Seorang lelaki menoleh ke kanan dan ke kiri mencari-cari tempat duduk di station kereta api. Dia melihat sebuah kursi panjang yang sedang diduduki seorang wanita. Lelaki itu berjalan menuju kesana dan duduk di sana. Sambil membuka tasnya dia memakan roti yang dibawanya dan mengambil buku yang ada di dalam tas. Dia menoleh ke kiri, dia lihat wanita disebelahnya. Dia tawarkan pula roti yang dibawanya dengan menyodorkan kepadanya tanpa berkata-kata. Wanita itu memandangnya kemudian berpaling darinya dengan membuang muka ke kiri.
"Mbak merasa terganggu? Kalau iya saya pergi saja."
"Emm, gak usah."
"Mbak mau kemana?"
"Pekalongan."
Lelaki itu kemudian menatap wajah wanita itu.
"Mbak cantik ya. Saya foto boleh nggak. Saya wartawan lho, nanti biar saya masukin di majalah saya."
Wanita itu salah tingkah dan kemudian menutup wajahnya dengan kerudung yang dia kenakan.
"He he he, oke. Mbak kenapa kelihatan tegang, apa saya aneh. Anggap saja saya ini teman lama, karena kita bertemu cuma sekali ini saja."
"Mengapa mas bicara seperti itu. Bukankah sekarang dunia seakan sempit. Jarak bisa dipaksa oleh waktu mas."
"Mbak pantas bicara seperti itu, tetapi perasaan tidak bisa dimainkan."
"Maksudnya?"
"Dari awal saya duduk di sini. Saya sudah terkesan dengan mbak. Saya terkesan dengan wangian yang mbak kenakan. Saya terkesan dengan dua mata indah di bawah alis tebal. Saya terkesan dengan wajah mbak yang merona."
"E, lalu."
"Justru itu saya tidak ingin berkenalan."
"Syahdu." Wanita itu menjulurkan tangan kepadanya.
Lelaki itu mengangkat tangannya kemudian membuka topinya sambil tersenyum.
"Namamu siapa?" tanya wanita itu.
"Kalau kita saling kenal dan tidak lagi bertemu itu akan hanya menyisakan bayangan."
"Mengapa kita tidak berusaha untuk mengenal, untuk berusaha bertemu."
"Karena pertemuan pertama akan menyisakan rasa penasaran dan pertemuan kedua akan menyisakan rasa rindu, dan saya tidak mau merindu."
"Maksudnya?"
"Biar takdir yang mempertemukan kita. Saya akan mengingat wajah mbak. Kalau pun mbak tidak ingat wajah saya, yang penting saya mengingat nama Syahdu."
Syahdu tersenyum. "Semoga kita bisa bertemu lagi."
"Semoga Allah memberikan yang terbaik buat kita." kata lelaki itu.
"Maksudnya?" tanya Syahdu.
"Tu keretanya datang", kata lelaki itu.
Wanita itu menoleh ke kiri melihat kereta yang baru datang, dan saat wanita itu menoleh ke kanan, lelaki itu sudah tidak ada lagi dengan hanya meninggalkan bukunya disebelah wanita itu.
(Adengan pertemuan pertama Ifan dengan Syahdu dalam Film "Kehormatan di Balik Kerudung")
"Mbak merasa terganggu? Kalau iya saya pergi saja."
"Emm, gak usah."
"Mbak mau kemana?"
"Pekalongan."
Lelaki itu kemudian menatap wajah wanita itu.
"Mbak cantik ya. Saya foto boleh nggak. Saya wartawan lho, nanti biar saya masukin di majalah saya."
Wanita itu salah tingkah dan kemudian menutup wajahnya dengan kerudung yang dia kenakan.
"He he he, oke. Mbak kenapa kelihatan tegang, apa saya aneh. Anggap saja saya ini teman lama, karena kita bertemu cuma sekali ini saja."
"Mengapa mas bicara seperti itu. Bukankah sekarang dunia seakan sempit. Jarak bisa dipaksa oleh waktu mas."
"Mbak pantas bicara seperti itu, tetapi perasaan tidak bisa dimainkan."
"Maksudnya?"
"Dari awal saya duduk di sini. Saya sudah terkesan dengan mbak. Saya terkesan dengan wangian yang mbak kenakan. Saya terkesan dengan dua mata indah di bawah alis tebal. Saya terkesan dengan wajah mbak yang merona."
"E, lalu."
"Justru itu saya tidak ingin berkenalan."
"Syahdu." Wanita itu menjulurkan tangan kepadanya.
Lelaki itu mengangkat tangannya kemudian membuka topinya sambil tersenyum.
"Namamu siapa?" tanya wanita itu.
"Kalau kita saling kenal dan tidak lagi bertemu itu akan hanya menyisakan bayangan."
"Mengapa kita tidak berusaha untuk mengenal, untuk berusaha bertemu."
"Karena pertemuan pertama akan menyisakan rasa penasaran dan pertemuan kedua akan menyisakan rasa rindu, dan saya tidak mau merindu."
"Maksudnya?"
"Biar takdir yang mempertemukan kita. Saya akan mengingat wajah mbak. Kalau pun mbak tidak ingat wajah saya, yang penting saya mengingat nama Syahdu."
Syahdu tersenyum. "Semoga kita bisa bertemu lagi."
"Semoga Allah memberikan yang terbaik buat kita." kata lelaki itu.
"Maksudnya?" tanya Syahdu.
"Tu keretanya datang", kata lelaki itu.
Wanita itu menoleh ke kiri melihat kereta yang baru datang, dan saat wanita itu menoleh ke kanan, lelaki itu sudah tidak ada lagi dengan hanya meninggalkan bukunya disebelah wanita itu.
(Adengan pertemuan pertama Ifan dengan Syahdu dalam Film "Kehormatan di Balik Kerudung")
0 komentar:
Posting Komentar