Jarum jam sudah menunjukan jam 12 malam, detikpun berjalan meninggalkan angka 12, pelan namun pasti, ada apa dengan jam 12 malam kali ini? Jam 12 malam kali ini sungguh berbeda dengan jam 12 malam yang kemarin, lusa dan seterusnya, karena tanggal ini adalah tanggal spesialku, karena pada tanggal inilah aku menghirup udara untuk pertama kalinya, pada tanggal inilah aku melihat sungguh fananya dunia untuk yang pertama kalinya, pada tanggal inilah air mataku mengalir untuk pertama kalinya, entah itu air mata kesedihan atau air mata kebahagiaan, karena pada tanggal inilah aku dilahirkan oleh Ibunda tersayang ke dunia yang penuh dengan cobaan dan rintangan ini.
Ku berfikir sejenak dengan hakikat hari kelahiranku itu, maka aku akan mendapatkan berbagai fenomena-fenomena yang sungguh luar biasa pada hari itu, bagaimana Ibunda yang tercinta rela berkorban demi anaknya, bukan hanya korban fisik bahkan nyawanya pun menjadi taruhannya, bagaimana di sekelilingiku sanak famili tersenyum riang mendengar jeritan suara tanda kelahiranku, sedangkan aku menangis tersendu-sendu. Bagaimana pada waktu itu aku tak bisa berbuat apa-apa, bahkan untuk menggerakkan kelopak mata pun aku tak sanggup, yang hanya adalah keluguan dan ketidakberdayaan seorang bayi yang baru terlahir di dunia ini, dan bahkan bagaimana bahagianya kedua orang tua ku ketika anaknya sehat secara lahir dan batin tanpa adanya kekurangan sedikitpun.
Aku langsung menuju shutuh (Tingkat yang teratas pada sebuah flat), di sanalah aku ingin merenung sendiri, men-tadaburi segala dosa yang pernah ku lakukan selama satu tahun yang lalu, dan ingin menyadari siapakah aku dan bagaimanakah aku sebenarnya. Kadang manusia terlalai dari segala kenikmatan dunia, yang seharusnya kenikmatan itu sebagai jalan untuk mendekatkan diri ke-hadirat Allah, tetapi manusia malah sebaliknya, mengambil jalan yang tidak biasa dan jalan yang bengkok, yaitu menggunakan kenikmatan itu hanya untuk memuaskan hawa nafsunya sehingga hanya lah penyesalan di akhirnya, padahal semuanya fana, yang kekal hanyalah dzat Allah SWT., maka di manakah posisi kita sekarang?
Pertanyaan di atas sangatlah berat untuk seorang aku, yang penuh dosa dan penuh khilaf, tak terkecuali yang disengaja maupun yang tidak di sengaja. Aku merenung semakin dalam, maka hanya tetesan air matalah yang keluar dari kelenjar mata dan suara jeritan hati ku yang membisingkan seluruh rongga badanku, sungguh betapa jauh dan jauhnya aku di hadapan Allah SWT., ini semua adalah sebagai jawaban atas segala perenunganku saat itu. Sering sekali aku berbuat sombong tetapi apa dayanya jika aku ukur dengan kekuasaan Allah SWT. yang sungguh dan benar-benar besar, yang kekuasaanNya meliputi dimensi satu hingga tak berdimensi. Jangankan di ukur dengan kekuasaan Allah SWT. seluruhnya, dari superkluster hingga yang paling kecil yaitu atom saja aku tak ada apa-apanya, hanyalah sebutir pasir di padang sahara yang sungguh luasnya bahkan sebutir pasirnya pun tak sempurna lagi dikarenakan dosa yang ku lakukan. Tiba-tiba semakin deraslah tetesan air mataku dan semakin cepatlah sesenggukkan ku di atas flat tempat tinggalku di saat memikirkan hal itu.
Ditengah-tengah sesenggukkan dan tetesan air mataku itu, aku terngiang akan umurku yang sudah menginjak 20 tahun. 20 tahun adalah umur yang tidak sedikit, aku mencoba me-replay ulang kejadian-kejadian yang telah ku lewati selama 20 tahun yang lalu, mulai dari kejadian yang sungguh istimewa bagiku, hingga kejadian yang sungguh memalukkan bagiku. Maka lemas lah dan habislah air mataku dibuatnya, ya Allah SWT. jadikanlah air mata ku ini sebagai saksi atas hambaMu ini ketika hari persaksian dan penghisaban telah berada didepan hambaMu, sebagai saksi betapa hambaMu ini mengharapkan ridha Mu.
Setelah itu aku hapus air mata dan bersujud dengan selama-lamanya, sujud syukur ku atas segala nikmat yang telah di berikan oleh Allah SWT. kepada ku mulai dari kenikmatan yang terasa bagiku hingga kenikmatan yang luput dariku. Sujud taubat ku atas segala dosa dan kekhilafan yang aku lakukan selama ini dari dosa yang kecil hingga dosa yang paling besar, dan sujud doa ku atas segala daya upaya yang akan kulakukan pada masa yang akan datang, agar terjaga dan terhindar dari perbuatan dosa yang sungguh sangat mencekam di hati dan terasa qalbu ini terisi oleh racun yang sangat mematikan hingga tercabik-cabik tak terasa lagi jikalau aku melakukan kemaksiatan lagi.
Ku angkat sejadahku, dan ku pindah ketempat yang lebih tinggi, sejurus kemudian ku gelar kembali sejadah itu di tempat yang tinggi, dan ku berbaring daripadanya, yang pada akhirnya ku melihat kebesaran Allah di langit jam 12 malam, di shutuh flatku
Sumber: http://nurseha.com/
0 komentar:
Posting Komentar