adzhiim."

Sehingga ketika sahabat karib-Nya, Kholilullah Ibrahim as merasa gentar, Ia bertanya ada apa gerangan sahabat-Ku? "Duhai Tuhanku. Bagaimana hamba tidak gentar dan tidak akan berada dalam kegentaran, sementara Adam as ayahku yang nyata-nyata dahulu dekat dengan-Mu, Kauciptakan dia dengan tangan-Mu dan Kautiupkan sendiri sebagian ruh-Mu kepadanya dan bahkan para malaikat Engkau perintah bersujud kepadanya, tetapi hanya dengan satu pembangkangan, ia Engkau keluarkan dari sisi-Mu." Sambil tersenyum Allah menukas, pembangkangan kekasih atas kekasih adalah berat akibatnya. "Ma'shiyatul Habiib 'Alal Habiib Syadidaah. (Pembangkangan seseorang kekasih kepada kekasihnya adalah berat.)". Semoga kita selalu diselimuti cinta. Cinta kepada Allah, cinta kepada Baginda Rasul dan cinta kepada sesama makhluk hidup. Wallaahu A'lamu Bishsowaab.

Oleh: K.H. A. Hasyim Muzadi
Sumber: Republika

1 komentar:

  1. Assalamu'alaykum warahmatullah

    Alangkah bagusnya perkara mencintai Allah Ta'ala ini!
    Izinkan saya menambahkan, semoga bisa memberikan tambahan manfaat:

    ===
    Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman
    yang artinya:

    "Katakanlah: 'Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah,
    ikutilah aku, niscaya Allah mencintai kamu dan mengampuni dosa-dosamu.
    Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang"
    [Ali 'Imran, QS. 3:31]

    Berkata Imam Ibnu Katsir rahimahullah (wafat th. 774 H):
    "Ayat ini adalah pemutus hukum
    bagi setiap orang yang mengaku mencintai Allah
    namun tidak mau menempuh jalan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam,
    maka orang itu dusta dalam pengakuannya tersebut
    hingga ia mengikuti syari'at dan agama
    yang dibawa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
    dalam semua ucapan dan perbuatannya"
    [Tafsiir Ibni Katsiir (I/384), cet. Daarus Salam.]

    Di antara tanda cinta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
    adalah dengan mengamalkan Sunnah Beliau,
    menghidupkan, dan mengajak kaum Muslimin untuk mengamalkannya,
    serta berjuang membela As-Sunnah
    dari orang-orang yang mengingkari As-Sunnah dan melecehkannya.
    Termasuk cinta kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
    adalah menolak dan mengingkari semua bentuk bid'ah (yaitu lawan dari Sunnah),
    karena menurut junjunan kita, Rasulullah shallallahu'alayi wasallam,
    bahwa setiap bid'ah itu adalah sesat, dan hukumannya adalah pencucian dosa di neraka.

    Artinya:
    "Jauhilah perkara-perkara baru (dalam agama),
    karena setiap perkara baru adalah bid'ah
    dan setiap bid'ah adalah sesat."
    [Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, dari Shahabat al-'Irbadh bin Sariyah Radhiyallahu 'anhu.]

    Dalam hadits yang lain, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
    Artinya:
    "Setiap bid'ah adalah sesat dan setiap kesesatan tempatnya di Neraka."
    [Hadits Shahih Riwayat An-Nasa-I, dari Jabir Radhiyallahu 'anhu.]

    ===
    Jadi telah jelas
    konsekuensi cinta kepada Allah Ta'ala
    adalah dengan menta'ati perintah-Nya
    dan salah satu dari perintah-Nya
    adalah dengan ittiba', mengikuti Rasulullah shallallahu'alayihi wasallam
    menjalankan dan membela sunnah-sunnah Beliau shallallahu'alayhi wasallam
    menjelaskan dan menyebarkannya kepada saudara-saudara kita yg belum tahu.

    Wassalahu'alam

    Wassalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh

    BalasHapus