( Fatwa Mufti Makkah As Sayyid Muhammad bin ‘Alawiy Al Malaky Al Hasani; Saduran dari dalam kitab “Haulal Ihtifal Bil Maulidin Nabawiyyisy Syarif” )
1. Perayaan atau peringatan Maulid memantulkan kegembiraan kaum muslimin menyambut junjungan mereka, Nabi Muhammad SAW. Bahkan orang kafir pun beroleh manfaat dari sikapnya yang menyambut gembira kelahiran beliau, seperti Abu Lahab, misalnya. Sebuah hadis di dalam “Shahih Bukhari” menerangkan, bahwa tiap hari senin Abu Lahab diringkankan azabnya, karena ia memerdekakan budak perempuannya, Tsuwaibah, sebagai tanda kegembiraannya menyambut kelahiran putera saudaranya, yaitu Muhammad SAW. Jadi, jika orang kafir saja beroleh manfaat dari kegembiraannya menyambut kelahiran Muhammad SAW, apalagi orang beriman.
2. Pernyataan senang dan gembira menyambut kelahiran Nabi Muhammad SAW merupakan tuntunan Al-Qur’an. Allah SWT berfirman : “Katakanlah: "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan” (Yunus:58). Allah SWT memerintahkan kita bergembira atas rahmat-Nya, dan Nabi Muhammad SAW jelas merupakan rahmat Allah SWT terbesar bagi kita dan semesta alam, sebagaimana Firman Allah SWT : “Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. (Al-Anbiya’:107).
3. Peringatan maulid memang tidak pernah dilakukan orang pada masa hidupnya Nabi SAW. Itu memang bid’ah, tetapi bid’ah hasanah,karena sejalan dengan dalil-dalil hukum syara’ dan sejalan pula dengan kaidah-kaidah umum agama. Sifat bid’ahnya terletak pada bentuk kemasyarakatannya (yakni berkumpulnya jama’ah), bukan terletak pada individu yang memperingati maulid Nabi. Sebab pada masa hidup beliau, dengan berbagai cara dan bentuk setiap muslim melakukannya, meskipun tidak disebut “perayaan” atau “peringatan”.
4. Perayaan atau peringatan maulid Nabi dipandang baik oleh para ulama dan kaum muslimin di semua negeri, dan diadakan oleh mereka hingga kepelosok-pelosok. Menurut kaidah hukum syara’ kegiatan demikian itu adalah Mathlub Syar’an (Menjadi tuntutan syara’). Hadis mauquf dari Ibnu Mas’ud menegaskan : “Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin, di sisi Allah SWT itu adalah baik, dan apa yang dipandang buruk oleh kaum muslimin, di sisi Allah SWT itu adalah buruk “ (HR. Imam Ahmad).
5. Dalam peringatan maulid pasti dikumandangkan ucapan-ucapan shalawat dan salam bagi junjungan kita nabi Muhammad SAW. Shalawat dan salam, dua-duanya dikehendaki Allah SWT. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman : “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”. (Al-Ahzab:56).
6. Memperingati maulid nabi tidak bisa lain pasti mencakup uraian mengenai mu’jizat-mu’jizat beliau, sejarah kehidupan beliau dan pengenalan terhadap beliau akan berbagai segi kemuliaannya. Bukankah kita diharuskan mengenal beliau dan dituntut supaya berteladan kepada beliau? Kitab-kitab maulid banyak memaparkan semuanya itu.
7. Allah SWT berfirman : “Dan semua kisah dari Rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman” (Hud:120). Dari firman tersebut tampak jelas bahwa diantara banyak hikmah yang terdapat di dalam kisah para Nabi dan Rasul ialah menambah kemantapan hati Nabi Muhammad SAW. Sudah pasti, kita umat Islam dewasa ini sangat memerlukan kemantapan hati dalam menghadapi berbagai godaan dan cobaan hidup. Untuk itulah kita sangat membutuhkan kisah tentang kehidupan junjungan kita, Nabi Muhammad SAW.
8. Imam Syafi’i berkata : Barangsiapa melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, atau berlawanan dengan Ijma’ (kebulatan pendapat) ulama Islam, maka perbuatan yang dilakukannya itu adalah bid’ah dhalalah (rekayasa yang buruk). Perbuatan yang jelas tidak berlawanan dengan ketentuan-ketentuan tersebut di atas dan mendatangkan kemaslahatan bagi Islam dan kaum Muslimin, perbutan itu adalah bid’ah mahmudah (rekayasa terpuji).
9. Imamul Mujtahidin Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan : “Kemuliaan hari maulid Nabi Muhammad SAW dan diperingatinya secara berkala sebagaimana yang dilakukan oleh kaum muslimin tentu mendatangkan pahala besar, mengingat maksud dan tujuannya yang sangat baik, yaitu menghormati dan memuliakan kebesaran Nabi dan Rasul pembawa hidayah bagi semua ummat manusia.
10. Semua yang telah kami sebut mengenai keabsahan peringatan maulid nabi, semuanya itu hanya berlaku jika peringatan maulid yang diadakan itu sama sekali tidak bercampur aduk dengan kemunkaran-kemunkaran tercela yang harus ditolak-seperti bercampurnya pengunjung wanita dan pria, diselingi dengan hal ikhwal yang diharamkan agam, berlebih-lebihan; yang semuanya itu tidak di sukai Rasulullah SAW. Tentu saja penyelenggaraan peringatan maulid demikian itu diharamkan dan harus dicegah. Dalam hal itu yang diharamkan bukanlah peringatan maulidnya, melainkan sisipan dan pengaturan acaranya.
Sumber: http://www.mambaulhikam.org/index.php?option=com_content&task=view&id=20&Itemid=1
Related Posts:
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar