Suatu saat Dzun Nun Al-Mishri merenung di hutan, diikuti seorang murid setianya. Mereka mendapati seekor burung yang tiada bisa terbang karena sayapnya patah. Burung itu hanya bisa menggelepar-gelepar di tanah. Selang beberapa saat kemudian, datang burung yang lain membawakan makanan baginya. Burung yang patah sayapnya pun, tanpa perlu repot-repot mencari makanan, dapat makan kenyang berkat jasa kawannya.
Menyaksikan kejadian langka itu, si murid termenung dan berpikir keras untuk menggali pelajaran yang dapat dipetik. "Ternyata, tanpa harus berusaha mencari makanan sekalipun, kita dapat bertahan hidup berkat jasa orang lain. Alangkah rahmatnya Allah s.w.t. kepada setiap makhluk-Nya," simpulnya.
Sebagai waliyullah, Dzun Nun Al-Mishri bisa merasakan apa yang direnungkan oleh muridnya. Dia pun berkata padanya, "Seharusnya kamu tidak berpikir menjadi burung yang patah sayap itu. Tetapi, berpikirlah menjadi burung yang memberi makan, yang dapat menolong saudaranya."
Ucapan Dzun Nun Al-Mishri ini mengingatkan kita pada sabda Nabi s.a.w., "Tangan di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah (al-yadd al-'ulya khair min al-yadd al-sufla)" (HR Bukhari dan Muslim). Dalam riwayat Muslim ditambahkan, yang maksud tangan di atas (al-yadd al-'ulya) adalah pemberi sedekah (al-munfiqah) dan tangan di bawah (al-yadd al-sufla) adalah peminta atau penerima (al-saa'ilah).
Itulah ajaran Islam. Islam mengajarkan pemeluknya untuk menjadi penderma dan penolong bagi yang membutuhkan. Ini tercermin misalnya dari ajaran zakat (QS Al-Baqarah [2]: 43, 83, dan 110; Al-Ahzaab [33]: 33; Al-Mujaadilah [58]: 13; dan lain-lain). Bahkan, zakat dijajarkan sebagai pilar rukun Islam. Ini menunjukkan, menolong orang yang membutuhkan mendapat perhatian besar dalam ajaran Islam.
Menarik lagi, seperti janji Allah s.w.t. dalam QS Saba' [34]: 39, kendati kita banyak bederma, itu tidak akan mengurangi harta kita. Allah s.w.t. akan mengganti dan malah menambahnya. Allah s.w.t. berfirman, "Katakanlah, 'Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa pun yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)'. Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah s.w.t. akan menggantinya dan Dia-lah sebaik-baiknya pemberi rezeki."
Tetapi, di sisi lain, Allah s.w.t. juga menantang kita untuk mendermakan barang-barang yang paling kita cintai. Allah s.w.t. berfirman, "Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah s.w.t. mengetahuinya" (QS Ali 'Imraan [3]: 92).
Inilah tantangan yang berat bagi kita. Karena, mendermakan barang yang kita cintai membutuhkan kesadaran beragama yang baik dan pengorbanan yang tulus. Itulah tantangan dan ujian bagi orang beriman. Tinggal kita yang harus membuktikan bahwa kita termasuk orang yang berhak meraih gelar al-birr, melalui berbagai derma.
Menyaksikan kejadian langka itu, si murid termenung dan berpikir keras untuk menggali pelajaran yang dapat dipetik. "Ternyata, tanpa harus berusaha mencari makanan sekalipun, kita dapat bertahan hidup berkat jasa orang lain. Alangkah rahmatnya Allah s.w.t. kepada setiap makhluk-Nya," simpulnya.
Sebagai waliyullah, Dzun Nun Al-Mishri bisa merasakan apa yang direnungkan oleh muridnya. Dia pun berkata padanya, "Seharusnya kamu tidak berpikir menjadi burung yang patah sayap itu. Tetapi, berpikirlah menjadi burung yang memberi makan, yang dapat menolong saudaranya."
Ucapan Dzun Nun Al-Mishri ini mengingatkan kita pada sabda Nabi s.a.w., "Tangan di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah (al-yadd al-'ulya khair min al-yadd al-sufla)" (HR Bukhari dan Muslim). Dalam riwayat Muslim ditambahkan, yang maksud tangan di atas (al-yadd al-'ulya) adalah pemberi sedekah (al-munfiqah) dan tangan di bawah (al-yadd al-sufla) adalah peminta atau penerima (al-saa'ilah).
Itulah ajaran Islam. Islam mengajarkan pemeluknya untuk menjadi penderma dan penolong bagi yang membutuhkan. Ini tercermin misalnya dari ajaran zakat (QS Al-Baqarah [2]: 43, 83, dan 110; Al-Ahzaab [33]: 33; Al-Mujaadilah [58]: 13; dan lain-lain). Bahkan, zakat dijajarkan sebagai pilar rukun Islam. Ini menunjukkan, menolong orang yang membutuhkan mendapat perhatian besar dalam ajaran Islam.
Menarik lagi, seperti janji Allah s.w.t. dalam QS Saba' [34]: 39, kendati kita banyak bederma, itu tidak akan mengurangi harta kita. Allah s.w.t. akan mengganti dan malah menambahnya. Allah s.w.t. berfirman, "Katakanlah, 'Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa pun yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)'. Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah s.w.t. akan menggantinya dan Dia-lah sebaik-baiknya pemberi rezeki."
Tetapi, di sisi lain, Allah s.w.t. juga menantang kita untuk mendermakan barang-barang yang paling kita cintai. Allah s.w.t. berfirman, "Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah s.w.t. mengetahuinya" (QS Ali 'Imraan [3]: 92).
Inilah tantangan yang berat bagi kita. Karena, mendermakan barang yang kita cintai membutuhkan kesadaran beragama yang baik dan pengorbanan yang tulus. Itulah tantangan dan ujian bagi orang beriman. Tinggal kita yang harus membuktikan bahwa kita termasuk orang yang berhak meraih gelar al-birr, melalui berbagai derma.
0 komentar:
Posting Komentar