Menurut Syeikh Abdul Halim Mahmud, terdapat banyak pendapat tentang dari mana akar kata tasawwuf diambil(1). Namun, menurutnya, pendapat yang paling kuat adalah pendapat mayoritas pakar tasawwuf, seperti Mushthafa Aburraziq, Dr. Zaki Mubarak, Orientalis Margoliouth, Louis Massignon dan lainnya. Yaitu, akar kata itu diambil dari kata "shuf"-bulu domba. Bahkan Mushtafa Abdurraziq dan Louis Massignon dengan tegas mengatakan, sebaiknya pendapat yang mengatakan bahwa akar kata tasawwuf bukan diambil dari kata itu, ditolak(2).
Namun, menurut Syekh Abdul Halim Mahmud, kata tasawwuf ini, pada perkembangan awalnya bukan digunakan untuk pengertian tasawwuf seperti yang kita ketahui sekarang. Tetapi, pada awalnya, digunakan untuk menunjukkan orang-orang yang berpaling dari dunia. Yaitu para zahid dan ahli ibadah(3).
Dalam mendefinisikan tasawwuf secara terminologis, menurut Abdul Halim Mahmud lagi, juga terdapat banyak pendapat. Masing-masing orang mendefinisikannya sesuai dengan kecenderungan dan maqam yang dia telah capai. Basyar Al Hafi (w.227 H.) mengatakan, sufi adalah: Orang yang bersih hatinya (pembersihan jiwa), Abu Hafsh al Haddad (w. 265 H) mengatakan, tasawwuf adalah: Sempurnanya budi pekerti (metodologi Akhlaq), Abu Sa'id al Kharraz (w. 297 H) mengatakan: Sufi adalah orang yang hatinya disucikan oleh Rabb-nya, maka hatinya dipenuhi cahaya, dan orang yang menemukan kelezatan dalam berzikir kepada Allah. Sedangkan Al Junaid (w.297H) berkata, tasawwuf adalah: Orang yang dirinya dibersihkan oleh Allah, maka orang yang telah terbebaskan dari segala sesuatu selain Allah, ia adalah sufi. Dan banyak lagi definisi lainnya. Al Junaidi sendiri memberikan lebih dari sepuluh definisi bagi tasawwuf (4).
Namun, setelah melihat satu-persatu definisi tersebut, Syeikh Abdul Halim Mahmud berkesimpulan, definisi yang diberikan oleh Abu Bakar al Kattani (w. 322 H), adalah definisi yang paling tepat. Karena definisi itu menyatukan antara wasilah dan tujuan: Wasilahnya adalah penyucian diri, shafa; dan tujuannya adalah penyaksian, musyahadah.
Abu Bakar al Kattani mengatakan, tasawwuf adalah: Ash-Shafa wa 'l musyahadah --kesucian diri dan penyaksian". Dari definisi tersebut, dapat dikatakan dengan yakin, tasawwuf adalah pengejawantahan secara utuh firman Allah Swt.: "Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu ".(5)
Pensucian diri itu adalah sebuah metoda untuk kemudian mencapai kondisi seperti yang difirmankan oleh Allah Swt: "Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tema menyerahkan diri (kepada) Allah" (6).
Dan tujuannya adalah menuju pencapaian seperti yang difirmankan oleh Allah SWT: "Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu)". (7) Dengan demikian, tujuan tasawwuf adalah menuju penyaksian: Asy-hadu an la ilaha Illa Allah - 'Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah'" (8).
Lebih jauh, Dalam kitab Ash-Shafa wa 'l Ashfia, Syeikh Fauzi Muhammad Abu Zaid berkata: "Tasawwuf adalah Islam itu sendiri. Dengan pengertian, Islam adalah kumpulan dari syari'ah, hukum dan perintah-perintah Allah Swt untuk seluruh umat manusia. Syari'ah dan hukum-hukum ini, Tidak akan bermanfaat bagi manusia kecuali jika ia melakukannya dengan ikhlas semata untuk Allah SWT. Sedangkan orang yang hanya mengatakan bahwa ia muslim, kemudian tidak menjalankan syari'at dan aturan-aturan Islam, maka ia tidak bisa dikatakan sebagai muslim secara utuh. Rasulullah Saw bersabda: "Keimanan bukanlah sekadar angan-angan, namun ia adalah apa yang tertanam dalam hati, dan dibuktikan oleh amal perbuaan. Ada orang yang tertipu oleh angan-angannya dan merekapun tertipu dalam menghadapi Allah, sehingga mereka berkata: 'kami berbaik sangka kepada Allah' [Maksudnya: kami berbaik sangka kepada Allah, bahwa dengan keimanan kami kepada-Nya --tanpa dibuktikan amal kami-- Allah akan menyelamatkan kami dan memasukkan kami ke surga, pen].
Pada dasarnya mereka telah berdusta, karena jika mereka berbaik sangka kepada Allah, niscaya mereka akan beramal dengan baik pula". Dan sufi adalah orang yang menjalankan syari'at Islam dengan sempurna. Maka orang yang menjalankan syari'at Islam dengan sempurna adalah sufi. Karena tasawwuf adalah usaha untuk menjalankan segala kewajiban dari Allah SWT tersebut dengan segala keikhlasan hati serta bersih dari ria dan bangga diri untuk mencapai derajat shafa (kesucian diri)". (9)
Catatan:
1. Tentang hal ini, lihat: Abdul Halim Mahmud, Qadliyat tasawwuf: Al Munqizh min-a 'dl Dlalal, Darul Ma'arif, Cario, cet. II, hal. 34 dst. -- Ibnu Taimiyyah, As-Shufiyyah wa al Fuqara, Darul Fath, cet. I, Cairo, 1984, hal. 5 dst. --Louis Massignon & Dr. Mushthafa Abdurraziq, Al Islam wa Tasawwuf, Dar Sya'b, Cairo, 1399 H/1979M, hal. 14 dst. --Abu Bakar Muhammad al Kalabady, At-Ta'arruf Li Mazhab Ahli Tasawwuf, Maktabah Azhariyyah li Turats, cet. III, 1412 H/1992 M, hal. 26 dst.
2. Lihat, Al Islam wa Tasawwuf, sca.
3. Lihat, Qhadiyat Tasawwuf, scn. 21, hal. 35.
4. Lihat: Abdul Halim Mahmud, Qadliyat Tasawwuf: Madrasah Asy-Syaziliyyah, Darul Ma'arif, Cairo, cet.II, hal. 436.
5. QS. Asy-Syams: 9
6. QS. Al An'am: 162
7. QS. Ali 'Imran: 18
8. Scn. 24, hal. 438.
9. Lihat: Syeikh Fauzi Muhammad Abu Zaid, Ash-Shafa wa 'l Ashfia, Darul Iman Wa'l Hayat, Cairo, 1996, hal. 51-52.
Sumber: oleh Abdul Hayyie al Kattani
Namun, menurut Syekh Abdul Halim Mahmud, kata tasawwuf ini, pada perkembangan awalnya bukan digunakan untuk pengertian tasawwuf seperti yang kita ketahui sekarang. Tetapi, pada awalnya, digunakan untuk menunjukkan orang-orang yang berpaling dari dunia. Yaitu para zahid dan ahli ibadah(3).
Dalam mendefinisikan tasawwuf secara terminologis, menurut Abdul Halim Mahmud lagi, juga terdapat banyak pendapat. Masing-masing orang mendefinisikannya sesuai dengan kecenderungan dan maqam yang dia telah capai. Basyar Al Hafi (w.227 H.) mengatakan, sufi adalah: Orang yang bersih hatinya (pembersihan jiwa), Abu Hafsh al Haddad (w. 265 H) mengatakan, tasawwuf adalah: Sempurnanya budi pekerti (metodologi Akhlaq), Abu Sa'id al Kharraz (w. 297 H) mengatakan: Sufi adalah orang yang hatinya disucikan oleh Rabb-nya, maka hatinya dipenuhi cahaya, dan orang yang menemukan kelezatan dalam berzikir kepada Allah. Sedangkan Al Junaid (w.297H) berkata, tasawwuf adalah: Orang yang dirinya dibersihkan oleh Allah, maka orang yang telah terbebaskan dari segala sesuatu selain Allah, ia adalah sufi. Dan banyak lagi definisi lainnya. Al Junaidi sendiri memberikan lebih dari sepuluh definisi bagi tasawwuf (4).
Namun, setelah melihat satu-persatu definisi tersebut, Syeikh Abdul Halim Mahmud berkesimpulan, definisi yang diberikan oleh Abu Bakar al Kattani (w. 322 H), adalah definisi yang paling tepat. Karena definisi itu menyatukan antara wasilah dan tujuan: Wasilahnya adalah penyucian diri, shafa; dan tujuannya adalah penyaksian, musyahadah.
Abu Bakar al Kattani mengatakan, tasawwuf adalah: Ash-Shafa wa 'l musyahadah --kesucian diri dan penyaksian". Dari definisi tersebut, dapat dikatakan dengan yakin, tasawwuf adalah pengejawantahan secara utuh firman Allah Swt.: "Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu ".(5)
Pensucian diri itu adalah sebuah metoda untuk kemudian mencapai kondisi seperti yang difirmankan oleh Allah Swt: "Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tema menyerahkan diri (kepada) Allah" (6).
Dan tujuannya adalah menuju pencapaian seperti yang difirmankan oleh Allah SWT: "Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu)". (7) Dengan demikian, tujuan tasawwuf adalah menuju penyaksian: Asy-hadu an la ilaha Illa Allah - 'Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah'" (8).
Lebih jauh, Dalam kitab Ash-Shafa wa 'l Ashfia, Syeikh Fauzi Muhammad Abu Zaid berkata: "Tasawwuf adalah Islam itu sendiri. Dengan pengertian, Islam adalah kumpulan dari syari'ah, hukum dan perintah-perintah Allah Swt untuk seluruh umat manusia. Syari'ah dan hukum-hukum ini, Tidak akan bermanfaat bagi manusia kecuali jika ia melakukannya dengan ikhlas semata untuk Allah SWT. Sedangkan orang yang hanya mengatakan bahwa ia muslim, kemudian tidak menjalankan syari'at dan aturan-aturan Islam, maka ia tidak bisa dikatakan sebagai muslim secara utuh. Rasulullah Saw bersabda: "Keimanan bukanlah sekadar angan-angan, namun ia adalah apa yang tertanam dalam hati, dan dibuktikan oleh amal perbuaan. Ada orang yang tertipu oleh angan-angannya dan merekapun tertipu dalam menghadapi Allah, sehingga mereka berkata: 'kami berbaik sangka kepada Allah' [Maksudnya: kami berbaik sangka kepada Allah, bahwa dengan keimanan kami kepada-Nya --tanpa dibuktikan amal kami-- Allah akan menyelamatkan kami dan memasukkan kami ke surga, pen].
Pada dasarnya mereka telah berdusta, karena jika mereka berbaik sangka kepada Allah, niscaya mereka akan beramal dengan baik pula". Dan sufi adalah orang yang menjalankan syari'at Islam dengan sempurna. Maka orang yang menjalankan syari'at Islam dengan sempurna adalah sufi. Karena tasawwuf adalah usaha untuk menjalankan segala kewajiban dari Allah SWT tersebut dengan segala keikhlasan hati serta bersih dari ria dan bangga diri untuk mencapai derajat shafa (kesucian diri)". (9)
Catatan:
1. Tentang hal ini, lihat: Abdul Halim Mahmud, Qadliyat tasawwuf: Al Munqizh min-a 'dl Dlalal, Darul Ma'arif, Cario, cet. II, hal. 34 dst. -- Ibnu Taimiyyah, As-Shufiyyah wa al Fuqara, Darul Fath, cet. I, Cairo, 1984, hal. 5 dst. --Louis Massignon & Dr. Mushthafa Abdurraziq, Al Islam wa Tasawwuf, Dar Sya'b, Cairo, 1399 H/1979M, hal. 14 dst. --Abu Bakar Muhammad al Kalabady, At-Ta'arruf Li Mazhab Ahli Tasawwuf, Maktabah Azhariyyah li Turats, cet. III, 1412 H/1992 M, hal. 26 dst.
2. Lihat, Al Islam wa Tasawwuf, sca.
3. Lihat, Qhadiyat Tasawwuf, scn. 21, hal. 35.
4. Lihat: Abdul Halim Mahmud, Qadliyat Tasawwuf: Madrasah Asy-Syaziliyyah, Darul Ma'arif, Cairo, cet.II, hal. 436.
5. QS. Asy-Syams: 9
6. QS. Al An'am: 162
7. QS. Ali 'Imran: 18
8. Scn. 24, hal. 438.
9. Lihat: Syeikh Fauzi Muhammad Abu Zaid, Ash-Shafa wa 'l Ashfia, Darul Iman Wa'l Hayat, Cairo, 1996, hal. 51-52.
Sumber: oleh Abdul Hayyie al Kattani
0 komentar:
Posting Komentar