KOLEKSI PUSTAKA

KOLEKSI PUSTAKA

MENANTI DIBACA

MENANTI DIBACA

MEMBACA

MEMBACA

BUKU PUN TERSENYUM

BUKU PUN TERSENYUM
Selamat Datang dan Terima Kasih Atas Kunjungan Anda

Ikhlas dan Syukur


“(32.) Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. (33.) Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. (34.) Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (QS. Ibrahim: 32-34)

Syukur adalah upaya mengingat seorang hamba, atas segala nikmat dan karunia yang di berikan Allah kepada diirinya. Begitu banyak nikmat dan karunia yang di berikan Allah kepada manusia mulai dari udara yang ia hirup, makanan yang ia makan, suara yang ia dengar, pandangan Alam Dunia dengan segala warna dan bentuk-bentuk yang ia lihat, hingga sentuhan menyejukkan, dan membahagiakan yang ia rasakan melalui interaksinya dengan sesama manusia, hewan-hewan, dan Alam Raya ini. Semua nikmat Allah itu tak dapat tergantikan, bahkan tak sedikit pujian yang harus seorang hamba panjat kapada sang Penciptanya, kalau sedikit saja mau merenungkan .

“Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta Alam” (QS. Al-Fatihah : 2)

Rasa syukur hamba Allah yang ikhlas adalah  pemurnian niat dan tujuan hamba tersebut atas segala nikmat dan karunia Allah yang di anugrahkan kepadanya. Agar Dia selalu di ingat dan di puji, sebagai bentuk terima kasih seorang hamba, yang di implementasikan dalam bentuk ketaatan dan ketaqwaan pada Allah SWT. Seandainya manusia, menghitung-hitung nikmat Allah yang di berikan kepadanya, sungguh tak akan terhitung jumlahnya. Sungguh terlalu banyak nikmat dan  karunia yang Allah berikan pada seorang hamba, tetapi ia tidak menyadarinya. Terlalu banyak nikmat Allah yang diberikan pada hambanya, bahkan terkadang hal tersebut membuat ia lalai, menjauh dari Allah, sombong, bahkan terlalu cinta dan tergila-gila pada ciptan-ciptaan Allah ( Harta Benda, Wanita dan Kekuasaan).

Jika Allah telah menghendaki nikmat dan karunianya pada seorang hamba, jangan karunia tersebut membuat ia memalingkan diri dari Allah SWT yang Maha Kuasa dan Maha Kaya. Manusia yang tidak bersyukur, cenderung melupakan Allah jika ia di limpahi harta. Kenikmatan dan harta yang ia peroleh melalui usahanya, membuat manusia berpaling dari kepatuhan, dan ketaatannya kepada Allah. Hamba-hamba Allah yang sombong dan kufur, sesungguhnya mereka telah mengingkari nikmat Allah. Manusia tersebut adalah hamba-hamba yang dzalim, dan adzab Allah sangat pedih hamba-hamba tersebut!.

Akan tetapi hamba Allah yang  ikhlas dan bersyukur, dirinya senantiasa patuh dan tunduk atas segala perintah Allah. Ia sama sekali tidak terpesona dan terbudaki oleh  kekayaan yang Allah karuniakan kepadanya. Kesungguhan syukurnya itu, akan menambahkan karunia dan nikmat Allah kepada hamba tersebut, dan sedikitpun Allah tidak mengurangi nikmatnya.

Ia jadikan harta bendanya yang di karuniakan kepadanya sebagai alat untuk mencapai keridhoan Allah,  sebab ia adalah Hamba Allah. Dan kekayaannya adalah Hamba Manusia. Bukan sebaliknya, harta benda malah di jadikan Tuhannya manusia. Nikmat dan karunia Allah, adalah bukti kasih sayang Allah bagi hamba-hambanya di Dunia. Dan sebagai Hamba Allah, sudah sepantasnya lah  ia membalas dengan rasa syukur yang tak terhingga. Adakah pencipta lain selain Allah yang punya kekuatan memberikan rezeki pada manusia. “???”

Seperti keterangan firmannya:

“Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezki kepada kamu dari langit dan bumi? Tidak ada Tuhan selain Dia; maka  mengapakah kamu berpaling (dari ketauhidan)?.” (QS. Faathir : 3)

Hamba Allah yang ikhlas tidak akan terjebak oleh pentuhanan kepada ciptaan-ciptaan Allah. Karena segala sesuatu selain Allah itu tidak dapat memberikan mudharat dan manfaat,  keuntungan atau kerugian, kebaikan atau kejahatan, memuliakan atau menghinakan, meninggikan atau merendahkan, mengkayakan atau memiskinkan, menggerakan atau mendiamkan. Karena segala sesuatu selain Allah yang di anggap Tuhan, sesungguhnya hanyalah ciptaan-ciptaan Allah, dan berada di bawah kekuasaan dan kehendak-Nya Allah.

Segala sesuatu di Bumi ini tidak abadi dan akan punah, segala nya telah di tentukan oleh Allah. Apa yang telah di dahulukan, tidak dapat di akhirkan. Jika Allah hendak menimpakan bahaya kepada seorang hamba, maka tidak ada yang dapat mengelak bahaya tersebut selain Allah. Bagitupun sebaliknya bila Allah menghendaki karunia rezeki kepada seorang hamba, maka tidak ada yang dapat menghalangi karunia rezeki tersebut datang kepadanya, selain Allah.

 “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS. Ibrahim : 7)

Jika hamba Allah ingin nikmat dan karunianya di tambahkan oleh Allah, maka bersyukurlah sebab dengan bersyukur, rezeki seorang hamba akan di tambahkan sesuai janjinya  dalam QS Ibrahim ayat 7. dan bagi hamba Allah yang mengingkari nikmat-nikmat Allah, sesungguhnya Allah Maha kaya dan Kekuasaannya meliputi segala sesuatu. Allah akan mencabut nikmat dan karunia bagi hamba-hamba yang kufur nikmat, dan tak ada kebahagiaan hidup bagi hamba tersebut. Apabila ia tidak bertobat, sesungguhnya azab Allah amat sangat pedih.

Di Zaman Nabi Musa AS, ada kisah menarik seputar persoalan syukur diantara umatnya yang Kaya dan yang Miskin. Nabi Musa AS memiliki ummat yang jumlahnya sangat banyak, dan umur mereka panjang-panjang. Mereka ada yang kaya dan juga ada yang miskin. Suatu hari ada seorang yang miskin datang menghadap Nabi Musa AS. Ia begitu miskinnya, pakaiannya compang-camping, dan sangat lusuh berdebu. Si miskin itu kemudian berkata kepada Baginda Musa AS, "Ya Nabiullah, Kalamullah, tolong sampaikan kepada Allah SWT doa ku ini, agar Allah SWT menjadikan aku orang yang kaya?.” Nabi Musa AS tersenyum dan berkata kepada orang itu, "Saudaraku, banyak-banyaklah kamu bersyukur kepada Allah SWT." Si miskin itu agak terkejut dan kesal, lalu ia berkata, “Bagaimana aku mau banyak bersyukur, aku makan pun jarang, dan pakaian yang aku gunakan pun hanya satu lembar ini saja!".
 
Akhirnya si miskin itu pulang  tanpa mendapatkan apa yang diinginkannya. Beberapa waktu kemudian seorang kaya datang menghadap Nabi Musa AS. Orang tersebut bersih badannya juga rapi pakaiannya. Ia berkata kepada Nabi Musa AS, "Wahai Nabiullah, tolong sampaikan kepada Allah SWT permohonanku ini, agar dijadikannya aku ini seorang yang miskin, terkadang aku merasa terganggu dengan hartaku itu.”

Nabi Musa AS pun tersenyum, lalu ia berkata, "Wahai saudaraku, janganlah kamu bersyukur kepada Allah SWT.”

Mendengar jawaban Nabiulllah, si Kaya pun menjawab.

“Ya Nabiullah, bagaimana aku tidak bersyukur kepada Alah SWT?. Allah SWT telah memberiku mata yang dengannya aku dapat melihat. Telinga yang dengannya aku dapat mendengar. Allah SWT telah memberiku tangan yang dengannya aku dapat bekerja, dan telah memberiku kaki yang dengannya aku dapat berjalan, bagaimana mungkin aku tidak mensyukurinya,” jawab si Kaya itu.

Akhirnya si Kaya itu pun pulang ke rumahnya. Kemudian yang terjadi adalah si kaya itu semakin Allah SWT tambah kekayaannya karena ia selalu bersyukur. Dan si miskin menjadi bertambah miskin. Allah SWT mengambil semua kenikmatan-Nya sehingga si miskin itu tidak memiliki selembar pakaian pun yang melekat  di tubuhnya. Ini semua karena ia tidak mau bersyukur kepada Allah SWT, akibatnya penderitaannya semakin berat.

Kisah tadi menjelaskan secara gamblang, bahwa Allah menganugrahi nikmat dan karunianya yang berlipat ganda pada hamba-hambanya yang bersyukur. Sedangkan bagi hamba-hamba Allah yang meragukan, bahkan mengingkari nikmatnya, maka Allah akan cabut nikmat yang ia berikan pada hamba tersebut, dan ia timpakan penderitaan hamba tersebut, lebih berat dari penderitaan yang biasa ia terima.

Karena itu, janganlah seorang hamba Allah muram, mengeluh, kecewa, tidak puas, tak terima, hingga menghujat, mengkritisi, dan menyalahkan Allah. Karena dirinya tidak puas dan kecewa atas anugrah nikmat, karunia kesenangan, dan kemewahan yang ia terima. Dan hamba tersebut bersikap seperti itu, lantaran ia menginginkan suatu yang lebih banyak dari rezeki yang telah ia dapatkan. Hamba tersebut secara langsung telah menutup mata atas limpahan nikmat yang di berikan Allah kepadanya, dengan tidak sopan menuduh bahwa Allah SWT bersikap tidak adil padanya.

Sungguh, sikap hamba tersebut tidak akan membuat Allah melimpahkan kekayaan padanya. Justru Allah akan murka dengan sikap hambanya tersebut, dan akan memutuskan nikmat juga keberkahan rezeki darinya. Walaupun ia hidup di gedung-gedung mewah, dengan istri-istri yang cantik, anak-anak yang manis rupawan, hingga nikmatnya makanan yang lezat, tapi itu semua bisa jadi bencana untuk hamba tersebut bila ia kufur nikmat.

Harta, istri, anak hingga makanan yang lezat tidak akan membawa kenikmatan dan keberkahan dalam hidupnya. Justru semua itu malah membawa kesengsaraannya dan penderitaan baginya, hingga ia hidup di dalam dilema kebahagiaan, dan itu membuat hidupnya semakin sulit, dan mengalami penderitaan hidup yang lebih berat dari kondisi saat ia belum mengeluh, kecewa, hingga menghujat segala nikmat Allah yang di berikan pada dirinya sebelumnya.

Bagi hamba Allah yang ikhlas, walaupun hidupnya dalam keadaan ekonomi yang pas-pasan, lalu hatinya merasa iri ketika melihat keadaan hidup orang lain lebih baik. Perasaan kecewa itu hendaknya jangan membuat hamba tersebut mengeluh, dan menghujat takdir, walaupun kekecewaan hatinya seperti di sayat-sayat pisau. Harusnya dengan keikhlasannya, ia bisa memelihara hatinya untuk tetap bersyukur dan memperkuat rasa syukurnya, dengan keridhoan dan ketaatannya kepada Allah. Karena hal tersebut adalah ujian bagi hamba Allah yang bersyukur, agar rasa syukurnya teruji, hingga ia mencapai titik kemurnian yang tulus dalam syukurnya, semata-mata bersyukur untuk mencari keridhoan Allah saja, tanpa pamrih.

Jadi, banyak sekali bencana dan musibah dalam kehidupan manusia, sesungguhya bukan berasal  dari murkanya Allah. Tapi di sebabkan hati dan tindakan yang  salah seorang hamba, di saat Allah menguji dirinya. Karena, sikap, dan tindakan yang salah dalam menghadapi ujian, justru malah membawa dirinya pada kesulitan hidup yang lebih berat lagi bagi manusia tersebut, dan hal itu menyebabkan musibah dan bencana dalam hidupnya semakin banyak, dan bertubi-tubi menimpa manusia-manusia yang ingkar.

 “Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan.” (QS. An-Nahl : 53)
 
Segala kenikmatan hidup di Dunia ini berasal dari Allah, Dialah satu-satunya yang berhak memberi kenikmatan pada hamba, sekaligus mencabutnya kembali apabila di kehendaki. Dan apabila seorang hamba di cabut nikmat-nikmatnya oleh Allah, maka hanya Allah pula lah yang dapat menganugrahkan kembali nikmat-nikmat tersebut. Dan hanya kepada Allah sajalah hamba tersebut minta pertolongan, agar nikmat-nikmatnya kembali ia anugrahkan  kepada hamba-hambanya. Karena hanya Allah lah yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Adil, Maha Tau, Maha Bijaksana, Maha Kaya, dan Maha Segala-galanya. Lantas kenapa seorang hamba tersebut harus mengeluh, kecewa, tak puas hati, hingga menghujat kepada-Nya.
 
“Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.” (QS. Luqman : 20)

Hamba Allah yang ikhlas, akan senantiasa bersyukur di setiap keadaan. Baik saat senang maupun sedih, saat lapang muapun sempit, saat kaya maupun miskin. Sebab dalam kondisi apapun yang di kehendaki Allah pada seorang hamba, di sana pasti terdapat kasih sayang-Nya yang tak terhingga.

Sesuai Sabda Rosullullah:

“Kasih Allah terhadap hamba-hambanya, melebihi kasih Ibu kepada anaknya.” (Hadist)

Syukur adalah sarana sorang hamba untuk memelihara dan mengikat karunia-Nya. Hati yang  bersyukur akan memperkuat dan memantapkan kebaikan yang telah ada, dan akan menghasilkan kebaikan yang belum ada. Ibnu Athaillah menjelaskan hakikat bersyukur dalam Al-Hikam:

“Siapa yang tidak mensyukuri nikmat, berarti menginginkan hilangnya (karunia). Dan siapa mensyukurinya, berarti telah secara kuat mengikatnya (karunia).”

Hamba Allah yang tidak bersyukur  atas segala karunia yang di berikannya padanya, berarti ia tengah mengharapkan karunia Allah tersebut di cabut darinya. Sebaliknya hamba Allah yang bersyukur, artinya ia telah mengikat kuat karunianya, dan Allah akan menambahkan nikmat tersebut lebih banyak lagi. Sungguh beruntung, karunia yang Allah berikan pada hamba-hamabanya yang bersyukur. Nikmatnya tak akan pernah terputus, hingga Allah tak henti-hentinya menganugrahkan rahmat kepadanya!!!.

Bersyukur terhadap keadaan apapun yang di berikan Allah, adalah cara yang tepat agar hamba Allah senanatiasa hidup di dalam rahmat Allah. Ada sebuah kisah menarik yang mengajarkan hamba Allah untuk senantiasa hidup di dalam rahmat Allah. Ada sebuah kisah menarik yang mengajarkan syukur seorang kerbau, kelelawar dan cacing dalam mengsikapi penciptaan mereka.

Suatu hari Allah SWT memerintahkan malaikat Jibril AS untuk pergi menemui salah satu makhluk-Nya yaitu kerbau dan menanyakan pada si kerbau apakah dia senang  telah diciptakan Allah SWT sebagai seekor kerbau. Malaikat Jibril AS segera pergi menemui si Kerbau. Di siang yang panas itu si kerbau sedang berendam di sungai. Malaikat Jibril AS mendatanginya kemudian mulai bertanya kepada si kerbau, "Hai kerbau apakah kamu senang telah dijadikan oleh Allah SWT sebagai seekor kerbau?".

Si kerbau menjawab, "Masya Allah, alhamdulillah, aku bersyukur kepada Allah SWT yang telah menjadikan aku sebagai seekor kerbau, dari pada aku dijadikan-Nya sebagai seekor kelelawar yang ia mandi dengan kencingnya sendiri".

Mendengar jawaban itu Malaikat Jibril AS segera pergi menemui seekor kelelawar. Malaikat Jibril AS mendatanginya seekor kelelawar yang siang itu sedang tidur bergantungan di dalam sebuah goa. Kemudian mulai bertanya kepada si kelelawar, "Hai kelelawar apakah kamu senang telah dijadikan oleh Allah SWT sebagai seekor kelelawar?".

"Masya Allah, alhamdulillah, aku bersyukur kepada Allah SWT yang telah menjadikan aku sebagai seekor kelelawar dari pada aku dijadikan-Nya seekor cacing. Tubuhnya kecil, tinggal di dalam tanah, berjalannya saja menggunakan perutnya", jawab si kelelawar. Mendengar jawaban itu pun Malaikat Jibril AS segera pergi menemui seekor cacing yang sedang merayap di atas tanah.

Malaikat Jibril AS bertanya kepada si cacing, "Wahai cacing kecil apakah kamu senang telah dijadikan Allah SWT sebagai seekor cacing?". Si cacing menjawab,"Masya Allah, alhamdulillah, aku bersyukur kepada Allah SWT yang telah menjadikan aku sebagai seekor cacing, dari pada dijadikan-Nya aku sebagai seorang manusia. Apabila mereka tidak memiliki iman yang sempurna dan tidak beramal sholih ketika mereka mati mereka akan disiksa selama-lamanya".

Kisah di atas memberikan hikmah. Pertama, kondisi apapun yang di kehemdaki Allah pada setiap hamba, senantiasa harus di terima dengan rasa syukur dan ikhlas. Supaya Allah SWT menembahkan lebih banyak lagi nikmat dan karunia-Nya. Kedua, bahkan cacing pun bersyukur dengan keberadaannya yang tinggal di tanah dan berjalan dengan perut. Dari pada ia harus hidup sebagai manusia yang tidak beriman dan beramal soleh. Sering berbuat dzalim, sombong, serta merusak. Karena hamba tersebut setelah mati, Allah akan menyiksanya selama-lamanya. Karena itu, beruntunglah bagi hamba-hamba Allah yang beriman dan bersyukur.

0 komentar:

Posting Komentar