Semua orang pasti pernah dirundung “kesedihan”. Rasa sedih adalah sunnatullah. Ia tak mungkin ditolak dan tak dapat dihindarkan. Ia harus dihadapi dengan penuh perhitungan dan kesabaran.
Harus dipahami bahwa kaidah kehidupan dunia adalah “tidak abadi”. Semuanya pasti mengalami perubahan. Dan yang abadi adalah perubahan itu sendiri. Dunia tidak akan lepas dari pasangan: sedih-gembira, tangis-tawa, mulia-hina, kaya-miskin, sehat-sakit, dan mudah-susah. Semuanya dipergilirkan dalam kehidupan manusia. Dan setiap manusia ‘wajib’ mengalaminya, tanpa kecuali. Nabi Muhammad SAW pun biasa dirundung rasa sedih, karena memang hak prerogatif Allah untuk membuat seseorang tertawa dan menangis (Qs. al-Najm: 43).
Artinya, silahkan ‘dinikmati’ setiap episode kehidupan yang diberikan kepada kita. Semuanya sudah diatur lewat “skenario” Allah. Kaidahnya adalah: langit tak selamanya mendung. Dan bumi tak selamanya dilanda kemarau. Semua pasti bergilir.
Petuah ‘Ikrimah...
Seorang sahabat, ‘Ikrimah pernah memberikan petuah berharga, Laysa ahadun illa wa huwa yafrah wa yahzan. Walakim ij‘alu al-farah syukran wa al-hazan shabran (Tidak ada seorangpun yang tidak dilanda oleh rasa gembira dan sedih. Tapi, jadikanlah kegembiraan itu sebagai pengukur rasa syukur, dan kesedihan sebagai barometer kesabaran). Artinya, jika kita ditimpa kenikmatan: hidup senang, rezki lapang, pekerjaan mudah, dsb, maka itu harus kita jadikan sebagai ajang untuk bersyukur kepada ‘Sang Khaliq’. Dia-lah yang memberikan segalanya kepada kita.
Dan ketika kita ditimpa kesedihan: ditinggal salah seorang anggota keluarga, kehilangan benda yang kita cintai, ditimpa oleh penyakit, dlsb, maka itu harus kita jadikan sebagai ‘pupuk’ kesabaran. Dengan begitu, kesenangan tidak membuat kita lupa daratan. Dan, kesedihan tidak membuat kita mudah mencari ‘kambing hitam’. Subhanallah!
Penghapus Dosa-dosa Kecil...
Allahu Akbar! Ini kabar gembira dari Nabi Muhammad SAW,. Beliau menyatakan, “Segala yang menimpa seorang Muslim: rasa capek (lelah), rasa sedih (khawatir terhadap masa depan) dan sedih (terhadap masalah yang menimpa), rasa sakit, problematika hidup yang membuat murung, bahkan tertusuk duri sekalipun dijadikan oleh Allah sebagai ‘penghapus dosa’ (kecil)nya.” (HR. al-Bukhari-Muslim). Subhanallah! Tentunya, segala bentuk ketidakenakan tersebut dihayati dan ‘dinikmati’ dengan penuh perhitungan dan kesabaran. Dengan demikian, tidak ada bencana yang dianggap sebagai “bencana”. Semuanya bakal menjadi anugerah terbaik bagi yang merasakannya.
Berzikirlah!
Menurut Allah, tidak ada yang mampu meredam gundah dan gelisah kecuali zikir kepada-Nya. Tidak ada yang mampu menghilangkan rasa sedih, selain mengingat keagungan dan kemahaan Allah SWT. Dengan zikir, hati setiap orang yang bermasalah akan menjadi “tentram” dan “tenang”. Ini adalah konsep Qur’ani-Ilahi. “Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram karena ‘zikrullah’. Sungguh, dengan zikrullah hati-hati menjadi tentram.” (Qs. al-Ra‘du: 28). Tentunya zikir bukan sembarang zikir. Ia harus didasari dengan penuh keimanan kepada Allah. Ia benar-benar yakin bahwa segala problem --apapun bentuknya--tetap ada solusinya di sisi Allah.
Kesedihan akan sirna dan hilang jika seluruhnya dikembalikan kepada-Nya. Oleh karena itu, orang-orang beriman, menurut Allah, adalah orang yang selalu “PD” dalam hidupnya, dan tidak pernah merasa sedih. Karena mereka yakin, keimanan mereka semakin memperkokoh posisinya di sisi Allah. (Qs. Ali ‘Imran: 139).
La tahzan, kata Allah SWT. La tahzan, kata rasul-Nya. Kata Abdullah al-Qarni pun La tahzan
“Ya Allah, Engkau Maha Tahu betapa lemahnya hati kami. Kesenangan yang Engkau berikan kadang tak membuat kami bersyukur. Kesedihan yang menimpa kami kadang menjadikan kami tak sabar. Jadikan hati kami hati yang bersinar, sabar, syukur dan senantiasa bergembira. Jadikan kami sebagai ahli zikir, agar selalu bisa mengingat-Mu di kala senang dan susah. Ya Rabb, hilangkan kesedihan kami dan ganti dengan kemudahan dan kesenangan. Sungguh, Engkau Maha Kuasa”
http://alqassam.wordpress.com
Harus dipahami bahwa kaidah kehidupan dunia adalah “tidak abadi”. Semuanya pasti mengalami perubahan. Dan yang abadi adalah perubahan itu sendiri. Dunia tidak akan lepas dari pasangan: sedih-gembira, tangis-tawa, mulia-hina, kaya-miskin, sehat-sakit, dan mudah-susah. Semuanya dipergilirkan dalam kehidupan manusia. Dan setiap manusia ‘wajib’ mengalaminya, tanpa kecuali. Nabi Muhammad SAW pun biasa dirundung rasa sedih, karena memang hak prerogatif Allah untuk membuat seseorang tertawa dan menangis (Qs. al-Najm: 43).
Artinya, silahkan ‘dinikmati’ setiap episode kehidupan yang diberikan kepada kita. Semuanya sudah diatur lewat “skenario” Allah. Kaidahnya adalah: langit tak selamanya mendung. Dan bumi tak selamanya dilanda kemarau. Semua pasti bergilir.
Petuah ‘Ikrimah...
Seorang sahabat, ‘Ikrimah pernah memberikan petuah berharga, Laysa ahadun illa wa huwa yafrah wa yahzan. Walakim ij‘alu al-farah syukran wa al-hazan shabran (Tidak ada seorangpun yang tidak dilanda oleh rasa gembira dan sedih. Tapi, jadikanlah kegembiraan itu sebagai pengukur rasa syukur, dan kesedihan sebagai barometer kesabaran). Artinya, jika kita ditimpa kenikmatan: hidup senang, rezki lapang, pekerjaan mudah, dsb, maka itu harus kita jadikan sebagai ajang untuk bersyukur kepada ‘Sang Khaliq’. Dia-lah yang memberikan segalanya kepada kita.
Dan ketika kita ditimpa kesedihan: ditinggal salah seorang anggota keluarga, kehilangan benda yang kita cintai, ditimpa oleh penyakit, dlsb, maka itu harus kita jadikan sebagai ‘pupuk’ kesabaran. Dengan begitu, kesenangan tidak membuat kita lupa daratan. Dan, kesedihan tidak membuat kita mudah mencari ‘kambing hitam’. Subhanallah!
Penghapus Dosa-dosa Kecil...
Allahu Akbar! Ini kabar gembira dari Nabi Muhammad SAW,. Beliau menyatakan, “Segala yang menimpa seorang Muslim: rasa capek (lelah), rasa sedih (khawatir terhadap masa depan) dan sedih (terhadap masalah yang menimpa), rasa sakit, problematika hidup yang membuat murung, bahkan tertusuk duri sekalipun dijadikan oleh Allah sebagai ‘penghapus dosa’ (kecil)nya.” (HR. al-Bukhari-Muslim). Subhanallah! Tentunya, segala bentuk ketidakenakan tersebut dihayati dan ‘dinikmati’ dengan penuh perhitungan dan kesabaran. Dengan demikian, tidak ada bencana yang dianggap sebagai “bencana”. Semuanya bakal menjadi anugerah terbaik bagi yang merasakannya.
Berzikirlah!
Menurut Allah, tidak ada yang mampu meredam gundah dan gelisah kecuali zikir kepada-Nya. Tidak ada yang mampu menghilangkan rasa sedih, selain mengingat keagungan dan kemahaan Allah SWT. Dengan zikir, hati setiap orang yang bermasalah akan menjadi “tentram” dan “tenang”. Ini adalah konsep Qur’ani-Ilahi. “Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram karena ‘zikrullah’. Sungguh, dengan zikrullah hati-hati menjadi tentram.” (Qs. al-Ra‘du: 28). Tentunya zikir bukan sembarang zikir. Ia harus didasari dengan penuh keimanan kepada Allah. Ia benar-benar yakin bahwa segala problem --apapun bentuknya--tetap ada solusinya di sisi Allah.
Kesedihan akan sirna dan hilang jika seluruhnya dikembalikan kepada-Nya. Oleh karena itu, orang-orang beriman, menurut Allah, adalah orang yang selalu “PD” dalam hidupnya, dan tidak pernah merasa sedih. Karena mereka yakin, keimanan mereka semakin memperkokoh posisinya di sisi Allah. (Qs. Ali ‘Imran: 139).
La tahzan, kata Allah SWT. La tahzan, kata rasul-Nya. Kata Abdullah al-Qarni pun La tahzan
“Ya Allah, Engkau Maha Tahu betapa lemahnya hati kami. Kesenangan yang Engkau berikan kadang tak membuat kami bersyukur. Kesedihan yang menimpa kami kadang menjadikan kami tak sabar. Jadikan hati kami hati yang bersinar, sabar, syukur dan senantiasa bergembira. Jadikan kami sebagai ahli zikir, agar selalu bisa mengingat-Mu di kala senang dan susah. Ya Rabb, hilangkan kesedihan kami dan ganti dengan kemudahan dan kesenangan. Sungguh, Engkau Maha Kuasa”
http://alqassam.wordpress.com
0 komentar:
Posting Komentar